News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

OTT Menteri KKP

Perjalanan Kasus Edhy Prabowo: Vonis Disunat MA, Kini Sudah Bebas Bersyarat

Penulis: Sri Juliati
Editor: Nanda Lusiana Saputri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Edhy Prabowo saat menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Inilah perjalanan kasus mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Vonisnya disunat MA menjadi lima tahun, kini malah sudah bebas bersyarat.

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo kini sudah bisa menghirup udara bebas.

Bahkan Edhy Prabowo sudah tampil di publik dengan menghadiri wisuda putra terpidana kasus pembunuhan berencana Ferdy Sambo, Tribatra Putra.

Dalam video yang beredar dan viral di media sosial, Edhy Prabowo menghadiri acara wisuda prajurit Taruna Akademi Militer (Akmil) dan Akademi Kepolisian (Akpol).

Rupanya, Edhy Prabowo telah mendapatkan bebas bersyarat sejak 18 Agustus 2023.

Baca juga: Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo Bebas Bersyarat Sejak Agustus 2023

Diketahui, Edhy Prabowo dinyatakan bersalah dalam kasus suap terkait pengurusan izin budi daya lobster dan ekspor benih benur lobster (BBL).

Dalam kasus ini, mantan kader Partai Gerindra itu divonis pidana penjara selama lima tahun.

Lantas, bagaimana perjalanan kasus Edhy Prabowo? Simak selengkapnya sebagaimana dirangkum Tribunnews.com:

Kena OTT KPK

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo mengenakan rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (25/11/2020). (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Kasus suap yang menjerat Edhy Prabowo terkuak saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (25/11/2020) dini hari.

Lembaga anti-rasuah itu menangkap Edhy Prabowo sepulang dari kunjungan kerja di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat.

KPK juga mencokok istri Eddy, Iis Rosyati Dewi serta sejumlah pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang.

Rabu malam hari, KPK menetapkan Edhy Prabowo sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait perizinan tambak, usaha, atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

Total ada tujuh orang yang ditetapkan dalam kasus ini dengan Eddy Prabowo sebagai penerima.

Edhy Prabowo disangka melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Mundur dari Menteri dan Partai

Sehari setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap, Edhy mengundurkan diri jabatan sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

Diketahui, Edhy dilantik menjadi Menteri KKP di periode kedua Joko Widodo (Jokowi) menjabat sebagai Presiden RI.

Ia diangkat menjadi pembantu presiden bersama dengan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto yang ditunjuk sebagai Menteri Pertahanan.

Edhy juga mundur dari jabatan sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Keuangan dan Pembangunan Nasional DPP Partai Gerindra.

Padahal, jabatan ini sudah diemban Edhy Prabowo sejak 2012.

Baca juga: KPK Segera Eksekusi Putusan Kasasi Edhy Prabowo 5 Tahun Penjara

Didakwa Terima Suap Rp 25,7 Miliar

Terdakwa kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster tahun 2020, Edhy Prabowo menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (29/6/2021). Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut mantan Menteri Perikanan dan Kelautan (KKP) tersebut dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan. (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Dalam sidang perdananya di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (15/4/2021), Eddy Prabowo didakwa menerima suap sebesar Rp 25,7 milar.

Suap itu diterima oleh Edhy Prabowo dari para eksportir benur melalui Amiril Mukminin, Safri, Ainul Faqih, Andreau Misanta Pribadi, dan Siswadhi Pranoto Loe.

Melalui stafnya itu, Edhy menerima suap sebesar 77 ribu dolar AS atau jika dirupiahkan mencapai Rp 1,1 miliar (Rp 1.126.921.950) dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito.

Kemudian, Edhy juga menerima uang sebesar Rp 24,6 miliar tepatnya Rp 24.625.587.250.

Duit ini diberikan oleh Suharjito dan para eksportir lainnya.

Pemberian suap dilakukan setelah Edhy Prabowo mengeluarkan kebijakan untuk mencabut larangan penangkapan atau pengeluaran lobster, kepiting, dan rajungan di wilayah Indonesia.

Pemberian suap juga bertujuan agar Edhy melalui anak buahnya yaitu Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bibit lobster perusahaan Suharjito dan eksportir lainnya.

Adapun uang dugaan suap itu digunakan Edhy membeli tanah, sepeda, jam tangan, handphone, mobil, hingga menyewa apartemen untuk sekretaris pribadinya.

Divonis 5 Tahun oleh Pengadilan Tipikor

Dalam perjalanan kasusnya, Edhy Prabowo divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Hakim menyatakan Edhy terbukti secara sah bersalah dalam kasus suap izin ekspor benih lobster atau benur. 

Ia melanggar Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Dalam vonisnya, hakim juga mewajibkan Edhy Prabowo membayar uang pengganti atas tindakan korupsi yang dia lakukan sebesar Rp 9,68 miliar dan 77 ribu dolar AS.

Edhy juga dijatuhi hukuman pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun sejak selesai menjalani pidana pokoknya.

Adapun vonis pidana, denda, serta uang pengganti yang dijatuhkan pada Edhy sama seperti tuntutan yang diajukan oleh jaksa KPK.

Sementara pada pidana tambahan, vonis hakim lebih rendah ketimbang tuntutan jaksa yang meminta agar Edhy Prabowo dicabut hak dipilihnya selama 4 tahun.

Baca juga: KPK Khawatir Putusan Kasasi Edhy Prabowo Juga Melepaskannya dari Pidana Pengganti

Ajukan Banding dan Diperberat Jadi 9 Tahun

Tak terima dengan putusan dari Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Edhy Prabowo mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Hasilnya, pengajuan banding Edhy ditolak. Bahkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis penjara bagi Edhy dari 5 tahun menjadi 9 tahun.

Hakim PT DKI juga mewajibkan Edhy membayar uang pengganti sejumlah Rp 9,68 miliar dan 77 ribu dolar AS dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan oleh Edhy Prabowo.

Uang itu harus dibayar Edhy Prabowo dalam jangka waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. 

Jika tidak dibayar, maka harta bendanya akan disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi kekurangan uang pengganti.

Jika harta bendanya tak cukup, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun.

Selain itu, hakim PT DKI Jakarta juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun sejak Edhy selesai menjalani pidana pokok.

Vonis Disunat MA

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo usai menjalani sidang putusan secara daring dari Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (15/7/2021). Majelis hakim memvonis Edhy 5 tahun penjara. (Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama)

Masih tak terima dengan putusan dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Edhy Prabowo mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Ternyata, MA menyunat hukuman Edhy menjadi 5 tahun pada tingkat kasasi.

Edhy juga harus membayar denda sebesar Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Tak hanya mengurangi pidana kurungan, MA juga mengurangi pencabutan hak politik Edhy dari 3 tahun menjadi 2 tahun.

Hukuman tersebut dihitung setelah Edhy Prabowo menjalani masa kurungan.

Meski demikian, Edhy tetap dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 9,68 miliar serta 77.000 dolar AS atau sekira Rp 1,09 miliar.

Putusan itu diambil pada Senin (7/3/2022) oleh tiga majelis kasasi yaitu Sofyan Sitompul, Gazalba Saleh, dan Sinintha Yuliansih.

Dalam pertimbangannya, hakim beralasan, pengurangan hukuman Edhy dilakukan karena hakim di tingkat banding tidak mempertimbangkan keadaan yang meringankan Edhy Prabowo.

Menurut hakim, Edhy Prabowo dianggap telah bekerja dengan baik sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

Setelah putusan yang dijatuhkan pada Edhy memiliki kekuatan yang tetap, tim jaksa eksekutor pada KPK mengeksekusi Edhy Prabowo ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas I Tangerang, Selasa (5/4/2022).

Edhy berada di Lapas Tangerang untuk menjalani pidana penjara selama 5 tahun dikurangi dengan masa penahanan sejak ditahap penyidikan. 

Dapat Remisi dan Kini Bebas Bersyarat

Kini, Edhy Prabowo mendapatkan bebas bersyarat sejak 18 Agustus 2023.

Koordinator Humas dan Protokol Ditjenpas Kemenkumham, Deddy Eduar Eka Saputra mengatakan, Edhy dibebaskan setelah mendapat Surat Keputusan Pembebasan Bersyarat (PB) dengan nomor: PAS-1436.PK.05.09 Tahun 2023 tanggal 17 Agustus 2023.

Selama menjalani pembebasan bersyarat, Edhy wajib lapor dan menjalani bimbingan di Balai Pemasyarakatan Kelas II Ciangir.

Deddy mengatakan, Edhy Prabowo mendapatkan remisi selama 7 bulan 15 hari lantaran dianggap berkelakuan baik selama menjalani masa tahanan pada 25 November 2020.

"Selama menjalani pidana, yang bersangkutan telah berkelakuan baik berdasarkan Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana dengan total mendapat remisi sebanyak 7 bulan 15 hari," kata Deddy.

Dengan demikian, sejak ditahan sampai bebas bersyarat, Edhy telah menjalani masa hukuman hampir tiga tahun.

Selain itu, Edhy juga sudah membayar denda dan uang pengganti sebagaimana yang telah diputuskan.

(Tribunnews.com/Sri Juliati/Ilham Rian Pratama)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini