TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menilai tingginya tingkat polusi udara saat ini sudah menyebar ke berbagai wilayah Indonesia.
Tidak hanya Jakarta. Itu sebabnya, untuk penanganan jangka pendek, Saleh meminta Pemerintah melakukan pemetaan, untuk mengetahui daerah mana saja yang memiliki tingkat polusi tinggi.
“Ini sudah menyebar, jadi tidak bisa hanya fokus di Jakarta. Karena tidak bisa parsial, penanganan harus menyeluruh dan baik,” kata Saleh, Kamis (17/8/2023).
Jakarta memang bukan satu-satunya kota di Indonesia yang kualitas udaranya buruk.
Bahkan menurut situs pemantau udara IQAir, Selasa 16 Agustus 2023, Jakarta ‘hanya’ menempati urutan ketujuh dengan kualitas udara buruk.
Adapun urutan kota/kabupaten paling berpolusi adalah:
1. Kalimantan Barat, kadar Particulate Matter (PM) 2,5 sebesar 191 ug/m3.
2. Tangerang Selatan (156 ug/m3)
3. Kota Serang (150 ug/m3),
4. Kota Tangerang (134 ug/m3).
5. Jambi (119 ug/m3),
6. Bandung (111 ug/m3)
7. Jakarta (109 ug/m3).
Saleh tidak menepis bahwa banyak faktor yang menyebabkan tingginya polusi di berbagai wilayah.
Antara lain transportasi, PLTU, kegiatan industri, serta fenomena El Nino.
Kalimantan Barat yang populasi kendaraan bermotornya kecil, ternyata tingkat polusinya justru tertinggi di Indonesia.
Untuk itulah sebagai anggota komisi yang membidangi kesehatan, Saleh meminta Pemerintah untuk melakukan evaluasi secara komprehensif, dan menetapkan kebijakan yang tepat, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
“Soal polusi udara ini dampaknya ke masyarakat. Sekarang jumlah penderita flu tinggi sekali. Karena itu memang tidak bisa dianggap remeh dan harus mendorong Pemerintah untuk mengambil langkah antisipatif terhadap setiap faktor yang berkontribusi pada tingginya polusi udara ini, di seluruh Indonesia” kata dia.
Lebih lanjut Anggota Fraksi PAN ini menyampaikan bahwa penyebab polusi di setiap daerah mungkin berbeda, sehingga pendekatan solusinya harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah.
“Kalimantan Barat yang populasi kendaraan bermotor sedikit, namun kegiatan tambangnya sangat tinggi dan supply listriknya dari batu bara (PLTU), tentu solusinya berbeda dengan Jakarta,” kata dia.
Mengenai penyebab tingginya polusi udara, sebelumnya disampaikan Profesor Meteorologi dan Klimatologi di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Edvin Aldrian.
Edvin mengungkapkan bahwa salah satu penyebab polusi udara yang kian pekat belakangan terkait dengan fenomena El Nino. “Betul (ada kaitannya dengan El Nino). Jadi biasanya karena berhubungan dengan kebakaran hutan,” kata Edvin.
Kondisi tersebut, menurut Edvin, diperparah jarangnya hujan di suatu wilayah sehingga tidak ada wet deposition atau proses penting menghilangkan gas dan partikel dari atmosfer. Makanya, banyak sekali polutan di udara.