News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU Cipta Kerja

Poin Pertimbangan MK Tolak Gugatan Buruh Terhadap Uji Formil UU Ciptaker

Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Nanda Lusiana Saputri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sidang Putusan Mahkamah Konstitusi soal UU Cipta Kerja - MK nyatakan UU 6 Tahun 2023 tentang penetapan Perppu No 2 Tahun 2022 tak melanggar ketentuan perundang-undangan.

TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) tak melanggar ketentuan pembentukan perundang-undangan.

Hal tersebut diputuskan melalui sidang pembacaan putusan oleh MK, Senin (2/10/2023). 

Empat hakim konstitusi berselisih pandangan atau dissenting opinion terkait putusan ini. 

Mereka adalah Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, dan Hakim Konstitusi Suhartono.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan perkara nomor 54/PUU-XXI/2023, dikutip dari youTube MK RI. 

Hakim menyebut, dalam pertimbangannya menganggap bahwa dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum. 

Baca juga: Tak Beralasan Hukum, MK Tolak Gugatan Uji Formil UU Ciptaker yang Diajukan 15 Serikat Pekerja

Pertimbangan Hakim 

Sebelumnya, sejumlah organisasi dan buruh menggugat agar MK mencabut UU Cipta Kerja. 

Pertama, UU Cipta Kerja dianggap inkonstitusiaonal dikarenakan tidak memenuhi tahapan peraturan pembentukan perundang-undangan.

Pemohon menilai UU Cipta Kerja cacat formil karena UU Cipta Kerja yang semula merupakan Perppu Cipta Kerja disahkan dalam masa reses.

MK mengaku menganggap wajar jika DPR butuh waktu lama untuk menetapkan Perppu UU 6/2023 menjadi UU. 

Sebab, Perppu Ciptaker bersifat omnibus yang mencakup 78 undang-undang lintas sektor.

Ilustrasi UU Cipta Kerja Omnibus Law. (Tribun Jogja)

Kedua, pemohon menilai bahwa penerbitan Perppu itu tidak memenuhi unsur kegentingan yang memaksa.

Menurut MK argumen pemerintah yang disampaikan dalam persidangan, Perppu Ciptaker itu genting untuk diteken.

MK menyatakan ketentuan Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 merupakan landasan bagi presiden untuk menetapkan Perppu ketika terjadi hal kegentingan yang memaksa.

Bunyi pasal: "Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang," demikian bunyi Pasal  22 ayat (1) UUD 1945. 

Perppu kata MK, harus ditindaklanjuti oleh DPR sebagaimana adressat norma Pasal 22 ayat (2) UUD 1945.

Kegentingan itu berupa krisis global yang berpotensi berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia akibat situasi geopolitik yang tidak menentu. 

MK mencontohkan, dampak adanya Perang Rusia-Ukraina serta situasi pasca krisis ekonomi yang terjadi karena adanya pandemi Covid-19.

Ribuan buruh berkumpul di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat untuk mengawal putusan Uji Formil UU Cipta Kerja. (Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha)

Baca juga: Pakar Hukum: Implementasi Keputusan MK pada Perppu Cipta Kerja Tak Melanggar Konstitusi

Ketiga, soal gugatan para pemohon yang menyebut bahwa tidak adanya partisipasi publik dalam pembentukan UU Ciptaker juga dijawab MK. 

MK menyatakan, bahwa proses Perppu kemudian disahkan menjadi UU dalam keadaan genting yang memaksa, sehingga tidak relevan jika melibatkan partisipasi masyarakat. 

Menurut MK, DPR sebagai lembaga yang mengesahkan UU telah merepresentasikan suara rakyat. 

"Tidak relevan untuk melibatkan partisipasi masyarakat yang bermakna secara luas karena situasi kegentingan yang memaksa, sehingga persetujuan DPR dalam kerangka menjalankan fungsi pengawasan yang sejatinya merupakan representasi dari kehendak rakyat," ucap Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul. 

Keempat, soal naskah akademik MK mengatakan bahwa dalam penetapan Perppu menjadi UU tak perlu disertai naskah akademik. 

Hal itu, kata MK, berdasarkan Pasal 43 ayat (4) angka 2 UU 12/2011. 

MK menjelaskan bahwa pembentukan UU yang berasal dari Perppu hanya terdiri dari beberapa tahap. 

Di antaranya, tahap penyusunan, pembahasan, persetujuan dan pengundangan tanpa tahap perencanaan.

"Sehingga dalam batas penalaran yang wajar Mahkamah dapat menerima rangkaian tahapan proses pembahasan sampai dengan persetujuan yang telah dilakukan DPR sebagaimana fakta hukum secara kronologis," ujar Hakim Konstitusi Daniel Yusmic.

Massa aksi buruh kawal putusan uji formil UU Cipta Kerja di MK terus bertambah atau berdatangan mengarah ke kawasan Patung Kuda Jakarta Pusat, Senin (2/10/2023) sore. (Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha)

Atas sejumlah pertimbangan tersebut, MK menyatakan bahwa UU Nomor 6/2023 secra formil tak bertentangan dengan UUD 1945. 

"Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berpendapat, telah ternyata proses pembentukan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 secara formil tidak bertentangan dengan UUD 1945," 

 "Oleh karena itu, Undang-undang Nomor 6 Tahun 22023 tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian, dalil-dalil permohonan para pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," ujar hakim konstitusi Guntur Hamzah, dikutip dari Kompas.com. 

Sebelumnya, perkara ini diajukan oleh 15 pemohon. 

Mereka yang memohon uji materiil ini di antaranya tergabung dalam serikat atau konfederasi serikat buruh.

Para pemohon didampingi eks Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana cs sebagai advokat.

(Tribunnews.com/Milani Resti/Danang Triatmojo) (Kompas.com/Vitorio Mantalean)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini