Kepolisian didesak untuk menahan Ketua KPK non-aktif, Firli Bahuri setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan ke mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Hal ini disampaikan eks Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang dengan alasan agar tidak menimbulkan spekulasi di masyarakat.
"Saran saya langsung ditahan akan lebih baik untuk menghindari berbagai spekulasi yang seperti mungkin timbul belakangan ini," kata Saut saat dihubungi, Jumat (1/12/2023).
Meski begitu, Saut mengatakan penahanan tersebut sepenuhnya adalah kewenangan penyidik gabungan Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri.
"Saya kira penyidik akan lebih berwenang dan memiliki pertimbangan subjektif mereka apakah hari ini atau beberapa saat menjelang pelimpahan ke jaksa (melakukan penahanan)" jelasnya.
Firli Bahuri Jadi Tersangka
Polisi menetapkan Ketua KPK, Firli Bahuri sebagai tersangka di kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK ke eks Mentan, Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Penetapan tersangka ini setelah penyidik melakukan gelar perkara setelah melakukan langkah-langkah dalam proses penyidikan.
"Telah dilaksanakan gelar perkara dengan hasil ditemukan nya bukti yang cukup untuk menetapkan saudara FB selaku Ketua KPK RI sebagai tersangka," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Rabu (22/11/2023) malam.
Adapun Firli terbukti melakukan pemerasan dalam kasus korupsi di Kementerian Pertanian.
"Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan, atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya, terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian RI 2020-2023," jelasnya.
Adapun dalam kasus ini pasal yang dipersangkakan yakni Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP.
"Dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar," ungkap Ade.
Adapun sejumlah bukti berhasil disita oleh penyidik yang satu di antaranya adalah dokumen penukaran valas periode Februari 2021 hingga September 2023.
"Dokumen penukaran valas dalam pecahan SGD dan USD dari beberapa outlet money changer dengan nilai total sebesar Rp7.468.711.500 sejak bulan Februari 2021 sampai dengan bulan September 2023," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Rabu (23/11/2023).