TRIBUNNEWS.COM - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Bhayangkara Jakarta, Juanda memberikan tanggapannya terkait kasus dugaan suap Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi yang memunculkan polemik antara KPK dan Puspom TNI.
Diketahui KPK sebelumnya mengaku khilaf karena telah menetapkan Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas.
Kekhilafan tersebut diungkapkan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak setelah Puspom TNI merasa keberatan atas penetapan tersangka kepada Marsdya Henri Alfiandi yang masih berstatus sebagai anggota TNI.
Selain itu Puspom TNI juga menegaskan bahwa pihaknya memiliki ketentuan sendiri dalam penetapan tersangka pada anggota TNI.
Menanggapi hal tersebut, Juanda menyebut proses hukum pada Marsdya Henri Alfiandi ini sebenarnya tidak perlu diperdebatkan.
Bahkan Juanda menilai KPK juga tidak perlu meminta maaf kepada TNI karena bagaimanapun juga KPK telah menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyidik atau penuntut umum.
Baca juga: KPK Dinilai Layak Proses Dugaan Korupsi Kabasarnas Melalui Peradilan Umum
OTT yang dilakukan KPK juga bukan suatu hal yang salah dilakukan KPK, karena OTT ini ada di dalam UU KPK.
"Saya kira semua ada landasan hukumnya ya. Di dalam konteks ini sebenarnya tidak perlu diperdebatkan kalau kita membaca baik UU Tindak Pidana Korupsi ataupun UU KPK itu sendiri, UU TNI, Peradilan Militer, UU KKN dan segala macamnya."
"Yang penting bagi saya adalah bahwa sebenarnya, pertama tidak perlu KPK itu minta maaf. Karena bagaimanapun KPK itu sudah menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyidik atau penuntut umum, dalam konteks ini penyidik dalam hal ini adalah OTT. OTT itu dibenarkan oleh UU KPK," kata Juanda dalam tayangan Program 'Sapa Indonesia Malam' Kompas TV, Minggu (30/7/2023).
Selanjutnya kasus suap Kabasarnas ini hanya tinggal diputuskan apakah akan ditangani di Peradilan Militer yakni oleh Puspom TNI.
Baca juga: Eks Penyidik Sayangkan Asep Guntur Mundur, Sebut KPK Butuh Sosoknya untuk Ungkap Kasus Suap Basarnas
Atau akan ditangani di Peradilan Umum oleh KPK bersama dengan tersangka sipil lainnya.
Juanda menambahkan, yang mungkin menjadi kesalahan KPK dalam kasus dugaan suap Kabasarnas ini hanyalah masalah koordinasi.
Terutama koordinasi dalam Puspom TNI terkait penetapan tersangka pada Marsdya Henri Alfiandi.
"Oleh karena itu apakah nanti diserahkan kepada Peradilan Militer atau tetap Peradilan Umum yang tentunya ditangani oleh KPK. Menurut saya, saya masih melihat ada argumentasi yang perlu dilihat."
"Kalau KPK mau menjalankan tugasnya melakukan penyidikan sekaligus penuntutan terhadap anggota militer itu tidak salah. Tetapi memang dalam hal ini mungkin saja koordinasinya yang masih kurang. Koordinasi ini yang mungkin masih dianggap oleh Puspom TNI menyalahi prosedur," ungkap Juanda.
Baca juga: Polemik OTT Pejabat Basarnas Buat KPK Bergejolak, Pemicunya Johanis Tanak Sebut Penyelidik Khilaf
Mahfud MD Minta Polemik KPK Tersangkakan Kabasarnas dalam Kasus Suap Tak Perlu Diperpanjang
Menkopolhukam Mahfud Md merespons polemik penetapan tersangka oleh KPK terhadap Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto dalam kasus dugaan suap.
Diketahui, belakangan KPK mengaku khilaf sebab Henri dan Arif statusnya saat ditetapkan tersangka merupakan prajurit aktif TNI AU, sehingga keduanya pun diserahkan ke TNI untuk diproses secara militer.
Mahfud MD mengatakan bahwa meskipun harus disesalkan, problem yang sudah terjadi tersebut tak perlu diperdebatkan panjang lagi.
"Yang penting kelanjutannya yakni agar terus dilakukan penegakan hukum atas substansi masalahnya yakni korupsi," kata Mahfud kepada Tribunnews, Sabtu (29/7/2023).
Mahfud MD memahami soal KPK yang mengaku khilaf usai penetapan tersangka Henri dan Afri.
Baca juga: Lini Masa OTT di Basarnas dan Jerat Kabasarnas jadi Tersangka, Berujung Mundurnya Dirdik KPK
"Mengapa harus meneruskan masalah pokok dan berhenti memperdekatkan prosedurnya? Sebab KPK sudah mengaku khilaf secara prosedural, sedangkan di lain pihak TNI juga sudah menerima substansi masalahnya yakni sangkaan korupsi untuk ditindaklanjuti berdasar kompetensi peradilan militer," kata dia.
