Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Surat penangkapan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menjadi sorotan lantaran diteken oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri.
Dalam surat yang didapat Tribunnews.com, surat penangkapan SYL diteken Firli Bahuri.
Berdasarkan surat itu, surat perintah penangkapan tersebut berisi narasi Firli Bahuri sebagai pimpinan KPK dan penyidik.
Baca juga: Potensi Larikan Diri, KPK Tangkap Eks-Mentan SYL
Sorotannya adalah sesuai dengan aturan dalam Undang-Undang KPK Nomor 19 Tahun 2019 atau UU KPK yang baru, pimpinan KPK tidak lagi berstatus sebagai penyidik.
Menanggapi itu, Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan tidak usah terlalu mempersoalkan hal tersebut.
Kata dia, itu hanya perbedaan tafsir undang-undang belaka.
"Tidak usah dipersoalkan urusan teknis seperti itu. Soal beda tafsir UU saja. Semua adminsitrasi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan ada aturan tata naskah yang berlaku di KPK," kata Ali dalam keterangannya, Jumat (13/10/2023).
Dijelaskan Ali, pimpinan KPK sebagai pengendali dan penanggung jawab tertinggi atas kebijakan penegakan hukum pemberantasan korupsi, maka secara ex officio harus diartikan juga pimpinan sebagai penyidik dan penuntut umum.
Itu artinya, kata Ali, pimpinan KPK tetap berwenang menetapkan tersangka dan lain-lain.
"Dengan demikian, pimpinan KPK tetap berhak menandatangani surat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi dalam bentuk administrasi penindakan hukum," katanya.
Ali turut menggarisbawahi bahwasanya KPK bukan menjemput paksa SYL.
Baca juga: SYL Ditangkap Paksa, Jokowi: KPK Pasti Punya Alasan
Apa yang dilakukan KPK disebut sebagai penangkapan.
"Kami hanya ingin tegaskan bukan jemput paksa sebagaimana narasi oleh pihak-pihak tertentu. Ini kami sampaikan supaya klir. Kami lakukan penangkapan terhadap tersangka SYL tentu ada dasar hukumnya," ujar Ali.
Ali kemudian menerangkan perbedaan antara jemput paksa dan penangkapan.
"Prinsipnya begini, penangkapan dapat dilakukan terhadap siapapun yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan alat bukti yang cukup dan tidak harus didahului pemanggilan," jelasnya.
"Jemput paksa dapat dilakukan terhadap siapapun karena mangkir dari panggilan penegak hukum," kata Ali.
Adapun dalam UU 30/2002 atau UU KPK yang lama, status pimpinan KPK termaktub dalam Pasal 21.
Baca juga: Bareskrim Polri Belum Berhasil Identifikasi Semua Senpi yang Ditemukan di Rumah Dinas Eks Mentan SYL
Disebutkan dalam pasal itu pimpinan KPK terdiri atas lima orang yang disusun dengan 1 Ketua KPK dan 4 Wakil Ketua KPK.
Berikut bunyi Pasal 21 UU KPK lama:
Pasal 21
(1) Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri atas:
a. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari 5 (lima) Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi;
b. Tim Penasihat yang terdiri dari 4 (empat) Anggota; dan
c. Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pelaksana tugas.
(2) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun sebagai berikut:
a. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi merangkap Anggota; dan
b. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas 4 (empat) orang, masing-masing merangkap Anggota.
(3) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah pejabat negara.
(4) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penyidik dan penuntut umum.
(5) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bekerja secara kolektif.
Baca juga: Bareskrim Polri Belum Berhasil Identifikasi Semua Senpi yang Ditemukan di Rumah Dinas Eks Mentan SYL
(6) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penanggung jawab tertinggi Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasal tersebut berubah drastis dalam UU KPK baru.
Sebelumnya terdapat unsur penasihat KPK, sedangkan pada revisi UU KPK menjadi Dewan Pengawas KPK.
Selain itu, status penyidik dan penuntut umum pada pimpinan KPK ditiadakan.
Berikut bunyi Pasal 21 UU KPK yang telah resmi direvisi:
Pasal 21
(1) Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas:
a. Dewan Pengawas yang berjumlah 5 (lima) orang;
b. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari 5 (lima) orang Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi ;dan
c. Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.
Baca juga: Protes NasDem pada Polisi karena Lambat Tangani Kasus Dugaan Pemerasan SYL: Ada Apa dengan Polisi?
(2) Susunan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. ketua merangkap anggota ;dan
b. wakil ketua terdiri dari 4 (empat) orang, masing-masing merangkap anggota.
(3) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pejabat negara.
(4) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat kolektif kolegial.