TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polda Metro Jaya telah menetapkan Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL) pada Rabu malam (22/11/2023).
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Metro Jaya Kombes Pol. Ade Safri Simanjuntak mengatakan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah gelar perkara dilakukan.
SYL diduga diperas terkait penanganan perkara dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian.
Namun Firli tak tinggal diam.
Kuasa hukum Firli Bahuri, Ian Iskandar, mengatakan pihaknya membuka peluang untuk mengajukan permohonan praperadilan usai kliennya ditetapkan sebagai tersangka.
“Ya, tentu kita akan mempertimbangkan hal itu (praperadilan),” kata Ian, Jumat (24/11/2023).
Tak hanya itu, pihaknya berencana mengajukan permohonan gelar perkara khusus kepada Polda Metro Jaya.
Ian mengatakan, pihaknya menduga ada hal lain yang mendorong pihak kepolisian menetapkan Firli sebagai tersangka.
“Kita meminta untuk gelar perkara khusus sehingga tuduhan kepada beliau terang benderang, apakah benar ini murni proses hukum yang disangkakan kepada beliau atau ada atensi yang lain,” ucapnya dikutip dari tayangan Kompas TV.
Ian mengatakan penetapan tersangka kepada Filri Bahuri terlalu dipaksakan.
Menurutnya penyidik belum menanyakan soal dugaan pemerasan ketika Firli diperiksa.
Untuk itu, pihaknya keberatan dengan status tersangka kliennya.
"Pemeriksaan tanggal 16 November kemarin materi yang ditanyakan oleh penyidik Polda kepada beliau itu belum bicara pada substansi yang dituduhkan. Masih sebatas pertanyaan-pertanyaan normatif, mengenai riwayat pekerjaan, mengenai penugasan," jelas Ian.
Siapa pengganti Filri jadi Ketua KPK?
Koordinator Staf Khusus (Stafsus) Presiden Ari Dwipayana mengatakan bahwa Ketua KPK sementara yang akan ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) berasal dari kalangan pimpinan KPK yang saat ini menjabat.
Ari mengatakan bahwa pihaknya sudah menyiapkan rancangan keputusan presiden (keppres) pemberhentian Ketua KPK Firli Bahuri yang saat ini menjadi tersangka dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Dalam rancangan keppres tersebut, tertera pula pengangkatan Ketua KPK sementara yang akan menggantikan Firli Bahuri.
“Jadi ada dua isi dari keppres itu, terkait dengan pemberhentian sementara ketua KPK dan pengangkatan ketua sementara,” kata Ari, Jumat.
Ditanya siapa kandidat yang akan mengisi kursi Ketua KPK untuk sementara waktu, Ari bilang bahwa sosok tersebut akan dipilih oleh Jokowi sendiri.
“Nanti itu kan diputuskan oleh Bapak Presiden. Kandidatnya kan dari pimpinan KPK yang saat ini,” ucapnya.
Hal tersebut sesuai dengan Pasal 33A Undang Undang Nomor 10 Tahun 2015, di mana ketika terjadi kekosongan pimpinan KPK, maka akan dipilih dan ditetapkan oleh presiden.
Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2015 itu memang diatur dalam 33a ketika terjadi kekosongan pimpinan KPK menyangkut tentang ketua, itu dipilih dan ditetapkan oleh presiden
“Jadi tinggal beliau menetapkan salah satu dari pimpinan KPK menjadi ketua KPK sementara,” kata Ari.
Ditanya sampai kapan Ketua KPK sementara menjabat, Ari hanya menjelaskan bahwa proses hukum kasus Firli Bahuri masih berlanjut.
Profil 4 calon pengganti Firli Bahuri
1. Alexander Marwata
Mengutip dari situs kpk.go.id, Alexander Marwata memang sempat meneruskan pendidikan di STAN selepas menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Yogyakarta.
Saat di STAN Jakarta pada 1986, Alexander Marwata mengambil jenjang pendidikan D-IV jurusan Akuntansi.
Setelah dari STAN, Alexander Marwata berkarier di Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP) hingga 2011.
Pada 2010, pria kelahiran Klaten, 26 Februari 1967 itu pernah dipercaya menjadi kepala divisi Yankum dan HAM, Kantor Wilayah Hukum dan HAM Yogyakarta.
Dua tahun kemudian, ia berpindah tugas ke Kantor Wilayah Hukum dan HAM Sumatera Barat.
