Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe menyatakan bahwa tuntutan hukum yang dibuat Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap dirinya penuh tipu-tipu, manipulasi, dan muslihat yang dibangun secara terencana.
Lukas menyatakan kasus hukumnya dibuat-buat secara terstruktur demmi menjebloskan dirinya ke penjara. Hal ini disampaikan Lukas lewat nota pembelaan alias pleidoi yang dibacakan oleh kuasa hukum Lukas Enembe, Petrus Balla Pattyona, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (21/9/2023).
"Tuntutan terhadap saya sebenarnya penuh kebohongan, manipulasi, hoaks, tipu-tipu dan muslihat yang dibangun secara terencana, terstruktur," kata Lukas.
Tipu muslihat itu lanjutnya, tercermin dari dirinya selaku Gubernur Papua yang dituduh membantu melakukan pembelian senjata bersama seorang pilot, bermain judi, hingga difitnah bisa bermain pingpong di dalam tahanan.
"Misalnya saya dikatakan membantu pembelian senjata bersama seorang pilot, bermain judi, atau ketika saya di dalam tahanan saya dikatakan bisa bermain pingpong," ungkapnya.
Dari sekian tuduhan itu, Lukas menyatakan hanya satu informasi yang ia anggap valid. Yakni ketika dirinya menjalani masa tahanan di rutan KPK, dirinya diberi makan ubi busuk.
Pihak rutan KPK pun mengaku makanan yang diberikan kepada tahanan berasal dari rekanan.
"Hanya satu informasi yang tidak hoaks, yaitu selama saya menjalani masa tahanan di rutan KPK, saya pernah diberi makan ubi busuk," kata Lukas.
Lukas Enembe Dituntut 10,5 tahun Penjara
Terdakwa mantan Gubernur Papua Lukas Enembe dituntut 10 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (13/9/2023).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 10 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama enam bulan," kata jaksa di persidangan.
Kemudian jaksa menyebutkan menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 47,8 miliar.
"Selambat-lambatnya satu bulan setelah pengadilan mendapatkan kekuatan hukum tetap. Jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang makan harta bendanya akan disita oleh jaksa dan disiksa," kata jaksa.
Terkait perkara ini sendiri, Lukas Enembe sebelumnya telah didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46,8 miliar.
Uang tersebut diduga diterima sebagai hadiah yang berkaitan dengan jabatannya sebagai Gubernur Papua dua periode, tahun 2013-2023.
Dalam dakwaan pertama, Lukas Enembe didakwa menerima suap Rp 45 miliar.
Uang puluhan miliaran tersebut diterima dari Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-lingge, PT Astrad Jaya, serta PT Melonesia Cahaya Timur dan dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik manfaat CW Walaibu.
Suap diterima Lukas Enembe bersama-sama Mikael Kambuaya selaku Kepala PU Papua tahun 2013-2017 dan Gerius One Yoman selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Papua tahun 2018-2021.
Tujuannya agar mengupayakan perusahaan-perusahaan yang digunakan Piton Enumbi dan Rijatono Lakka dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Papua tahun anggaran 2013-2022.
Kemudian dalam dakwaan kedua, Lukas Enembe didakwa menerima gratifikasi Rp 1 miliar.
Baca juga: Lukas Enembe Minta Dibebaskan dari Kasus Suap dan Gratifikasi: Tuntutan Jaksa Penuh Kebohongan
Gratifikasi ini diduga berhubungan dengan jabatan Lukas Enembe selaku Gubernur Provinsi Papua periode Tahun 2013-2018.
Uang itu diterima Lukas Enembe pada 12 April 2013 melalui transfer dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua. Uang diterima melalui Imelda Sun.
Oleh karena perbuatannya itu, Lukas Enembe didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).