Menurut Ganjar, merapatnya sebuah partai politik ke koalisi tertentu merupakan hal biasa dalam demokrasi.
“Dalam proses demokrasi sebenarnya itu biasa saja dan saya sangat menghormati sikap masing-masing partai."
"Pasti beliau-beliau juga sudah memberikan keputusan, sudah punya catatan-catatan harus merapat kemana,” kata Ganjar di Puri Gedeh, Kota Semarang, Jawa Tengah, Minggu (13/8/2023).
Namun Ganjar teringat dengan kondisi koalisi pada Pilpres 2014 lalu.
Saat itu Koalisi Merah Putih milik Prabowo-Hatta Radjasa juga didukung Partai Golkar dan PAN, bersama Gerindra, PKS, PPP, serta PBB.
Di sisi lain, lawan politiknya yakni Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla yang diusung PDIP bersama Partai NasDem, PKB, PKP, dan Hanura dalam Koalisi Indonesia Hebat tetap berhasil memenangkan ajang demokrasi lima tahunan tersebut dan kemudian menjadi Presiden-Wakil Presiden periode 2014-2019.
“Jadi menurut saya itu biasa-biasa saja dan kisah ini pun pernah terjadi pada saat 2014 kalau tidak salah."
"Saat itu yang mendukung lawannya Pak Jokowi itu juga sama, mereka semua berbondong-bondong ke sana dan kejadian ini kita catat dalam perjalanannya dan selalu ada dinamika yang berubah,” kata Ganjar.
2. Tanggapan Anies Baswedan
Sementara itu, Bacapres Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan menanggapi keputusan keputusan Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) mendukung Prabowo Subianto sebagai bacapres 2024.
Anies mengaku menghormati keputusan kedua parpol tersebut.
Golkar dan PAN sepakat bergabung dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) bersama Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dukung Prabowo.
"Kan memang dari dulu, bukan bagian koalisi dari kami. Jadi, kami menghormati," kata Anies Baswedan, saat ditemui di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, pada Minggu (13/8/2023) dikutip dari Kompas.TV.
Menurut Anies bahkan dulu namanya Koalisi Indonesia Bersatu.