TRIBUNNEWS.COM - Menanggapi pemberitaan penahanan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur terhadap eks Kepala Departemen PT IMS yang merupakan anak perusahaan PT INKA (Persero), terkait kasus pengadaan barang Consumable Tahun 2016-2017 di PT IMS, General Manager Sekretaris Perusahaan PT INKA (Persero) Chandra Agung Sasono menyampaikan bahwa pihak PT INKA (Persero) mendukung proses penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
“Kami akan transparan dan bekerjasama dengan Penyidik dari Kejati Jawa Timur dalam proses pemeriksaan selanjutnya sebagai bentuk komitmen kami terhadap Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG),” jelas Chandra.
Kronologi penahanan oleh Kejati
Sebelumnya, seperti dilansir Surya.co.id, dugaan korupsi terjadi di industri perkeretaapian, setelah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim menangani penggelapan dalam pengadaan suku cadang kereta api (KA) senilai Rp 14 miliar. Dalam kasus ini, kejati menahan HW yang diduga menggelapkan uang negara Rp 9 miliar yang seharusnya digunakan untuk pembelian suku cadang.
Kejati menahan HW yang merupakan mantan Kepala Departemen Pengadaan PT INKA Multi Solusi (IMS) itu pada 5 Desember 2023 lalu. PT IMS adalah anak perusahaan dari PT INKA (Industri Kereta Api).
Awal tindak korupsi itu adalah ketika HW yang merupakan pejabat BUMN itu pernah ditugasi mengurus pengadaan suku cadang kereta api senilai Rp 14 miliar. Tetapi dalam perjalanannya, HW malah mengakali pembelian suku cadang KA itu tidak sesuai penganggaran, dan menggelapkan Rp 9 miliar dari anggaran yang disediakan.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim, Mia Amiati menjelaskan, kasus ini terjadi tahun 2016-2017 ketika PT IMS diminta mengerjakan proyek pengadaan suku cadang kereta api senilai dari PT INKA. Dan dalam pengerjaannya, PT IMS membutuhkan supplier.
Sistem pembayaran dari pengadaan barang akan dilakukan dengan sistem tempo. Teknisnya, PT IMS terlebih dahulu order barang, kemudian setelah barang dikirim supplier diberikan dokumen penagihan. Dana kemudian dibayar ketika jatuh tempo.
"Pengadaan barang ini dikerjakan oleh penyedia barang perorangan, yakni inisial NC dan CV Arundaya Abadi," kata Mia, Rabu (6/12/2023).
Tersangka HW yang paham seluk-beluk pembelian suku cadang KA, kemudian menemukan supplier yang bisa menawarkan barang di bawah harga pasaran. HW pun tergoda, dan melibatkan dua orang familinya untuk diminta membuat CV yang akan mengarap proyek tersebut.
Dua anggota keluarganya kemudian diminta membuka rekening untuk pembayaran seluruh pengadaan barang. "Di mana rekening tersebut serta kartu ATM-nya dikuasai oleh tersangka HW," terang Mia.
Setelah CV berdiri, HW memutus kerjasama dengan penyedia barang perorangan, yakni NC dan CV Arundaya Abadi. Semua tagihan dibayar lunas, namun sebelum putus kerjasama dua supplier itu diminta membuat surat tagihan fiktif agar seolah-olah PT IMS sudah memesan suku cadang KA sesuai kebutuhan.
Tetapi praktik licin itu akhirnya meleset juga. Korupsi ini terbongkar ketika PT IMS melakukan audit dan ditemukan ada selisih antara permintaan barang dengan order yang didatangkan.
HW pun menjadi tersangka atas dugaan korupsi, dan kasus ini akan disidangkan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya. Menurut Mia, sangat memungkinkan dalam proses sidang akan muncul fakta-fakta baru untuk menangkap pihak-pihak lain yang terlibat. *