Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - SB, sosok di balik kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) senilai Rp189 triliun menyangkut importasi emas sedang menjalani perawatan di rumah sakit.
Hal tersebut dikemukakan Deputi III Kemenko Polhukam sekaligus Ketua Tim Pelaksana Satgas TPPU Sugeng Purnomo di kantor Kemenko Polhukam RI Jakarta pada Rabu (1/11/2023).
Sugeng mengatakan Tim Satgas TPPU telah melakukan kunjungan ke rumah sakit tempat di mana SB dirawat dan memastikan dia benar-benar sakit.
"Tim sudah melakukan kunjungan di mana dia dirawat dan itu memastikan bahwa dia benar-benar sakit," kata Sugeng.
Sugeng enggan menjelaskan mengenai sosok SB tersebut karena menurutnya hal tersebut bagian dari investigasi yang dilakukan secara tertutup oleh para penyidik.
Baca juga: Satgas TPPU Temukan Fakta Pemalsuan Data Kepabeanan 3,5 Ton Emas Batangan Eks Impor Oleh Grup SB
Namun demikian ia memastikan bahwa SB adalah seorang pengusaha.
"Saya kira saya tidak tepat menyampaikan profilnya. Tapi saya pastikan dia pengusaha. Kita tahu profilnya tapi tidak mungkin kita sampaikan secara terbuka karena itu bagian dari investigasi yang dilakukan secara tertutup oleh teman-teman penyidik," kata Sugeng.
Dalam kasus tersebut, sebelumnya Menko Polhukam RI Mahfud MD mengatakan Satgas TPPU telah menemukan fakta pemalsuan data kepabeanan terkait 3,5 ton emas batangan eks impor menyangkut transaksi mencurigakan sebesar Rp189 triliun dalam kasus importasi emas.
Ia mengatakan hal tersebut ditemukan setelah diadakan pendalaman antara Satgas TPPU, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kejaksaan Agung, Polri, bersama KPK.
Penyidik DJBC, kata dia, meyakini telah memperoleh bukti permulaan terjadinya tindak pidana kepabeanan dalam penanganan surat yang dikirimkan oleh PPATK Nomor SR-205/2020 dengan nilai transaksi mencurigakan Rp189 Triliun.
Penyidik, kata dia, telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor 07 tanggal 19 Oktober 2023 dengan dugaan pelanggaran Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang
TPPU.
Selain itu, penyidik juga telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung.
Transaksi emas dalam periode tahun 2017 sampai dengan 2019 tersebut, kata dia, melibatkan tiga entitas terafiliasi dengan Group SB.
Hal tersebut disampaikannya di kantor Kemenko Polhukam RI Jakarta pada Rabu (1/11/2023).
"SB ini inisial orang, yang bekerjasama dengan perusahaan di luar negeri. Ditemukan fakta pemalsuan data kepabeanan yang menyebabkan hilangnya pungutan PPH sesuai Pasal 22 atas emas batangan eks impor seberat 3,5 ton," kata Mahfud.
Mahfud menjelaskan modus kejahatan yang dilakukan adalah mengkondisikan seolah-olah emas batangan yang diimpor telah diolah menjadi perhiasan dan seluruhnya telah diekspor.
Padahal, lanjut dia, berdasarkan data yang diperoleh emas batangan seberat 3,5 ton diduga beredar di perdagangan dalam negeri.
"Dengan demikian Group SB telah menyalahgunakan Surat Ketetapan Bebas PPH Pasal 22," kata Mahfud.
DJP, kata dia, juga memperoleh dokumen perjanjian tentang pengolahan anoda logam dari salah satu BUMN (PT ATM) ke Group SB (PT LM) pada tahun 2017.
Diduga, kata Mahfud, perjanjian tersebut sebagai kedok Group SB untuk melakukan ekspor barang yang tidak benar.
"Saat ini masih ditelusuri jumlah pengiriman anoda logam dari PT ATM ke PT LM dan pengiriman hasil olahan berupa emas dari PT LM ke PT ATM, untuk memastikan nilai transaksi yang sebenarnya," kata Mahfud.
Selain itu, kata Mahfud, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memperoleh data bahwa Group SB melaporkan SPT secara tidak benar terkait dugaan TPPU dalam kasus importasi emas dengan nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp189 triliun.
Ia mengatakan DJP juga telah menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan (SPRIN BUKPER) pada 14 Juni 2023 terhadap empat wajib pajak Group SB.
"Data sementara yang diperoleh, terdapat Pajak Kurang Bayar beserta denda yang diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah untuk Group SB," kata Mahfud.
Dalam menjalankan bisnisnya, kata Mahfud, SB memanfaatkan orang-orang yang bekerja padanya sebagai instrumen melakukan berbagai tindak pidana.
Tindak pidana dimaksud di antaranya tindak pidana kepabeanan, perpajakan, dan TPPU.
"PPATK telah menyerahkan data tambahan transaksi keuangan mencurigakan yang berasal dari puluhan rekening Group SB kepada DJP untuk dilakukan analisis kebenaran pelaporan pajaknya," kata dia.