Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar merespon soal putusan Mahkamah Agung yang menggugurkan vonis mati Ferdy Sambo menjadi seumur hidup.
Menurut Abdul bahwa dalam hukum modern tidak mengenal hukuman mati. Karena menurutnya, tujuan akhir dari penghukuman yakni memanusiakan manusia.
"Ya saya kira hukum modern seharusnya tidak mengenal hukuman mati. Karena tujuan akhir penghukuman adalah memanusiakan manusia," kata Abdul dihubungi Selasa (8/8/2023).
Abdul melanjutkan karena itu perubahan dari hukuman mati menjadi seumur hidup, artinya hukum menghargai kehidupan.
"Dan saya kira cukup pantas hukuman maksimal ini untuk Sambo," jelasnya.
Baca juga: Ibu Brigadir J Tak Terima Hukuman Ferdy Sambo Dikurangi, Berikut Penuturan Ibunya
Adapun untuk pengurangan vonis Putri Chandrawati juga dinilainya cukup adil dari 20 tahun menjadi 10 tahun.
"Demikian juga Putri dengan pengurangan dari 20 tahun jadi 10 tahun. Saya kira juga cukup adil karena dia termasuk orang yang tidak berdaya. Kesalahannya tidak dapat mencegah suaminya melakukan tindakan penembakan, sementara keadaannya di bawah penguasaan suaminya," tutupnya.
Sebagai informasi, hari ini, Selasa (8/8/2022) Mahkamah Agung telah menerbitkan putusan kasasi bagi empat terdakwa perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Empat terdakwa yang kini sudah menjadi terpidana itu ialah: Ferdy Sambo, Putri Candrawarthi, Kuat Maruf, dan Ricky Rizal.
Keempatnya kompak mendapatkan keringanan hukuman daripada pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding.
Untuk Ferdy Sambo, dihukum seumur hidup penjara dari sebelumnya hukuman mati.
Kemudian Putri Candrawathi dihukum 10 tahun penjara dari sebelumnya 20 tahun penjara.
Adapun Kuat Maruf memperoleh hukuman 10 tahun penjara dari sebelumnya 15 tahun penjara.
Sementara Ricky Rizal dihukum 8 tahun penjara dari sebelumnya 13 tahun penjara.