Hasiolan EP/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Memasuki usia kemerdekaan yang ke-78, Indonesia mempunyai banyak tantangan yang sangat kompleks.
Jangan sampai perayaan kemerdekaan hanya sebatas seremonial semata, tanpa ada inspirasi perubahan dan semangat untuk mengisi kemerdekaan menuju Indonesia yang beradab.
Di tengah seremonial kemerdekaan, kaum perempuan mempunyai tugas penting untuk melakukan artikulasi perannya dalam mengisi kemerdekaan.
Mengartikulasikan peran perempuan tidak bisa dilepaskan dari unit bernama keluarga, karena keluarga merupakan unit negara paling kecil.
Stabilitas negara bisa dilihat dari stabilitas keluarga yang menghuni negara itu.
Presidium Forum Alumni Kohati (FORHATI) Nasional, Wa Ode Nurhayati, menanggapi bahwa esensi kemerdekaan adalah berdampak positif bagi perempuan Indonesia.
Sebagaimana, amanat UU Dasar 1945 dan Pancasila. Tidah boleh ada lagi perempuan Indonesia yang mengalami perlakuan berbeda disegala lini, Negara penting hadir memberi ruang akselarasi seluasnya bagi pendidikan Perempuan
“Salah satu langkahnya, kementrian terkait mengevaluasi sejauh apa peran anggaran dalam pendampingan jangka panjang dan jangka pendek terhadap perempuan Indonesia dari Sabang sampai Merauke,” terangnya, Kamis (17/8/2023).
Kehadiran beberapa Perempuan berpengaaruh nasional harus disyukuri tetapi tidak boleh berpuas diri, sebab ruang politik hanya salah satu wadah dari sekian ruang sosial yang harus diisi. Sebagaimana pesan Perempuan adalah sebagai tiang negara.
“Kita memang pantas berbangga. Terhadap prestasi politik perempuan di indonesia. Kita pernah punya presiden perempuan, Ibu Megawati dan hari ini kita punya Ketua DPR RI dari kalangan perempuan, meski masih keluarga yang sama, tapi ini telah menjadi tonggak sejarah yang membuat negara luar memandang tangguh perempuan-perempuan Indonesia dalam bidang politik,” tegasnya.
Bagi politisi Partai Hanura ini, dia memberikan perhatian khusus agar peran Perempuan bisa terbuka. Salah satunya dimulai dengan memenuhi afirmasi politik 30 persen untuk Perempuan.
Menurutnya, sejauh ini dalam pentas politik respon aktivis perempuan telah beramai-ramai turun kejalan memperjuangkan kuota 30 persen perempuan, tapi faktanya mengisisi komposisi dalam kuota itu tidak berkenan.
Baca juga: Wa Ode Nurhayati Bela Jokowi Soal Isu Dinasti Politik: Kader Berkualitas Bisa Datang dari Keluarga
“Ada bias antara semangat dan kenyataan, dari sisi hukum masih banyak perempuan mendapat perlakuan berbeda. Padahal kalau kita semua sama dalam memandang Perempuan, bahwa di wajahnya ada gambaran ibu kita, saudara perempuan kita, anak perempuan kita, maka insha allah tidak akan ada kriminalisasi pada perempuan kita sebagaimana moral yg diajarkan oleh Pancasila,” pungkasnya.