TRIBUNNEWS.COM - Inilah isi teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia beserta sejarah penyusunannya.
Tepat pada hari ini, Kamis 17 Agustus 2023, Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan yang ke-78.
Teks proklamasi menjadi bukti sejarah kemerdekaan Republik Indonesia.
Teks proklamasi Indonesia berhasil dirumuskan dan diperdengarkan setelah melewati proses yang panjang.
Baca juga: Pedoman Upacara HUT ke-78 RI di Istana Negara, Daerah, dan Luar Negeri
Teks tersebut dibacakan oleh Soekarno didampingi Mohammad Hatta pada hari Jumat pukul 10.00 di serambi depan rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Djakarta (sekarang Jalan Proklamasi Nomor 5, Jakarta Pusat).
Setelah pembacaan proklamasi, bendera pusaka merah putih dikibarkan untuk pertama kalinya yang disaksikan oleh masyarakat di Jakarta.
Bunyi Teks Proklamsi
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05.
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta.
Sejarah Perumusan Teks Proklamasi
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang terjadi pada 17 Agustus 1945 telah melalui proses yang sedianya tidak mudah.
Dikutip dari kemdikbud.go.id, proses itu diawali oleh upaya Sekutu menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945 serta kota Nagasaki 3 hari.
Kemudian, akhirnya Kaisar Hirohito menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945
Dengan cepat, golongan muda yang mengetahui kabar tersebut dari siaran Radio BBC milik Inggris mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera memanfaatkan situasi dengan menyatakan proklamasi.
Namun dwitunggal menolak karena belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Jepang.
Golongan tua berpendapat, lebih baik menunggu sampai 24 Agustus, yakni tanggal yang ditetapkan Marsekal Terauchi untuk waktu kemerdekaan Indonesia, ketika menerima Soekarno-Hatta-Radjiman di Dalat.
Pada 15 Agustus 1945, para pemuda dibawah pimpinan Sukarni, Chairul Saleh, Wikana bersepakat untuk mengamankan dwitunggal bersama Ibu Fatmawati dan Guntur ke Rengasdengklok, dengan harapan agar mereka menuruti keinginan para pemuda.
Namun, sepanjang hari 16 Agustus 1945 itu, tidak tercapai kesepakatan apapun hingga sorenya, Ahmad Soebardjo datang dan berusaha membujuk para pemuda untuk melepaskan dwitunggal.
Akhirnya mereka bersedia dengan jaminan oleh Soebardjo bahwa proklamasi akan terjadi esok hari.
Malam itu juga, rombongan berangkat ke Jakarta, menuju rumah Laksamana Maeda di Meiji Dori No. 1 untuk membahas masalah tersebut.
Setibanya disana, tuan rumah menjelaskan permasalahan dan informasi yang sebenarnya terjadi.
Maeda lalu mempersilakan ketiga tokoh menemui Gunseikan (Kepala Pemerintah Militer) Jenderal Moichiro Yamamoto untuk membahas upaya tindaklanjut yang akan dilakukan.
Namun, setibanya di Markas Gunseikan di kawasan Gambir, mereka bertiga mendapat jawaban yang mengecewakan karena Jenderal Nishimura yang mewakili Gunseikan melarang segala bentuk upaya perubahan situasi yang dilakukan.
Mereka diharuskan menunggu Sekutu datang terlebih dahulu.
Ketiga tokoh bersepakat bahwa Jepang tidak dapat diharapkan lagi dan kemerdekaan harus segera dirancang secepatnya.
PPKI yang menginap di hotel Des Indes segera dikawal oleh Sukarni dan kawan-kawan menuju rumah Maeda.
Kemudian, pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB, naskah proklamasi disusun oleh Soekarno, Hatta dan Soebardjo di ruang makan Maeda.
Naskah sebanyak dua alinea yang penuh dengan pemikiran tersebut lalu selesai dibuat 2 jam kemudian.
Naskah kemudian diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik.
Baca juga: Twibbon HUT ke-78 Kemerdekaan RI 17 Agustus 2023, Lengkap dengan Cara Membuatnya
Tanpa waktu lama, Sayuti Melik didampingi BM Diah lalu mengetik naskah proklamasi.
Setelah itu, naskah diserahkan kembali kepada Soekarno untuk ditandatangani.
Tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB, di halaman rumah Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur No. 56, naskah proklamasi dibacakan dalam suasana khidmat.
Prosesi yang sebenarnya tanpa protokol nyatanya tidak menghalangi gelora euforia rakyat dalam merayakan dan menyebarluaskan berita luar biasa ini.
Peran para pewarta sangat penting dalam peristiwa ini, antara lain Frans dan Alex Mendoer dari IPPHOS yang mengabadikan momen pembacaan proklamasi, BM Diah dan Jusuf Ronodipuro yang membantu penyebaran berita proklamasi lewat berbagai cara, seperti radio, surat kabar, telegram, serta melalui lisan.
(Tribunnews.com/Yurika)