News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

MUI Nyatakan Pewarna Makanan dari Serangga Halal

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Arif Fajar Nasucha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh. Ketua MUI Bidang Fatwa Prof. KH Asrorun Niam Sholeh mengatakan bahwa MUI memutuskan bahwa serangga Cochineal bisa digunakan untuk pewarna makanan, obat-obatan, kosmetika dan lain-lain.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belakangan ini ramai perbincangan terkait pewarna makanan dari serangga atau karmin.

Karmin biasa digunakan oleh pelaku industri makanan untuk membubuhkan warna pada makanan olahannya.

Banyak pihak mendebatkan hukum penggunaannya.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun merespons hal ini.

MUI menyatakan pewarna makanan yang berasal dari serangga Cochineal halal untuk digunakan.

Baca juga: MUI Terbitkan 15 Rekomendasi Terkait Rempang, Minta Pemerintah Lindungi Hak Warga

Ketua MUI Bidang Fatwa Prof. KH Asrorun Niam Sholeh menjelaskan, secara khusus pihaknya telah melakukan kajian yang cukup panjang terkait dengan hal ini sejak 2011.

Kiai Niam menambahkan, kajian tersebut dilakukan secara intensif bersama sejumlah ahli seperti dari Institut Pertanian Bogor (IPB).

Berdasarkan informasi ahli serangga dijelaskan sifat-sifat Cochineal dan mendekati al jarot.

Karena itu, MUI memutuskan bahwa serangga Cochineal bisa digunakan untuk pewarna makanan, obat-obatan, kosmetika dan lain-lain.

“Karena pada hakikatnya dia halal dan tidak membahayakan,” tegas kiai Niam pada Rabu (27/8/2028).

Oleh karena itu, Kiai Niam menegaskan, serangga Cochineal halal dan boleh digunakan sebagai pewarna makanan sepanjang ada proses pemeriksaan.

Baca juga: LPPOM MUI Buka Kantor di Shanghai, Wapres Minta Pengusaha Manfaatkan untuk Sertifikasi Halal

Meski terjadi perbedaan pandangan soal Karmin seperti hasil fatwa MUI dengan LBM-PWNU Jawa Timur, MUI memandang hal itu wajar.

Dalam konteks ini, MUI telah melakukan kajian yang mendalam dari aspek sains maupun fiqh.

Secara jama’i (kolektif) fatwa disepakati hasil sebagaimana termaktub dalam fatwa MUI.

“Masing-masing ada argumen dan hujjah yang mendasari sehingga tidak perlu dipersoalkan berlebihan, dan hasil ijtihad tidak membatalkan satu sama lain,” ujar Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH Abdul Muiz Ali dalam keterangan tertulisnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini