Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden RI KH Maruf Amin menyatakan rasa syukurnya ada 2,6 juta anak Indonesia yang diselamatkan dari kondisi gagal tumbuh atau stunting selama 4 tahun terakhir.
Diketahui, pemerintah telah melaksanakan program percepatan penurunan stunting selama lima tahun, sejak 2018.
Baca juga: Komitmen Entaskan Stunting, Bupati Rokan Hilir Raih Penghargaan dari Tribun Network
Pemerintah terus mengupayakan agar target prevalensi stunting turun menjadi 14 persen pada 2024.
Hal ini disampaikan Maruf Amin dalam kegiatan 'Pencanangan Inisiatif Gotong Royong untuk Pengentasan Stunting dan Kemiskinan Ekstrem' yang diselenggarakan di Studio 1 Kompas TV, Jakarta, Kamis (26/10/2023).
"Kita bersyukur hasilnya sudah mulai terlihat. Prevalensi stunting bisa diturunkan sebesar 9,2 persen poin dalam kurun waktu empat tahun. Penurunan tersebut setara dengan 2,6 juta anak yang dientaskan dari stunting," ujar Maruf Amin.
Maruf berujar, pemerintah telah mengupayakan beragam cara agar penurunan stunting terarah dan terukur.
Termasuk juga memastikan keterlibatan aktif berbagai lembaga non-pemerintah, seperti dunia usaha, perguruan tinggi, organisasi profesi, lembaga filantropi, mitra pembangunan, LSM, termasuk media.
"Dengan mempertimbangkan berbagai upaya yang dilakukan, saya yakin prevalensi stunting akan terus turun secara signifikan," tutur dia.
Saat ini, pemerintah tengah menunggu hasil Survei Kesehatan Indonesia oleh Kementerian Kesehatan, untuk mengetahui angka prevalensi tahun 2023.
Baca juga: Wapres: KADIN Tidak Hanya Mengentaskan Stunting untuk Pengusaha Tapi juga Anak
Meskipun kemajuan pelaksanaan program sudah terlihat, tetapi berbagai perbaikan masih harus dilakukan.
Seperti perluasan cakupan dan peningkatan kualitas intervensi prioritas, terutama untuk jenis intervensi yang cakupannya masih rendah.
Maruf Amin memaparkan, pada intervensi spesifik, diperlukan peningkatan konsumsi Tablet Tambah Darah pada remaja puteri dan ibu hamil, pemeriksaan kehamilan minimal enam kali selama kehamilan, pemberian ASI Eksklusif, makanan pendamping ASI dengan gizi tepat, serta Imunisasi Dasar Lengkap.
Selain itu, perlu peningkatan kapasitas kader dan petugas Puskesmas untuk pemantauan pertumbuhan dan edukasi.
Sedangkan pada intervensi sensitif, akses sanitasi, ketahanan pangan, dan perbaikan praktik pengasuhan menjadi isu-isu utama yang mesti didorong.
Kemudian terkait pengasuhan, edukasi harus diberikan kepada keluarga besar.
"Karena budaya kita, pengasuhan tidak hanya dilakukan oleh orangtua, tetapi juga oleh nenek dan kakek, bahkan anggota keluarga besar lainnya," ungkap Maruf Amin.