Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadlilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung telah menerbitkan putusan lengkap kasasi eks kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dalam perkara pembunuhan berencana terhadap bintara polisi, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Dalam putusan lengkapnya, terurai pertimbangan-pertimbangan Majelis Kasasi, termasuk adanya dissenting opinion.
Untuk diketahui, dissenting opinion merupakan perbedaan pendapat di internal Majelis.
Dua Hakim Agung yang memiliki perbedaan pendapat ialah Jupriyadi dan Desnayeti.
"Telah terjadi perbedaan pendapat dalam musyawarah Majelis Hakim dan telah diusahakan dengan sungguh-sungguh tetapi tidak tercapai mufakat, perbedaan pendapat dari Hakim Agung Jupriyadi dan Hakim Agung Desnayeti," dikutip dari dokumen putusan kasasi Ferdy Sambo.
Menurut kedua hakim agung tersebut, Ferdy Sambo sebagai seorang polisi mestinya mampu melakukan cross-check atas laporan istrinya, Putri Candrawathi yang mengaku dilecehkan.
Baca juga: Mengabdi dan Berjasa Kepada Negara Jadi Pertimbangan Hakim MA Batalkan Vonis Mati Ferdy Sambo
Terlebih saat peristiwa itu, Ferdy Sambo menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, yakni polisinya para polisi.
"Seharusnya Terdakwa dapat pula memerintahkan jajarannya untuk memeriksa korban dapat menjatuhkan sanksi kepada korban jika terbukti telah melakukan kesalahan atau pelanggaran kode etik," kata Hakim Agung Jupriyadi dalam putusan kasasi Mahkamah Agung atas perkara ini.
Sebagai perwira yang berada pada jajaran pejabat utama Polri, Ferdy Sambo tak semestinya langsung menghakimi Brigadir J, ajudannya.
Apalagi sampai menyusun skenario untuk menghilangkan jejak pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Baca juga: Jadi Napi di Lapas Salemba, Ferdy Sambo dkk Langsung Ditempatkan di Kamar Ini
"Terdakwa sebagai seorang Perwira Polisi dalam jabatan Pejabat Utama Kepolisian RI yang telah menghakimi dan mengeksekusi ajudannya sendiri tanpa klarifikasi sama sekali, telah membuat rasa kecewa pihak keluarga korban bahkan masyarakat pada umumnya," kata Hakim Agung Desnayeti.
Karena itu, Hakim Agung Jupriyadi dan Desnayeti kompak menolak permohonan kasasi Ferdy Sambo.
Di mana dalam permohonan kasasinya, Ferdy Sambo menyebutkan alasan membunuh Brigadir J karena harga diri dan kehormatannya terluka terkait peristiwa yang menimpa istrinya.
Kedua hakim agung tersebut menilai bahwa alasan pembelaan Ferdy Sambo harus dikesampingkan dan putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mesti dipertahankan.
Adapun putusan pada pengadilan tinggi tersebut yaitu menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama, yakni hukuman mati.
"Oleh karena itu beralasan untuk menolak kasasi Terdakwa dan tetap mempertahankan putusan Judex Facti (proses peradilan di tingkat banding)," katanya.
Sayangnya, dissenting opinion ini kalah dalam musyawarah internal Majelis Kasasi.
Sebab hakim agung lainnya justru bersepakat menjadikan profesi dan jabatan Ferdy Sambo sebagai sebuah pertimbangan meringankan.
"Bagaimanapun Terdakwa saat menjabat sebagai Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan jabatan terakhir sebagai Kadiv Propam pernah berjasa kepada negara dengan berkontribusi ikut menjaga ketertiban dan keamanan serta menegakkan hukum di tanah air," kata para Hakim Agung dalam Majelis Kasasi yang dipimpin Hakim Agung Suhadi.
Hasilnya, Ferdy Sambo mendapat keringanan hukuman dari pidana mati menjadi penjara seumur hidup.
"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara Seumur Hidup."