TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengaku upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) oleh Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko terkait kepengurusan Partai Demokrat mengganggu psikologis internal partai.
AHY menyebut, gangguan psikologis bagi kader Partai Demokrat dirasakan sejak Moeldoko mengajukan gugatan pertama kali pada 2021 lalu.
"Secara internal, PK KSP Moeldoko ini cukup mengganggu psikologis kader Partai Demokrat. Dan kita semua tahu, sekitar 2 tahun 8 bulan, kami dibayang-bayangi oleh aktor-aktor pembegal partai."
"Ada yang khawatir apakah keadilan masih ada? apakah hukum akan ditegakkan secara rasional?" ujarnya dalam pidatonya di Kantor DPP Partai Demokrat di Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat (11/8/2023) dikutip dari YouTube Partai Demokrat.
AHY pun mengungkapkan kekhawatiran kader atas PK Moeldoko adalah hal yang wajar.
Baca juga: AHY Sebut PK Moeldoko Ditolak MA jadi Kado Ulang Tahun Terindahnya
Selain itu, dirinya juga menilai PK Moeldoko turut menciptakan keraguan kepada masyarakat khususnya terkait koalisi menuju Pemilu 2024.
"Secara eksternal, PK KSP Moeldoko juga menciptakan keraguan cukup banyak kepada masyarakat kita yang berharap agar Partai Demokrat bisa berlayar dalam koalisi yang tengah kami bangun selama ini," ujarnya.
Namun, dengan adanya penolakan oleh MA terhadap PK Moeldoko, AHY mengatakan keraguan terhadap peradilan di Indonesia sirna.
AHY, atas nama Partai Demokrat, mengucapkan terima kasih kepada seluruh hakim yang turut mengadili gugatan hingga PK yang diajukan Moeldoko.
Menurutnya, penolakan terhadap PK Moeldoko oleh MA adalah putusan yang dibuat berdasarkan hati nurani hakim.
"Terima kasih telah membuat putusan yang rasional dan juga kebenaran murni. Semoga bapak-ibu, para hakim yang mulia, mendapat balasan setimpal dari Tuhan," ujarnya.
Tak ketinggalan, AHY juga mengucapkan terima kasih kepada Menko Polhukam, Mahfud MD dan Menkumham, Yasonna Laoly terkait penolakan gugatan PK Moeldoko.
Kubu Moeldoko Tak Bisa Lagi Ajukan PK
Sebelumnya, Juru Bicara MA, Soeharto, menegaskan bahwa Moeldoko tidak bisa menempuh upaya hukum lanjutan setelah PK ditolak MA.