TRIBUNNEWS.COM – Kesadaran masyarakat akan bahaya paparan Bisfenol A (BPA) pada air minum dalam kemasan (AMDK) makin tinggi dari hari ke hari.
Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengonsumsi air minum yang aman dan sehat dibenarkan oleh Asosiasi Produsen Air Minum Kemasan Nasional (Asparminas), yang menyatakan bahwa penjualan AMDK galon bebas BPA (BPA Free) turut berkembang pesat.
Hal tersebut pun dikonfirmasi oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Air Minum Kemasan Nasional (Asparminas), Nio Eko Susilo. Ia mengatakan, kesadaran masyarakat akan bahaya BPA sudah cukup tinggi, yang mana terlihat dari penggunaan galon AMDK BPA Free yang kian diminati.
"Ada peningkatan minat konsumen pada produk galon yang bebas BPA dalam beberapa tahun terakhir," kata Nio Eko Susilo.
Hal tersebut diungkapkannya dalam diskusi Klub Jurnalis Ekonomi Jakarta (KJEJ) bertajuk "Menguatnya Kesadaran Konsumen di Balik Pesatnya Pertumbuhan Galon PET” yang digelar di Ruang CENTRIS, Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid, Gedung Sahid Sudirman Centre Lt.5, Jakarta Pusat, Senin (20/11/2023).
Selaras dengan itu, Editor CNBC Indonesia, Hadijah Alaydrus memaparkan bahwa kesadaran masyarakat akan bahaya BPA sangat dipengaruhi dari informasi yang disampaikan oleh media. Ia berkata, tak jarang ada juga media yang membuat bingung pembaca karena menyebut AMDK non-BPA juga berisiko.
"Media bisa membantu meluruskan dan memberikan info-info secara jelas ke masyarakat. Dari sisi ekonomi, misalnya, media bisa menulis tentang keuntungan penggunaan kemasan bahan PET bagi kalangan UMKM," ujar Hadijah.
Baca juga: Pakar Jelaskan Faktor-faktor Air Galon Bisa Berpotensi Terpapar BPA dan Bahaya dari Senyawa Ini
Bertumbuh signifikan
Sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya BPA, industri AMDK mengalami pertumbuhan yang relatif stabil setiap tahunnya, dengan besaran pertumbuhan paling sedikit 5 persen per tahun.
Asparminas meyakini industri AMDK masih punya peluang untuk tumbuh lebih besar lagi mengingat potensi yang ada. "Estimasi kami industri AMDK secara keseluruhan (baik kemasan gelas, botol maupun galon) akan bertumbuh minimal 5%," tutur Nio Eko Susilo.
Menurut Eko, industri AMDK merupakan industri yang unik, di mana tercatat ada 1.200 produsen AMDK, 2.100 merek air kemasan serta 7.000 izin edar. Volume produksi AMDK juga telah mencapai 35 miliar liter (2021) dengan nilai pasar mencapai lebih dari Rp 40 triliun/tahun.
Sebagai informasi, saat ini market share AMDK masih didominasi oleh penjualan galon, botol dan gelas plastik, dengan total porsi pasar 57,9 persen. Untuk penjualan galon isi ulang sendiri total pangsa pasarnya mencapai 25,4 persen.
Eko menyebut hingga kuartal ketiga tahun ini, penjualan galon bening dari plastik bebas BPA jenis Polyethylene Terephthalate (PET) mengalami kenaikan signifikan yakni tumbuh dua digit. Sementara itu, penjualan galon PC dari market leader relatif stagnan.
"Bila BPOM mengencangkan sosialisasi bahaya senyawa kimia BPA pada kemasan galon PC dan masyarakat kian tersadarkan, tentu potensi pertumbuhannya akan lebih besar lagi. Terlebih, bila pemerintah resmi mengeluarkan peraturan pelabelan risiko BPA," urai Eko.
Eko pun memprediksi persaingan di pasar galon BPA Free akan makin sengit, yang mana hal ini sudah terlihat dari pergerakan sejumlah produsen galon AMDK yang mulai memperkenalkan kemasan galon dari plastik bebas BPA jenis PET.
"Market leader industri AMDK telah merilis produk AMDK galon PET, meskipun peredarannya masih sangat terbatas di beberapa wilayah, seperti Bali dan Manado," tuturnya.
Eko Susilo juga mencatat tren peningkatan kepedulian terhadap kemasan galon PET tidak terlepas dari keamanan dan mutu kemasan tersebut. Pasalnya, PET adalah jenis plastik kualitas tinggi yang umum digunakan untuk memproduksi AMDK botol yang bebas dari BPA. Selain lebih aman, harganya lebih murah dan diproduksi di dalam negeri.
Baca juga: Temuan BPOM Tunjukkan Tingginya Risiko Migrasi BPA pada AMDK, Pelabelan jadi Upaya Lindungi Konsumen
AMDK BPA Free dukung tren gaya hidup sehat generasi muda
Pada kesempatan yang sama, Dr. Algooth Putranto selaku Kepala CENTRIS (Center for Entrepreneurship, Tourism, Information and Strategy) Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid mengatakan, saat ini anak muda cenderung memilih untuk mengonsumsi makanan dan minuman yang sehat.
Pernyataan tersebut didukung dengan riset Goldman Sachs Investment di tahun 2018 yang menunjukkan bahwa generasi milenial cenderung mengonsumsi makanan dan minuman sehat dibandingkan generasi terdahulu mereka.
"Bagaimana di dalam negeri? Survei JAKPAT bertajuk ‘Healthy Meals Among Indonesian Millennials’ pada 2018 mendapati hal yang sama dan tren ini berlanjut pada generasi Z," beber Algooth.
Lebih lanjut ia menambahkan, riset Future Foundation tahun 2016 mendapati generasi milenial memiliki kecenderungan meninggalkan merek-merek terkenal.
“Milenial sekarang merupakan segmen terbesar penduduk di seluruh dunia. Mereka berbeda dalam banyak hal,” jelas Algooth.
Menanggapi konflik Palestina-Israel yang berujung pada penguatan gerakan Boycott, Divestment & Sanctions (BDS) atau Boikot, Divestasi & Sanksi terhadap produk-produk terafiliasi dengan Israel, Algooth menilai banyak brand lokal yang bisa menggantikan brand-brand impor yang terdampak.
“Konflik kedua bangsa ini bukan konflik agama. Jadi spektrum gerakan ini luas. Meski demikian kita melihat bahwa perusahaan nasional harus mampu tampil menggantikan produk yang mengalami BDS. Saya yakin perusahaan nasional kita banyak yang bisa menggantikan brand-brand yang mengalami BDS,” tutup Algooth.
Baca juga: BPOM: Rencana Regulasi Pelabelan BPA Adalah Upaya untuk Melindungi Kesehatan Masyarakat