Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut sikap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menghindari wartawan usai pemeriksaan layaknya perilaku koruptor.
Seperti diketahui, Firli Bahuri diperiksa polisi terkait kasus dugaan dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada Kamis (16/11/2023).
Setelah menjalani pemeriksaan, Firli enggan menemui awak media.
Dia kabur menggunakan mobil.
Tak tanggung-tanggung, Firli Bahuri bahkan sampai menyembunyikan wajahnya menggunakan tas yang ia bawa.
"Tindakan Firli Bahuri yang berusaha menghindari jurnalis dengan bersembunyi dan menutup wajahnya menggunakan tas setelah menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri mengingatkan masyarakat pada kebiasaan para koruptor," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Jumat (17/11/2023).
Baca juga: Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Terhadap SYL Baru Tahap Koordinasi, Belum Supervisi
Kurnia mengatakan apa yang dilakukan Firli serupa dengan koruptor usai diperiksa penyidik di KPK.
Banyak dari para koruptor yang mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye selalu menutupi wajahnya sesaat sebelum masuk mobil tahanan.
"Seperti yang sering tampak di KPK, koruptor yang mengenakan rompi oranye selalu mencari siasat untuk lari dari kejaran jurnalis. Perbedaan di antara keduanya praktis hanya pakaiannya saja, koruptor menggunakan rompi, sedangkan Firli mengenakan batik," sebut Kurnia.
Kurnia menilai Firli Bahuri melakukan hal tersebut karena takut dengan berbagai pertanyaan awak media yang akan mendalami soal dugaan pemerasan terhadap SYL tersebut.
Kurnia menduga Firli menghindari wartawan karena memang dirinya pelaku sebenarnya.
"Perasaan panik yang tampak dari tindakan Firli tersebut menimbulkan prasangka, bahkan mungkin menjurus pada keyakinan, di tengah masyarakat bahwa dirinya memang benar terlibat dalam perkara pemerasan dan pertemuan dengan pihak berperkara. Sebab, jika merasa benar, mengapa sampai ketakutan seperti itu?" ujar Kurnia.
Atas dasar ini, Kurnia meminta Polda Metro Jaya segera melakukan gelar perkara dan menentukan tersangka dalam kasus ini.
Apalagi penyidik Polda Metro jaya disebut Kurnia sudah memiliki bukti permulaan yang cukup untuk menentukan pihak yang harus bertanggungjawab dalam kasus ini.
"Melihat perkembangan, ICW merasa Polda Metro Jaya semakin berbelit-belit dalam menangani perkara ini. Padahal, bukti sudah banyak dikumpulkan, upaya paksa seperti penggeledahan dan penyitaan pun telah dilakukan, bahkan puluhan saksi dan beberapa orang ahli turut dimintai keterangannya oleh penyidik," ujar Kurnia.
"Dengan beragam tindakan yang telah diambil Polda, semestinya tidak lagi sulit untuk menemukan tersangka di balik perkara ini," imbuhnya.
Selain itu, Kurnia menyebut permintaan koordinasi supervisi yang dilakukan Polda Metro Jaya terhadap KPK juga janggal.
Pasalnya, menurut Kurnia, berdasarkan peraturan perundang-undangan tidak ada kewajiban hukum bagi kepolisian untuk berkonsultasi dengan KPK.
"Apalagi dalam hal ini terduga pelaku merupakan pimpinan lembaga antirasuah itu. Tentu supervisi itu akan menuai problematika, terutama mengenai konflik kepentingan jika kemudian Firli dilibatkan dalam proses tersebut," kata Kurnia.