Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Hakim pada sidang kasus dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G Kemenkominfo, Fahzal Hendri mengingatkan saksi Kasubdit/Koordinator Monitoring & Evaluasi Jaringan Telekomunikasi Kominfo Indra Apriadi agar tidak berbelit memberikan keterangan.
Hakim mengatakan ada ancaman pidana terhadap saksi yang berbohong, menghalang-halangi penggalian fakta, atau memberikan keterangan dan sumpah palsu di persidangan.
Hal itu tertuang dalam Pasal 21 UU Tipikor dengan ancaman pidana penjara 7 tahun.
Baca juga: Kelakar Hakim Soal Pengawasan Proyek Pembangunan Tower BTS Kominfo: Harusnya Pakai Ilmu Siluman!
"Saudara pun kena Pasal 21 nanti, tahu nggak saudara Pasal 21 UU Tipikor? Tanya sama Pak Jaksa, dia ahli UU. Pasal 21 menghalang-halangi, maka berikan keterangan yang benar, itu satu. Yang kedua, bisa saudara memberikan keterangan palsu dan sumpah palsu, itu lebih berat Pak, 7 tahun ya," kata hakim dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (1/8/2023).
Hakim pun mengingatkan saksi agar tidak menjerumuskan diri sendiri demi membela orang lain. Sebab dalam proses persidangan tetap akan diketahui siapa yang memberikan keterangan secara benar dan mana yang tidak.
"Janganlah kita menjerumuskan diri demi untuk membela orang lain, selamatkan aja diri saudara, nanti akan ketemu siapa yang benar dan tidak benar akan ketemu di persidangan," ungkapnya.
Peringatan hakim kepada saksi ini bermula ketika jaksa menanyakan Indra selaku saksi soal temuan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkominfo, bahwa terdapat 831 lokasi yang ternyata sudah ada sinyal BTS 4G dari jumlah 7.904 lokasi rencana pendirian menara BTS 4G yang diserahkannya.
Baca juga: Sidang Johnny Plate, Saksi Benarkan Usulan Anggaran BTS Kominfo Naik Dari Rp 1 Triliun Jadi Rp 12 T
Mulanya Indra menyatakan bahwa data soal 7.904 lokasi tersebut tidak valid. Jaksa pun menegaskan jawaban saksi.
"Jadi 7904 bukan data yang valid," kata saksi Indra kepada Jaksa, dalam persidangan, Selasa ini.
"Benar jawaban saudara tadi bukan data yang valid?" tanya Jaksa menegaskan.
"Dinamis, Pak. Iya," ucap Indra.
Hakim kemudian mengatakan bahwa penyerahan data yang belum valid itu terkesan buru-buru. Sebab temuan tersebut membuktikan bahwa data 7.904 titik untuk perencanaan pendirian tower BTS 4G itu bukan data valid.
Hakim pun bertanya ke saksi apakah ada pihak yang mendesak agar data tersebut buru-buru diserahkan, dengan dugaan agar pengusulan anggaran bisa dilakukan.
"Kenapa buru-buru menyampaikan? Ada yang mendesak supaya itu diserahkan, supaya untuk data pengusulan anggaran kan bisa jadi, apa jawabannya?" kata hakim.
Saksi Indra menyatakan, data tersebut berdasarkan data yang pihaknya punya saat itu.
Tak menjawab pertanyaannya, hakim kemudian mengulangi pertanyaan yang sama agar saksi Indra menjawab soal dugaan adanya pihak yang mendorong dats tersebut buru-buru diserahkan ke BAKTI.
Baca juga: Mangkir Sidang Praperadilan, Kejaksaan Agung Dinilai Tak Serius Tangani Perkara Korupsi BTS Kominfo
"Konteks pertanyaannya simpel aja, kenapa data yang tidak valid saudara serahkan ke BAKTI? Itu aja pertanyaannya," tanya hakim.
"Karena saat itu yang diminta untuk..," ucap saksi Indra diikuti interupsi hakim memotong.
"Diminta? Siapa yang minta?" tanya Hakim memotong penjelasan saksi Indra.
Jawaban saksi Indra terkesan berbelit-belit dan tak menjawab inti pertanyaan Hakim.
"Datanya belum valid, itu pertanyaan penuntut umum. Apakah ada yang buru-buru minta supaya ini harus tahu berapa titiknya yang harus diusulkan?" tanya hakim kepada Indra.
"Siapa yang mendesak saudara, data yang tidak valid segera diserahkan ke Bakti, siapa yang mendesak?" tanya Hakim.
Saksi Indra pun akhirnya membeberkan, data yang belum valid tersebut diminta oleh Dirut PT BAKTI Anang Achmad Latif yang juga merupakan terdakwa dalam kasus ini.
"Pada saat itu yang minta saya langsung Pak Anang, Pak," ungkap Indra.
Hakim pun mengatakan bahwa pertanyaan tersebut sesungguhnya mudah untuk dijawab. Namun saksi malah lebih memilih memberikan pernyataan berbelit-belit.
"Itu lah, kok sulit sekali, orangnya ada di depan kok, kelihatan ini, berkelit-kelit saudara tuh lama-lama sampai juga di titiknya. Sebetulnya tidak banyak pertanyaan sebetulnya, asalkan memberikan keterangan sesuai fakta," ucap hakim.
Sebagai informasi, persidangan kali ini dilaksanakan atas tiga terdakwa: eks Menkominfo, Johnny G Plate; eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif; dan Tenaga Ahli HUDEV UI, Yohan Suryanto.
Dalam perkara ini, Johnny, Anang, dan Yohan telah didakwa melakukan tindak pidana korupsi pengadaan tower BTS bersama tiga terdakwa lainnya, yakni: Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.
Keenam terdakwa telah dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Teruntuk Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni Pasal 3 subsidair Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.