TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penolakan keanggotaan penuh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dalam KTT Melanesian Spearhead Group (MSG) yang berlangsung pada 23-24 Agustus 2023 di Port Vila, Vanuatu, merupakan kemenangan diplomatik penting yang dicapai Indonesia.
Keputusan ini menunjukkan bahwa negara-negara Melanesia dan Pasifik mengakui kedaulatan Indonesia atas Papua dan menolak upaya separatisme yang dipimpin oleh Benny Wenda.
Pemerhati isu-isu strategis dan global, Prof Imron Cotan menjelaskan bahwa penolakan tersebut disebabkan oleh perubahan paradigma di kalangan negara-negara Melanesia.
Pertama, negara-negara MSG melihat Indonesia sebagai negara besar yang saat ini tidak hanya menjadi pemimpin di sub-kawasan namun juga menempati tempat terhormat di kancah pergaulan internasional.
"Indonesia adalah pemimpin di organisasi kawasan ASEAN, ASEAN+10 (mitra bicara), ASEAN+3 (Korsel, Jepang, China), G20, dan juga tamu tetap di forum G7. Peran ekonomi dan politik Indonesia tidak dapat lagi diabaikan," kata Imron dalam webinar nasional Moya Institute, Jumat (22/9/2023).
Baca juga: Pangdam V Brawijaya Beri Arahan dan Motivasi Kepada Prajurit Yonzipur 5/ABW Yang Bertugas di Papua
Kedua, lanjutnya, bagi anggota MSG, konfrontasi dengan Indonesia sama sekali tidak menghasilkan apapun.
Saat ini, para pemimpin mereka telah berpikir untuk lebih menarik manfaat dari besarnya pengaruh politik dan ekonomi Indonesia, yang telah melampaui USD 1 triliun.
"Bahkan mereka menitipkan aspirasi, terkait isu perubahan iklim dan naiknya permukaan air laut, di forum global seperti G7," tuturnya.
Di sisi lain, Imron menjelaskan ada kesepahaman bersama di tingkat dunia, khususnya pasca-Covid-19 bahwa semua bangsa harus bekerja sama sesuai aturan yang ada (rules-based) untuk mengatasi tantangan.
"Maka mereka juga mulai menyadari bahwa tidak bisa menerima ULMWP sebagai anggota tetap MSG karena bukan berbentuk entitas negara berdaulat, selain kontraproduktif dalam konteks kerjasama dengan Indonesia. Definisi negara berdaulat tercantum pada Konvensi Montevideo 1933, yang menyaratkan bahwa suatu wilayah hanya dapat disebut sebagai negara berdaulat jika menguasai wilayah dengan batas tertentu, memiliki rakyat, serta mampu menjalin hubungan internasional dengan negara-negara lain," papar Imron.
Ketua Badan Musyawarah Papua, Willem Frans Ansanay, mengatakan penolakan keanggotaan ULMWP merupakan kemenangan bagi Indonesia dan berkontribusi kepada stabilitas di kawasan Pasifik.
Oleh karena itu, Indonesia harus terus melanjutkan upaya membangun dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua.
Menurutnya, Indonesia telah melakukan pendekatan komprehensif dengan menekankan pentingnya dialog dan pembangunan di Papua, serta penegakan hukum dan HAM. Dengan demikian, apapun gerakan yang dilakukan Benny Wenda dan kelompoknya di masa depan tidak akan mencapai tujuannya.
"Karena kami juga, warga Papua, bukan bagian dari ULMWP. Itu hanyalah kelompok kecil yang muncul karena sakit hati," imbuh Frans.