TRIBUNNEWS.COM - Kasus penculikan dan pembunuhan Imam Masykur (25) yang diduga dilakukan oknum anggota TNI dan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), mendapat desakan agar diproses di ranah peradilan umum, bukan peradilan militer.
Desakan disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, yang terdiri dari Imparsial, Kontras, Amnesty International, YLBHI, PBHI, LBH Jakarta, Centra Initiative, Walhi, HRWG, ICW, Forum de Facto, ICJR, Setara Institute, dan LBH Masyarakat.
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, dalam keterangannya menilai kasus penculikan dan pembunuhan yang dilakukan oleh oknum anggota Paspampres dan TNI terhadap Imam Masykur adalah kejahatan kejam, keji, dan tidak berperikemanusiaan.
"Koalisi mendesak agar proses hukum terhadap oknum anggota Paspampres itu dilakukan dalam peradilan umum dan tidak dalam peradilan militer," ungkap Julius melalui keterangan tertulis, Senin (28/8/2023).
Menurutnya, peradilan umum penting untuk memastikan proses hukumnya berlangsung dengan transparan dan akuntabel.
"Tidak boleh ada yang ditutup-tutupi dalam penyelesaian kasus ini sehingga keadilan bagi korban dan keluarganya dapat terpenuhi," ujarnya.
Baca juga: Tiga Anggota TNI yang Culik dan Aniaya Imam Masykur hingga Tewas Ternyata Teman Satu Angkatan
Koalisi juga menilai tindakan penculikan dan penyiksaan yang berujung kematian warga sipil oleh oknum anggota Paspampres dan TNI tidak hanya telah mencoreng nama kesatuan.
Tetapi juga menjadi bukti aksi kekerasan dan kejahatan yang melibatkan anggota TNI belumlah berhenti.
"Sebelumnya terdapat kasus-kasus kekerasan aparat TNI yang terjadi di sejumlah daerah terutama di Papua."
"Tindakan kekerasan seperti ini akan terus terjadi sepanjang tidak ada penghukuman yang adil dan maksimal terhadap oknum anggota militer yang terlibat kejahatan," ungkapnya.
Pelaku 3 TNI dan 1 Sipil
Diketahui, aksi dugaan penculikan, pemerasan, dan penganiayaan yang berujung tewasnya Imam Masykur melibatkan tiga anggota TNI.
Mereka ialah Praka RM, Praka J, dan Praka HS.
Ketiganya ternyata merupakan teman satu angkatan dan berasal dari daerah yang sama.
"Ini satu angkatan yang mereka juga latar belakangnya juga adalah orang-orang dari Aceh yang sama-sama berdinas dan berada di Jakarta," kata Komandan Polisi Militer Kodam Jaya (Danpomdam Jaya) Kolonel CPM Irsyad Hamdie Bey Anwar di Pomdam Jaya Guntur, Jakarta Selatan, Selasa (29/8/2023).
Baca juga: Ternyata 3 Anggota TNI Bukan Hanya Culik Pemuda Aceh, Satu Korban Lain Dilepas Pelaku di Tol Cikeas
Selain itu, para korban penculikan yakni Imam Masykur dan H juga berasal dari daerah yang sama yakni dari Aceh.
Para tersangka secara pribadi tidak mengenal dengan korban.
Namun mereka mengetahui komunitas para korban yang merupakan pedagang kosmetik dan obat-obatan.
"Sehingga mereka melakukan itu secara bersamaan terencana untuk penculikan dan pemerasannya itu memang dari kelompok orang yang sama," jelasnya.
Selain tiga anggota TNI, ada satu warga sipil yang juga ikut terlibat dalam kasus penculikan tersebut.
Dia adalah MS yang merupakan kakak ipar dari Praka RM yang kini ditahan di Polda Metro Jaya.
Sehingga, total tersangka yang sudah ditangkap ada empat orang.
Baca juga: Panglima TNI Minta Oknum Paspampres yang Aniaya Pemuda Aceh Dihukum Berat, Begini Kata Pengamat
Untuk tiga tersangka dari anggota TNI yakni anggota Paspampres Praka RM, Praka HS dari satuan Direktorat Topografi TNI AD dan Praka J anggota Kodam Iskandar Muda.
Sebelumnya, Polisi Militer Kodam (Pomdam) Jaya/Jayakarta sebelumnya telah menahan tiga oknum TNI dalam kasus dugaan penganiayaan yang menyebabkan seorang pemuda Aceh bernama Imam Masykur tewas.
Jasad Imam ditemukan di sungai Cibogo, Karawang, Jawa Barat pada Jumat, 18 Agustus 2023.
Pemuda asal Kabupaten Bireuen, Aceh tersebut diduga dibuang setelah diculik dan dianiaya hingga tewas.
Keluarga korban, Said Sulaiman menyebut kondisi jenazah korban saat diterima pihak keluarga sudah dalam keadaan bengkak.
"Makanya sudah bengkak, sangat sadis," kata Said kepada wartawan, Minggu (27/8/2023).
(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Abdi Ryanda Shakti)