Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Ibnu Sina Chandranegara mengungkapkan, penerbitan Perppu Nomor 2 tahun 2022 (Perppu Cipta Kerja) oleh Presiden adalah langkah yang penting.
Langkah ini, kata Ibnu, untuk mencegah kekosongan dalam konstitusi yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.
"Meskipun sebagian besar kelompok yang menentangnya menganggap Perppu sebagai pelanggaran konstitusi, sebenarnya dalam segi formil, Presiden memiliki kewenangan untuk menerbitkan Perppu ini, yang dijamin oleh Pasal 22 UUD 1945," ujar Ibnu pada Rabu (27/9/2023).
Lebih lanjut, Ibnu menekankan, penerbitan Perppu Cipta Kerja oleh Presiden juga merupakan tindak lanjut dari keputusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Dengan dikelurkannya Perpu Cipta Kerja, maka Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi-lah yang berwenang untuk menilai terkait dengan penerbitan Perpu Cipta Kerja.
Baca juga: Presiden KSPSI Ngaku Dapat Bocoran, Putusan MK Soal UU Cipta Kerja Akan Berpihak ke Buruh
Keputusan ini, kata Ibnu, seharusnya dipahami dan dihormati karena merupakan hak eksklusif yang dimiliki oleh Presiden.
"Selain itu, tindakan penerbitan Perppu ini tidak dapat dianggap sebagai pembangkangan konstitusi atau yang dikenal dengan istilah 'constitutional disobedience,' karena didasarkan pada kewenangan konstitusional yang dimiliki oleh Presiden," ungkap Ibnu.
Polemik terkait belum disahkannya Perppu Cipta Kerja sebagai Undang-Undang oleh DPR dalam sesi yang sama saat pengajuan tidak dapat membatalkan Perppu ini.
Perppu yang telah diajukan ke DPR hanya dapat dicabut apabila tidak mendapatkan persetujuan yang secara resmi disampaikan oleh DPR.
Ibnu juga menjelaskan bahwa dalam prinsipnya, penyusunan Perppu Cipta Kerja telah memperhatikan prinsip partisipasi yang bermakna.
Namun, ia menegaskan bahwa karena Perppu merupakan hak prerogatif Presiden, maka keputusan mengenai pihak-pihak yang akan dimintai masukan berada di tangan Presiden.
"Presiden memiliki hak untuk menentukan siapa yang harus didengarkan dan dipertimbangkan (choose to be heard dan choose to be considered), bahkan hingga menentukan siapa yang harus memberikan penjelasan," pungkas Ibnu.