TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim konstitusi Guntur Hamzah menyebutkan ada isu potensial yang dapat didalami lebih lanjut oleh DPR selaku pembentuk Undang-Undang (UU) soal rekrutmen komisoner Komisi Pemilihan Umum (KPU) di daerah.
KPU, lanjut Guntur Hamzah, tetap bersifat nasional dan hirarkis, tapi terkait dengan rekrutmen KPU Kabupaten/Kota seharusnya menerapkan pendekatan desentralisasi dalam penentuan panitia seleksi anggota KPU Kabupaten/Kota.
Ada dua isu pokok, pertama ihwal peran dan proporsi KPU Provinsi dalam rekrutmen anggota KPU Kabupaten/Kota yang penting untuk dikukuhkan dalam norma UU, sebagai wujud penerapan prinsip desentralisasi serta prinsip kesetaraan dan kesamaan dan kesempatan yang adil.
Kedua, ihwal urgensi prinsip terbuka, adil, objektif, independen, dalam tata kelola rekrutmen anggota KPU Kabupaten/Kota.
Hal ini disampaikan oleh Guntur Hamzah dalam dissenting opinion pada sidang perkara Nomor 74/PUUXXI/2023, di Gedung MK, Jakarta, Rabu (30/8/2023).
Guntur Hamzah menjelaskan ada pasal di dalam UUD yang menurutnya dapat menjadi dasar prinsip desentralisasi.
"Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 telah menegaskan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintah daerah, yang diatur undang-undang," jelas Guntur Hamzah.
Selanjutnya, pasal 18 ayat (2) UUD 1945 juga menegaskan pemerintah daerah provinsi daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendir urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
"Ketentuan ini menjadi dasar konstitusional dalam menentukan prinsip desentralisasi yang memberi kewenangan dan kemandirian daerah dalam mengatur urusannya sendiri berdasarkan prinsip otonomi daerah," jelasnya.
Sehingga, diberikannya dasar konstitusi ini seyogyanya dapat dijadikan momentum bagi pembentuk UU, yakni DPR, untuk melakukan perubahan secara menyeluruh dalam berbagai aspek.
"Terutama aspek tata kelola rekrutmen anggota KPU Kabupaten/Kota," tandasnya.
Sebagai informasi, perkara nomor 74/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Osea Petege, mantan Ketua KPU Kabupaten Dogiyai, Papua.
Ia menganggap UU Pemilu telah menghambat dirinya mengikuti kembali seleksi pemilihan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten/Kota.
Baca juga: MK Tolak Permohonan Mantan Ketua KPU Dogiyai yang Persoalkan Timsel Pemilihan Inkompeten
Ia menguji pasal 23 ayat (1), 28 ayat (1), 31 ayat (1), 32 ayat (1), 33 ayat (1), 34 ayat (1), Pasal 37 ayat (4), dan Pasal 39 ayat (3) UU Pemilu.
Norma-norma yang digugat tersebut terkait mekanisme pencalonan, pemilihan, dan penetapan yang didalilkan dilakukan secara sentralistik oleh tim seleksi yang berada di bawah kendali KPU Pusat.