Di sana, ia menjabat sebagai Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM.
Dikutip dari TribunnewsWiki.com, Alexander Marwata kemudian ditunjuk sebagai Direktur Penguatan HAM di Direktorat Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM hingga 2014.
Baca juga: Kolega Rafael Alun, Wahono Saputro ke KPK Lagi, Ada Apa ?
Alexander Marwata juga dikenal sebagai Hakim Adhoc Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Untuk pendidikan, Alexander Marwata menghabiskan masa SD dan SMP-nya di Klaten.
Ia menempuh pendidikan di SD Plawikan I Klaten (1974-1980) dan SMP Pangudi Luhur Klaten (1980-1983).
Saat masih berkarier di BPKP, Alexander Marwata sempat melanjutkan pendidikan S1 Ilmu Hukum di Universitas Indonesia (UI) pada 1995.
Kemudian, pada 5 Oktober 2017, ia lulus Magister Hukum Unika Atma Jaya Jakarta.
Jadi Pimpinan KPK
Alexander Marwata menjadi satu di antara pimpinan KPK sejak 2015.
Di lembaga anti-rasuah itu, Alexander Marwata menjabat sebagai Wakil Ketua KPK.
Dengan demikian, ini adalah periode kedua Alex berada di KPK.
Pada pemilihan 5 dari 10 calon pimpinan (capim) KPK yang digelar oleh Komisi III DPR RI pada 2019, Alex mendapatkan suara sebanyak 53.
Perolehan suara ini berada di bawah Firli Bahuri yang mendapatkan voting sebanyak 56 dan kini menjadi Ketua KPK.
Baca juga: Cincin Andhi Pramono Pemberian Kiai Berpotensi Gratifikasi, Apa Kata KPK?
Harta Kekayaan Alexander Marwata
Alexander Marwata diketahui memiliki harta kekayaan sebesar Rp 10 miliar, tepatnya Rp 10.624.837.939.
Hal ini berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan Alex pada 3 Februari 2023.
Alex memunyai dua bidang tanah dan bangunan di Tangerang Selatan dengan nilai Rp 3.594.036.000.
Selain itu, Alexander Marwata memiliki enam kendaraan dengan nilai Rp 526.500.000.
Aset lain yang dipunyai Alexander Marwata adalah harta bergerak lainnya sebesar Rp 245 juta dan surat berharga Rp 2.341.101.000.
Ia juga masih memiliki aset berupa kas dan setara kas sebesar Rp 3.918.200.939.
Selengkapnya, inilah daftar harta kekayaan Alexander Marwata dikutip Tribunnews.com dari elhkpn.kpk.go.id:
A. TANAH DAN BANGUNAN Rp 3.594.036.000
1. Tanah dan Bangunan Seluas 243 m2/180 m2 di KAB/KOTA TANGERANG SELATAN, HASIL SENDIRI Rp 1.044.036.000
2. Tanah dan Bangunan Seluas 730 m2/200 m2 di KAB / KOTA KOTA TANGERANG SELATAN, HASIL SENDIRI Rp 2.550.000.000
B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp 526.500.000
1. MOTOR, HONDA KIRANA SEPEDA MOTOR Tahun 2003, HASIL SENDIRI Rp 4.000.000
2. MOBIL, TOYOTA RUSH MINIBUS Tahun 2014, HASIL SENDIRI Rp 150.000.000
3. MOTOR, HONDA BEAT SEPEDA MOTOR Tahun 2014, HASIL SENDIRI Rp 10.000.000
4. MOBIL, CHEVROLET CAPTIVA SUV Tahun 2016, HASIL SENDIRI Rp 175.000.000
5. LAINNYA, FNHON, MOSSO DAN DAHON SEPEDA Tahun 2019, HASIL SENDIRI Rp 17.500.000
6. MOTOR, HONDA REBEL 500 CC SEPEDA MOTOR Tahun 2022, HASIL SENDIRI Rp 170.000.000
C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp 245.000.000
D. SURAT BERHARGA Rp 2.341.101.000
E. KAS DAN SETARA KAS Rp 3.918.200.939
F. HARTA LAINNYA Rp ----
Sub Total Rp 10.624.837.939
UTANG Rp
TOTAL HARTA KEKAYAAN Rp 10.624.837.939
2. Johanis Tanak
Johanis Tanak sudah berkecimpung lama di dunia hukum semenjak dia bergabung dangan korps Adhiyaksa.
Ia pernah menduduki sejumlah jabatan strategis di lembaga kejaksaan.
Johanis Tanak diketahui merupakan alumnus Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin pada 1983.
Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya di Unversitas Airlangga hingga mendapatkan gelar Doktor Program Studi Ilmu hukum pada Juni 2019.
Selama aktif di Korps Adhyaksa, Johanis Tanak diketahui pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau pada 2014.
Kemudian ia menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah pada 2016 dan juga pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi.
Johanis Tanak pun pernah menjabat sebagai Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara.
Ia mengikuti seleksi Calon Pimpinan KPK 2019.
Saat itu, Johanis tidak lolos lantaran tidak mendapatkan suara sama sekali dalam proses voting di DPR.
Cerita Johanis Tanak Saat Tangani Kasus Korupsi
Pada seleksi Capim KPK 2019 lalu, Johanis Tanak pernah ditanya mengenai perkara korupsi yang membuatnya dilema.
"Ceritakan situasi paling sulit ketika menangani suatu perkara! Anda berada dalam situasi dilema. Apa yang Anda putuskan?" tanya anggota Panitia Seleksi Capim KPK Hendardi, Rabu (28/8/2019) dilansir dari kompas.com.
Perkara yang diungkap Johanis Tanak yakni soal penetapan tersangka mantan Gubernur Sulawesi Tengah Mayjeni TNI (Purn) HB Paliudju yang melakukan tindak pidana korupsi pada 2014 lalu ketika dirinya menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.
"Selama saya bertugas jadi jaksa, dilema yang saya hadapi terberat adalah ketika saya menangani perkara HB Paliudju, mantan Gubernur Sulawesi Tengah dari Partai Nasdem," kata Tanak.
Baca juga: Johanis Tanak Bela Firli Tersangka: Selama Belum Ada Putusan Pengadilan, Tidak Dianggap Bersalah
Ia mengatakan, penetapan tersangka terhadap HB Paliudju ini membuatnya dipanggil oleh Jaksa Agung yang dijabat M Prasetyo yang merupakan kader dari Partai Nasdem.
"Saya dipanggil Jaksa Agung, ditanya siapa yang saya tangani. Saya katakan, beliau korupsi dan menurut hasil pemeriksaan kami, unsur-unsur, bukti-bukti pengangkatan perkara sudah cukup," kata dia.
"Beliau (Jaksa Agung) mengatakan, dia (HB Paliudju) adalah angkatan Nasdem yang saya lantik," ujar Tanak.
Kemudian, berdasarkan cerita Tanak, dia menyampaikan kepada Jaksa Agung tentang bagaimana publik menilai dan menyoroti Jaksa Agung yang diambil dari partai politik, dalam hal ini adalah Nasdem.
"Saya katakan, saya mohon izin Pak Jaksa, publik dan media membicarakan bahwa Bapak tidak layak menjadi Jaksa Agung karena berasal dari partai politik. Ini momen tepat, meski dari partai Bapak, tapi Bapak tetap angkat perkara ini untuk buktikan tudingan itu tidak benar," ujar dia.
Kendati demikian, Tanak memastikan bahwa dia akan menuruti perintah M Prasetyo mengingat dirinya merupakan pimpinan tertinggi di kejaksaan, sedangkan dirinya hanya sebagai pelaksana saja.
Dari hal yang disampaikannya itu, Jaksa Agung M Prasetyo pun lantas memintanya waktu dan akan memberitahu keputusan apa yang harus dia ambil.
"Beliau lalu telepon saya, mengatakan agar itu diproses, tahan! Dan besoknya saya tahan," ujar Tanak.
3. Nawawi Pomolango
Nawawi Pomolango S.H., M.H., merupakan seorang hakim Pengadilan Tinggi Denpasar, yang lahir di Manado 28 Februari 1962.
Nawawi Pamalango adalah hakim Bali yang terpilih menjadi satu dari Pimpinan KPK periode 2019-2023.
Nawawi Pamalango pernah mengenyam pendidikan di SD Negeri II Boroko sebelum pindah ke SD Negeri XIV Manado.
Setelah itu Nawawi Pamalango melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Manado dan SMA Negeri 1 Manado.
Setelah lulus Nawawi Pamalango melanjutkan ke jenjang lebih tinggi ke Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi.
Nawawi Pamalango juga melanjutkan pendidikan magister di jurusan Hukum Pidana, Universitas Pasundan.
Perjalanan Karier
Nawawi Pomolango mengawali kariernya sebagai hakim pada tahun 1992 di Pengadilan Negeri Soasio Tidore, Kabupaten Halmahera Tengah.
Pada 1996 Nawawi Pomolango dipindah tugaskan di Pengadilan Negeri Tondano, Sulawesi Utara.
Pada 2001 Nawawi Pomolango dimutasi sebagai hakim Pengadilan Negeri Balikpapan dan pada 2005 dimutasi ke Pengadilan Negeri Makassar.
Nawawi Pomolango mulai dikenal ketika bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2011-2013.
Nawawi Pomolango kerap ditugaskan untuk mengadili sejumlah kasus korupsi yang ditangani KPK.
Pada 2016 Nawawi Pomolango menjadi Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dan juga pernah menjadi hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor di Jakarta.
Nawawi Pomolango pernah menjatuhkan vonis 8 tahun penjara kepada eks hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, dalam kasus suap uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Nawawi Pomolango juga pernah menghukum eks Ketua DPD Irman Gusman selama 4,5 tahun penjara dalam kasus suap kuota gula impor.
Pada 2017 Nawawi Pomolango mendapat promosi sebagai hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali.
4. Nurul Ghufron
Dr. Nurul Ghufron, S.H., M.H. merupakan satu dari sepuluh orang yang terpilih menjadi calon pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023.
Lahir di Sumenep, 22 September 1974 dan berasal dari Madura.
Nurul Ghufron sudah menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej) selama dua periode.
Pada periode pertama, dia menggantikan dekan sebelumnya, Widodo Eka Tjahjana yang ditunjuk menjadi Dirjen Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM.
Berpangkat golongan III d, Nurul Ghufron sering menulis karya ilmiah bertema pidana korupsi.
Beberapa contoh di antara tulisan-tulisannya yaitu :
- Kedudukan Saksi Dalam Menciptakan Peradilan Pidana Yang Bebas Korupsi
- Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor
- Komparasi Perlindungan Saksi dalam Sistem Peradilan Amerika Serikat dan Inggris
- Selain menjabat sebagai dekan sekaligus doses di fakultasnya, Nurul Ghufron juga kerap dipercaya sebagai saksi ahli bidang hukum dalam berbagai persidangan.
Pendidikan
Pada tahun 1997, Nurul Ghufron menyelesaikan pendidikan S1-nya di Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej).
Iklan untuk Anda: KEJANGGALAN PENGAKUAN Pacar Mahasiswa Tewas di Bali, Chat Terakhir Dihapus dan Tak Cari Kabar Aldi - Tribun Video
Advertisement by
Kemudian ia melanjutkan ke Universitas Airlangga (Unair) dan lulus pada tahun 2004.
Pendidikan S3-nya Nurul Ghufron tempuh di Universitas Padjajaran (Unpad) dan selesai pada tahun 2012.
Nurul Ghufron sebagai pemateri dalam seminar kebangsaan dengan tema Revitalisasi Nilai Peradaban Manusia Demi Terwujudnya Pemilu Yang Aman dan Damai Serta NKRI Yang Sejahtera, di Gedung Soetardjo Kampus Universitas Jember (8/1). (unej.ac.id)
Karier
Ketika belum menjadi dosen PNS, Nurul Ghufron pernah memiliki pengalaman sebagai pengacara.
Dia mengungkapkan bahwa pengalaman dan pendidikan di bidang pemberantasan korupsi dapat menjadi bekal untuk memenuhi syarat sebagai kader bangsa.
Nurul Ghufron kini menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej) sudah mengajar di sana sejak 2003.
Pada tahun 2019, Nurul Ghufron masih aktif terlibat dalam kegiatan belajar mengajar di Unej dengan mengajar beberapa mata kuliah berikut :
- Sistem Peradilan Pidana
- Hukum Acara Peradilan Militer
- Legal Opinion dan Legal Memorandum
- Perlindungan Saksi dan Korban
- Advokatur
- Filsafat Hukum
- Teori Hukum
- Hukum Pembuktian dan Eksekusi
- Perbandingan Hukum
- Pengantar Ilmu Hukum
- Hukum Acara Pidana
- Pilihan Penyelesaian Sengketa (*)