Selain itu, organisasi masyarakat sipil Myanmar Accountability Project (MAP) dan Organisasi Hak Asasi Manusia Chin (CHRO) juga merupakan pelapor dalam aduan tersebut.
Dalam laporan tersebut, dijelaskan pengaduan itu dilayangkan karena terdapat banyak dugaan kesepakatan senjata dimaksud yang ditandatangani sebelum upaya kudeta Myanmar pada 1 Februari 2021.
Berdasarkan hasil investigasi open-source, para pelapor menduga perusahaan senjata Indonesia telah mentransfer senjata dan amunisi melalui perusahaan perantara senjata di Myanmar.
Para pelapor juga meyakni setidaknya satu perusahaan Indonesia, PT PAL, terus mentransfer amunisi setelah percobaan kudeta di Myanmar.
Dalam laporan tersebut juga terdapat sub judul terkait dugaan keterlibatan BUMN Indonesia dalam transfer senjata dengan Junta Militer Myanmar.
Pada bagian itu termuat sejumlah informasi dari sumber terbuka yang diajukan para pelapor menyangkut dugaan tersebut.
Kuasa Hukum Pelapor, Ibnu Syamsu, mengatakan untuk memahami konstruksi laporan yang ditujukan ke Komnas HAM tersebut harus didasarkan pada Putusan Nomor 89/PUU-XX/2022.
Pada medio 2022 sampai 2023, tercatat Ibnu dan sejumlah advokat yang saat itu tergabung dalam Tim Universalitas Hak Asasi Manusia (U-HAM) diberi kuasa berdasarkan surat kuasa khusus untuk melakukan pengujian Pasal 5 dan Penjelasan Pasal 5 Undang-Undang 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Dalam salinan Putusan Nomor 89/PUU-XX/2022 yang diunduh dari laman resmi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (4/10/2023), para pemohon dalam permohonan tersebut di antaranya Marzuki Darusman, Busyro Muqoddas, dan AJI Indonesia.
Konflik di Myanmar menjadi hal yang berulang kali dikemukakan dalam permohonan tersebut di antaranya dalam kaitan dengan aktivitas advokasi hak asasi manusia yang dilakukan para pemohon.
Pemberlakuan Pasal 5 dan Penjelasan Pasal 5 UU Pengadilan HAM di antaranya dinilai telah menghambat, merugikan, atau paling tidak potensial merugikan hak konstitusional Pemohon I Marzuki Darusman.
Hal tersebut karena Marzuki selama ini sudah berupaya, berjuang, dan bekerja untuk mewujudkan pemberian, perlindungan, pemenuhan hak asas manusia tanpa kecuali, tidak hanya bagi warga negara Indonesia, tetapi juga bagi setiap warga dunia karena prinsip universalitas hak asasi manusia.
Namun pada amar putusan yang dibacakan Jumat (14/4/2023), Majelis Hakim Konstitusi menolak permohonan untuk seluruhnya permohonan tersebut.
Di sisi lain, kata Ibnu, ada poin yang perlu ditindaklanjuti dalam pertimbangan hukum di putusan tersebut yakni soal hubungan diplomasi, sosial dan ekonomi.