News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Relokasi di Pulau Rempang

Presiden Jokowi Sebut Bentrok di Rempang karena Kesepakatan dengan Warga Tidak Dikomunikasikan Baik

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan sambutan saat pembukaan ASEAN Indo-Pasific Forum (AIPF) di Jakarta, Selasa (5/9/2023). Media Center KTT ASEAN 2023/Dhoni Setiawan/aww.

Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa masalah konflik lahan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau terjadi karena komunikasi yang kurang baik. 

Hal itu disampaikan Presiden usai blusukan di Pasar Kranggot, Cilegon, Banten, Selasa, (12/9/2023).

"Ya itu bentuk komunikasi yang kurang baik," kata Presiden.

Pasalnya kata Presiden telah ada kesepakatan antara masyarakat dengan Pemda bahwa warga akan direlokasi dan diberi rumah dengan type 45 di atas lahan 500 meter. Kesepakatan tersebut tidak disampaikan kepada masyarakat dengan baik.

"Tetapi ini tidak dikomunikasikan dengan baik. Akhirnya menjadi masalah," kata Jokowi.

Presiden mengatakan telah memerintahkan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat di Rempang, pada Rabu atau Kamis esok.

"Menurut saya nanti mungkin besok atau lusa Menteri Bahlil akan ke sana untuk memberikan penjelasan mengenai itu," pungkasnya.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Polhukam Mahfud Md., meminta aparat penegak hukum dan keamanan untuk hati hati dalam menangani kasus di Rempang, Kepulauan Riau. Hal itu disampaikan Mahfud usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, (11/9/2023).

"Oleh sebab itu saya berharap kepada aparat penegak hukum, aparat keamanan supaya berhati-hati menangani ini," katanya.

Selain itu Mahfud juga minta aparat untuk mensosialisasikan mengenai adanya kesepakatan pada tanggal 6 September antara Pemda, pengembang, DPRD, dan masyarakat.

Mahfud mengatakan masalah hukum konflik lahan tersebut sebenarnya sudah selesai. Pada tahun 2001-2002 telah diputuskan adanya pengembangan kawasan wisata di pulau-pulau,m yang terlepas dari pulau induknya, salah satunya pulau Rempang.

Pada 2004 kemudian ditandatangani kesepakatan antara Pemda atau BP Batam dengan pengembang atau investor untuk mengembangkan pulau pulau tersebut.
Hanya saja sebelum kesepakatan tersebut dijalankan, sudah dikeluarkan lagi izin-izin kepada pihak lain.

Izin-izin baru yang dikeluarkan sesudah MoU tersebut kemudian dibatalkan semua oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan  (KLHK).

Pada saat pengembang yang sudah menjalin kesepakatan pada 2004 lalu tersebut akan memulai kegiatan, lahannya sudah digunakan oleh pihak lain.

Baca juga: Mahfud MD Soal Konflik Pulau Rempang: Sudah Ada Kesepakatan Kompensasi Sebelum Warga Direlokasi

"Nah ketika akan masuk, di situ sudah ada kegiatan, sudah ada penghuni lama dan seterusnya, dan seterusnya," katanya.

Konflik kemudian terjadi karena adanya perintah pengosongan oleh pengembang yang akan memulai kegiatannya di wilayah tersebut.

"Nah di situ lalu terjadi perintah pengosongan karena tahun ini akan masuk kegiatan-kegiatan yang sudah diteken tahun 2004 sesuai dengan kebijakan tahun 2001, 2002," katanya.

Pada akhirnya kata Mahfud, dijalin lah kesepakatan antara Pengembang, Pemda, dan dan masyarakat  pada 6 September kemarin. Kesepakatan tersebut yakni warga yang mendiami lahan tersebut direlokasi.

Setiap kepala keluarga diberi tanah 500 meter persegi dan dibangunkan rumah dengan ukuran (tipe) 45 sebesar Rp 120 juta setiap kepala keluarga.

"Besar lho itu, daerah terluar," katanya.

Selain direlokasi, setiap keluarga juga mendapatkan uang tunggu sebelum relokasi sebesar Rp 1.034.000. Lalu diberi uang sewa rumah sambil menunggu rumah yang dibangun, masing-masing Rp 1 juta.

Mahfud menambahkan relokasi 1200 kepala keluarga tersebut dilakukan ke tempat yang tidak jauh dari pantai.

"Nah semuanya sudah disepakati, rakyatnya sudah setuju dalam pertemuan tanggal 6 itu, yang hadir di situ rakyatnya sekitar 80 persen sudah setuju semua," katanya.

Permasalahannya kata Mahfud kesepakatan tersebut belum terinformasikan dengan baik kepada masyarakat. Ditambah lagi adanya provokasi kepada masyarakat. Provokator tersebut telah diamankan pihak kepolisian.

Baca juga: Polisi Berikan Trauma Healing ke Sekolah di Rempang: Jangan Takut Sama Polisi Ya

"Di situ sudah ada (kesepakatan) tanggal 6 September, lalu demonya meledak tanggal 7 sehingga ada 8 orang, 8 atau 7 tuh, yang sekarang diamankan karena diduga memprovokasi dan diduga tidak punya kepentingan dengan tempat itu," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini