Beky menuturkan, eksistensi kaum adat Betawi bisa diimplementasikan melalui turunan UU, yakni dalam bentuk Perda.
"Eksistensi kaum Betawi akan hilang dari UU 29/2007. Kita tidak bisa berjuang. Tapi dengan perubahan UU ini, nanti ada turunan perda yang jadi rujukan kita untuk berjuang," jelasnya.
"Ini menjawab kegundahan yang sama saat Muhammad Husni Thamrin membentuk perkumpulan kaum Betawi di 1923 dan di 1927 dibentuk tokoh pemuda Betawi," sambungnya.
Sementara itu, Zainudin, yang mewakili Ketua Wali Amanah Majelis Adat Kaum Betawi Marullah Matali mengatakan, undang-undang 29 tahun 2007 merupakan roh-nya Jakarta. Untuk itu, menurut dia, perumusan revisi UU 29 tahun 2007 pun harus tepat.
"UU ini rohnya jakarta. Kalau tepat dirumuskan Jakarta jauh lebih baik. Kalau salah, maka ke depan akan menghadapi kendala," ujarnya.
Zainudin berharap, revisi UU 29 tahun 2007 tersebut semakin banyak peran masyarakat Betawi dalam pembangunan. Apalagi UU ini menyangkut hajat hidup masyarakat Jakarta.
"Kami (Betawi) ingin dilibatkan lagi di sendi-sendi roda pemerintahan. Karena selama ini tidak pernah ada," ungkapnya.
Lebih jauh ia menyebut, dalam pasal 22 UU 29 tahun 2007 telah disebut tentang kebudayaan. Namun demikian, lembaga adat dan lembaga kebudayaan jauh lebih penting.
"Sejak 1918 lalu, masyarakat adat Betawi telah diakui. Maka, lembaga adat dan lembaga kebudayaan harus tertuang dalam UU," tegas Zainudin.
Menanggapi hal itu, anggota DPRD DKI Jakarta Syarif menuturkan, produk legislasi akan diturunkan dalam peraturan daerah (Perda).
Sehingga, lembaga adat dan lembaga kebudayaan yang diatur dalam UU 29 tahun 2007 akan diimplementasikan melalui Perda Pemprov Jakarta.
"Kalau draft ini sudah baku dalam UU, maka kami di DPRD siap mengawal turunannya berupa Perda," ucapnya.