Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan mengatakan 22 dari 39 aduan dugaan pelanggaran HAM terhadap pembela HAM dalam kurun waktu 2020-2023 telah ditindaklanjuti pihaknya.
Aduan tersebut, kata Hari, sudah ditindaklanjuti dengan mekanisme pemantauan dan penyelidikan oleh subkomisi pemantauan, penyelidikan, dan pengawasan.
Selain itu, kata dia, juga diberikan surat perlindungan.
Hal tersebut disampaikannya usai acara Konferensi Nasional Pembela HAM yang disiarkan secara luring di Bogor dan daring pada Kamis (7/12/2023).
"22 (aduan) telah direspons seperti pada kasus Air Bangis, pemerintah menghentikan proses kriminalisasi terhadap para pembela HAM, atau di kasus kriminalisasi Romo Pascal yang mengungkapkan kasus TPPO di Batam, kasus kriminalisasinya dihentikan," kata Hari saat dihubungi Tribunnews.com pada Kamis (7/12/2023).
Sebelumnya, Ketua Komnas HAM RI Atnike Nova Sigiro mengungkapkan selama periode 2020-2023 pihaknya telah menerima 39 aduam dugaan pelanggaran HAM terhadap pembela HAM.
Aduan tersebut meliputi ancaman dan serangan yang berkaitan di antaranya dengan hak atas rasa aman, hak memperoleh keadilan, hak hidup, dan hak berpendapat dan berekspresi.
Baca juga: Singgung Capres Terduga Pelanggaran HAM, Koalisi Masyarakat Sipil: Kami Edukasi Warga Agar Tak Pilih
Hal tersebut disampaikannya dalam pidato kuncinya pada acara Konferensi Nasional Pembela HAM yang disiarkan secara luring di Bogor dan daring pada Kamis (7/12/2023).
"Jumlah aduan yang diterima Komnas HAM tidak merefleksikan realitas utuh dari situasi pembela HAM di Indonesia. Itu adalah puncak gunung es," kata Atnike dalam siaran langsung di kanal Youtube Humas Komnas HAM RI pada Kamis (7/12/2023).
Atnike mengatakan fenomea tersebut menjadi puncak gunung es karena tidak semua pembela HAM menyadari aktifitas yang dilakukakannya merupakan aktifitas seorang pembela HAM.
Selain itu, para pembela HAM juga banyak yang belum mengetahui bagaimana prosedur, mekanisme, maupun peraturan perundang-undangan yang sesungguhnya telah mengetahui eksistensi maupun upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pembela HAM.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Tanggapi Hashim yang Sebut Tudingan Pelanggaran HAM ke Prabowo Tak Terbukti
Hingga hari ini, kata dia, pembela HAM masih sering berada dalam situasi yang memprihatinkan.
Pembela HAM, kerap mendapatkan ancaman dan atau serangan atas kegiatan yang mereka lakukan di dalam memajukan dan menegakkan hak asasi manusia.
Ancaman dan serangan terjadi dalam berbagai bentuk antara lain penghalangan atau pembatasan terhadap kegiatan pembelaan dan pemajuan HAM, serangan fisik, psikis, verbal, seksual baik secara langsung maupun melalui sarana digital, fitnah, diskriminasi, dan penyalahgunaan proses hukum.
Selain itu pembela HAM, juga harus berhadapan dengan proses hukum dan administratif yang tidak sah atau penyalahgunaan kewenangan adminiatratif dan pengadilan dalam berbagai bentuknya.
Penerapan peraturan perundang-undangan secara sewenang-wenang, perlakuan tidak setara di hadapan hukum dengan tujuan untuk menghentikan, menghalangi, atau memberikan stigma negatif terhadap pembela hak asasi manusia masih terjadi.
Tak hanya itu, pembela HAM juga kerap mengalami intimidasi baik secara langsung maupun tidak langsung melalui saluran telepon, pesan-pesan Whats App yang diterima dan disebarkan maupun sarana digital lainnya.
Ia mencontohkan misalnya doxing, bullying di internet atau di media sosial yang tujuannta untuk merusak reputasi pembela HAM, memberikan stigma buruk, atau label negatif.
Sedangkan yang lebih buruk dari itu ada pula kasus-kasus di mana pembela HAM dilukai bahkan dibunuh.
Ancaman dan serangan itu, kata dia, ditujukan untuk memghentikan upaya-upaya yang dilakukan oleh pembela HAM dalam melakukan pekerjaannya.
"Pelanggaran, ancaman, atau serangan yang ditujukan kepada pembela HAM juga kerap dialami atau ditujukan kepada keluarga, kerabat, sahabat, atau orang-orang yang dekat dengan pembela HAM," kata Atnike.
Mengutip Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pembela HAM periode 2014-2024, Michel Forst, Atnike mengatakan di banyak negara kegiatan pemajuan dan penegakan HAM masih merupakan kegiatan yang luar biasa berbahayanya.
"Mary Lawlor, Pelapor Khusus PBB mengenai Pembela HAM periode 2020-2023 mencatat bahwa selama tahun 2015 hingga 2019 pembunuhan terhadap pembela HAM paling tidak terjadi di 64 negara termasuk di Indonesia," kata dia.