Yang paling penting sekarang, dikatakan Mahfud MD, masalah korupsi yang substansinya sudah diinformasikan dan dikordinasikan sebelumnya kepada TNI harus dilanjutkan dan dituntaskan melalui Pengadilan Militer.
"Perdebatan tentang ini di ruang publik jangan sampai menyebabkan substansi perkaranya kabur sehingga tak berujung ke Pengadilan Militer," kata dia.
"Meskipun terkadang ada kritik bahwa sulit membawa oknum militer ke pengadilan, tetapi biasanya jika suatu kasus sudah bisa masuk ke pengadilan militer sanksinya sangat tegas dengan konstruksi hukum yang jelas," pungkasnya
Sebelumnya, KPK mengaku khilaf telah menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka kasus dugaan suap.
Baca juga: Profil Brigjen Asep Guntur, Dirdik KPK yang Dikabarkan Mengundurkan Diri Terkait OTT Kabasarnas
Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak usai rapat bareng Danpuspom TNI Marsekal Muda TNI Agung Handoko beserta jajaran perwira tinggi TNI lainnya.
"Pada hari ini KPK bersama TNI yang dipimpin oleh Danpuspom TNI di atas tadi sudah melakukan audiens terkait dengan penanganan perkara di Basarnas dan yang dilakukan tangkap tangan oleh tim dari KPK," kata Johanis saat jumpa pers bersama Danpuspom di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2023).
"Dalam pelaksanaan tangkap rangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, bahwasannya manakala ada keterlibatan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani," tambahnya.
Johanis mewakili tim penyidik KPK lantas meminta maaf kepada Panglima TNI Yudo Margono atas peristiwa ini.
Namun, Johanis tak memberikan pernyataan yang jelas apakah kasus Kabasarnas Henri Alfiandi ini diserahkan kepada Puspom TNI atau tidak.
Baca juga: OTT Kabasarnas, Ahli Usul Pejabat Militer Diberhentikan Sementara jika Bertugas di Institusi Sipil
"Oleh karena itu kami dari jajaran lembaga pimpinan KPK beserta jajaran sudah menyampaikan permohonan maaf melalui pimpinan dan puspom untuk disampaikan kepada Panglima," kata Johanis.
"Karena perkara ini melibatkan Basarnas yang kebetulan pimpinannya dari TNI, tentunya TNI di sana sebagai penyelenggara negara maka penanganannya hisa dilakukan secara koneksitas, tapi bisa dilakukan secara sendiri," imbuhnya.
Diketahui KPK menetapkan Henri Alfiandi dan Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka kasus dugaan suap pelbagai pengadaan barang dan jasa di Basarnas RI tahun anggaran 2021-2023. Mereka merupakan tersangka penerima suap.
Sementara yang berperan sebagai pemberi suap yaitu, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.
KPK menduga Henri Alfiandi menerima suap sebesar Rp88,3 miliar dari para vendor pemenang lelang proyek di Basarnas pada periode 2021-2023.
Baca juga: Beda Sikap 2 Pimpinan KPK soal OTT Kabasarnas: Tanak Sebut Penyelidik Khilaf, Marwata Ngaku Salah
Tiga vendor di antaranya, adalah PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS), PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya, dan PT Kindah Abadi Utama (KAU).
Henri mengondisikan dan menunjuk PT MGCS dan PT IGK sebagai pemenang tender untuk proyek pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Sedangkan PT KAU diplot menjadi pemenang tender untuk proyek pengadaan Public Safety Diving Equipment dengan nilai kontrak Rp17,4 miliar dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (Multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp89,9 miliar.
KPK mensinyalir terjadi deal pemberian sejumlah uang berupa fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak. Penentuan besaran fee dimaksud diduga ditentukan langsung oleh Henri Alfiandi.
Komisaris Utama PT MGCS Mulsunadi Gunawan kemudian meminta Direktur Utama PT IGK Marilya menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp999,7 juta secara tunai kepada Afri, di parkiran salah satu bank yang ada di Mabes TNI Cilangkap.
Baca juga: Singgung OTT Basarnas, Panglima TNI Beri Pesan kepada Kabasarnas Baru: Jangan Lepas dari Induk
Kemudian, Direktur Utama PT KAU Roni Aidil menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp4,1 miliar melalui aplikasi pengiriman setoran bank.
Kaitan teknis penyerahan uang dimaksud diistilahkan sebagai "Dako" (Dana Komando) untuk Henri Alfiandi ataupun melalui Afri Budi Cahyanto.
Atas penyerahan sejumlah uang tersebut, perusahaan Mulsunadi Gunawan, Marilya, dan Roni Aidil dinyatakan sebagai pemenang tender.
Marilya, Roni Aidil, dan Mulsunadi sebagai pihak pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Marilya dan Roni Aidil masing-masing telah ditahan di rutan KPK selama 20 hari pertama. Sedangkan Mulsunadi diminta menyerahkan diri oleh KPK.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Reza Deni)