TRIBUNNEWS.COM - Akhir-akhir ini muncul fenomena banyaknya aparatur sipil negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bermain konten di media sosial saat jam kerja atau menggunakan pakaian dinasnya.
Fenomena itu pun tengah menjadi perbincangan, mengingat mereka merupakan abdi negara yang notabenya sudah terikat dengan janji-janji kedinasan. Terlebih berkonten di saat jam kerja dan tidak berdasar pada pelayanan publik yang mengedukasi. Terutama terkait pelayanan masyarakat.
Guru Besar Institut Pendidikan Dalam Negeri (IPDN), Prof Djohermansyah Djohan mengaku prihatin terkait banyaknya ASN yang tak berpedoman dalam membuat konten di media sosial. Bahkan, tak sedikit ASN yang lupa bahwa dirinya merupakan seorang abdi negara.
"Kalau memang bikin konten terkait dengan tugas pekerjaan dalam rangka edukasi masyarakat, menerima aduan dan semua orang tahu seluk beluk yang sesuai tugas pelayanannya, itu oke. Kalau bikin konten yang beda kebijakan dengan pimpinan itu tidak dibolehkan," kata Djohan.
Djohan menyebut, perkembangan digitalisasi sekarang ini, kerap memicu ASN berpikir instan untuk menyampaikan pendapat. Para pegawai negeri itu beranggapan sebagai kebebasan berekspresi di negara demokrasi.
Terlebih, dalam praktik keseharian, para ASN itu, selain bermain konten di luar konteks pekerjaan juga berseberangan dengan kebijakan atasannya. "Di sinilah, pimpinan sah memberikan sanksi indisipliner, sebagai bentuk pembinaan," ujarnya.
Hal ini terjadi dikarenakan belum adanya aturan khusus yang mengatur ASN bermain konten yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat di bawah kewenangan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB).
"Apalagi ini mau Pemilu, tahun politik, nanti ASN nyerempet-nyerempet soal pencalegan, pencapresan gimana? Harus ada pedoman dan sanksinya. Hemat saya, jadi menyikapi fenomena ASN jadi konten kreator pemerintah harus membuat aturan main sebagai pedoman supaya ASN tidak keluar track," kata Djohan, menambahkan.
Pakar otonomi daerah ini menyatakan, tiap pemerintah kabupaten/kota atau provinsi dapat menyikapi perilaku ASN dengan mengeluarkan aturan. Misalnya, peraturan bupati/wali kota, atau gubernur yang mengatur ASN lebih bijak menggunakan bermain peran di media sosial.
Baca juga: Pemerintah Uji Coba Penerapan Skema Gaji Tunggal Tanpa Tunjangan untuk ASN
Djohan menekankan, media sosial selain sebagai sarana komunikasi juga tempat pengaduan masyarakat kepada pemerintah. Dalam hal ini, ASN adalah aktor pelayan masyarakat yang sebenarnya.
Dia menegaskan bahwa sejak dilantik, ASN bukan hanya diberikan doktrin, melainkan telah mengucapkan sumpah atau janji di hadapan atasan dan Tuhan untuk mentaati segala keharusan dan tidak melakukan segala larangan yang telah ditentukan.
Dalam etika yang harus dijunjung tinggi ASN yaitu, pada hakekatnya sumpah atau janji itu bukan saja merupakan kesanggupan terhadap atasannya yang berwenang, tetapi juga merupakan kesanggupan terhadap Tuhan.
"ASN punya kode etik seperti misalnya di tubuh TNI ada sumpah prajurit. Etika tugasnya memang umum, tetapi kalau prinsip-prinsip ketaatan, kepatuhan dari bawahan kepada atasan itu standar baku," ujarnya.
Dalam penelusuran, instansi pemerintah dapat berpedoman pada Peraturan Menteri PANRB No. 83/2012 tentang Pemanfaatan Media Sosial Instansi Pemerintahan.
Regulasi tersebut memuat penyebarluasan informasi pemerintah yang saat ini menjadi topik bahasan, serta membangun interaksi pemerintah dengan masyarakat.
Termasuk berpedoman pada Surat Edaran No. 137 Tahun 2018 tentang penyebarluasan informasi melalui media sosial bagi ASN.
"Dalam rangka pemanfaatan media sosial sebagai sarana komunikasi untuk penyebarluasan informasi, baik antarindividu, individu dan institusi, serta antarinstitusi daram menghadapi tantangan dan perubahan ringkungan yang sangat cepat dan dinamis, ASN diharapkan dapat berperan membangun suasana yang kondusif di media sosial," bunyi surat tersebut.
Berikut hal-hal yang harus dilakukan ASN dalam rangka menjunjung tinggi dasar, kode etik dan kode perilaku, serta pembinaan profesi ASN, pegawai ASN dalam penyebarluasan informasi melalui media sosial:
1. ASN harus memegang teguh ideologi Pancasila, setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang sah, mengabdi kepada negara dan rakyat rndonesia, serta menjarankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;
2. ASN harus memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur, memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga reputasi dan integritas ASN.
3. ASN juga harus menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara, memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain yang memerlukannya terkait kepentingan dinas.
4. ASN tidak boleh menyalahgunakan informasi intern negara untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau orang lain.
Baca juga: Ingatkan Netralitas, Kemendagri Larang ASN Beri Comment dan Like Postingan Calon Peserta Pemilu
5. ASN diharapkan menggunakan sarana media sosial secara bijaksana, serta diarahkan untuk mempererat persatuan dan kesatuan NKRI.
6. ASN harus memastikan bahwa informasi yang disebarluaskan jelas sumbernya, dapat dipastikan kebenarannya, dan tidak mengandung unsur kebohongan.
7. ASN tidak boleh membuat dan menyebarluaskan hoax, fitnah, provokasi, radikalisme, terorisme, dan pornografi melalui media sosial atau media lainnya.
8. ASN tidak boleh memproduksi dan menyebarluaskan informasi yang memiliki muatan yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, ras, agama, dan antar golongan (SARA), melanggar kesusilaan, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman.