TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gelombang penolakan mahasiswa terhadap isu politik dinasti yang sedang dibangun presiden Jokowi pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia capres-cawapres terus bergulir.
Mahasiswa mengungkapkan kekecewaannya terhadap putusan MK Nomor 90 yang disebutnya memuluskan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Putusan tersebut menyebutkan, seseorang yang pernah terpilih melalui pemilu, baik sebagai DPR/DPD, Gubernur, atau Walikota dapat mencalonkan diri meskipun belum berusia 40 tahun.
"Kita sangat menyayangkan, putusan MK Nomor 90 ini jelas memuluskan langkah Gibran menjadi cawapres," ujar Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNS Solo, Jawa Tengah Hilmi Ash Shidqi, Selasa (28/11/2023).
Baca juga: Sidang Uji Ulang di MK, Kuasa Hukum Denny Indrayana Sebut Putusan 90 Tak Penuhi Syarat Formil
Jauh sebelum putusan MK Nomor 90 ini, lanjut Hilmi, ada potongan-potongan peristiwa yang mengindikasikan adanya upaya pelanggengan kekuasaan oleh presiden Jokowi seperti isu tiga periode.
"Upaya pelanggengan kekuasaan oleh Jokowi sudah didesain jauh-jauh hari, putusan MK Nomor 90 ini ujungnya" lanjutnya.
Hilmi juga menyayangkan sikap yang diambil putra sulung Jokowi tersebut yang disebutnya tidak mencerminkan perilaku anak muda yang sesungguhnya.
Menurutnya, sebagai representasi anak muda yang selama ini dinarasikan sebagai politik anak muda, Gibran seharusnya menolak menjadi cawapres di tengah kencangnya sentimen negatif publik terhadap putusan MK.
"Anak muda mestinya mengedepankan etika, mengedepankan norma," jelasnya.
Hilmi menegaskan, pihaknya sejak awal sudah mengambil sikap menolak upaya politik dinasti yang dibangun presiden Jokowi dengan menggelar aksi bersama BEM se-Indonesia pada tanggal 20 Oktober lalu di Jakarta.
Dalam aksi penolakan praktik politik dinasti tersebut, BEM se-Indonesia merekomendasikan agar Gibran mundur dari pencalonannya sebagai cawapres.
"Tapi ternyata suara kami tidak didengar, Gibran tetap maju menjadi cawapres. Ini membuktikan bahwa upaya presiden Jokowi untuk melanggengkan kekuasaan semakin nyata," pungkasnya.
Kronologi isu politik dinasti
Nama Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka akhirnya menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.
Hal ini menjadi polemik lantaran adanya putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden.
MK lewat putusannya seakan memberi karpet merah kepada Gibran yang tadinya belum cukup umur untuk dijadikan sebagai cawapres.
Seperti diberitakan, pada 16 Oktober 2923 MK "mengizinkan: kepala daerah maju di pemilihan presiden meski belum berusia 40 tahun.
Putusan itu menuai pro dan kontra, bahkan tak sepi dari kritik karena dinilai lembaga ini melampaui kewenangannya.
Sejumlah pihak menyebutkan, putusan MK ini semestinya menjadi wilayah pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dan DPR.
Selain dinilai melampaui kewenangannya, MK juga dianggap tidak konsisten dengan putusannya tersebut.
Putusan MK yang dinilai banyak kalangan lahir dari kepentingan politik, bukan semata-mata pertimbangan hukum.
Publik juga menilai putusan MK ini juga tidak bisa dilepaskan dari isu bahwa upaya uji materi tersebut memang diperuntukkan guna memberi jalan politik bagi Gibran, putra sulung Presiden Joko Widodo, untuk berlaga di pemilihan presiden.
Anwar Usman, Ketua Mahkamah Konstitusi ketika itu, yang juga merupakan Paman Gibran akhirnya dicopot lewat keputusan MKMK.
"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membacakan putusannya.
"Sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," sambungnya.
Putusan itu dibacakan dalam sidang yang digelar di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa (7/11/2023).
Sidang itu dipimpin oleh majelis yang terdiri atas Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie serta anggota Bintan R Saragih dan Wahiduddin Adams.