News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wamen LHK Jelaskan Urgensi Restorasi Ekosistem Gambut di COP28

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Acos Abdul Qodir
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kementerian LHK melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan menjadi penyelenggara diskusi yang membahas usulan Indonesia untuk memperbarui metode perhitungan pengurangan emisi dan gas rumah kaca dari perubahan tinggi muka air tanah di lahan gambut. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjelaskan urgensi restorasi ekosistem gambut.

Hal ini dikatakan Wakil Menteri (Wamen) LHK, Alue Dohong dalam diskusi yang membahas usulan Indonesia untuk memperbarui metode perhitungan pengurangan emisi dan gas rumah kaca dari perubahan tinggi muka air tanah di lahan gambut. 

Metode perhitungan ini merupakan panduan pemerintah dalam melaporkan inventarisasi gas rumah kaca nasional setiap negara, yang terdiri dari perkiraan emisi dan serapan gas rumah kaca. 

Diskusi panel yang digelar dalam penyelenggaraan Conference of the Parties 28 (COP-28) di Dubai ini dibuka secara langsung oleh Alue Dohong.

"Diskusi hari ini kita ingin menegaskan bahwa dalam inventarisasi dan reduksi emisi Gas Rumah Kaca, penting untuk memasukkan data capaian pemulihan ekosistem gambut," kata Alue Dohong dalam keterangannya Rabu (13/12/2023).

Sesi ini merupakan diskusi panel moderat dengan para ahli dan praktisi dalam restorasi lahan gambut, pengukuran karbon, dan pengembangan kebijakan. 

Tujuan dari sesi ini adalah untuk memberikan kesempatan dalam mengeksplorasi dan mendiskusikan usulan faktor emisi dan metodologi Emisi GRK pada ekosistem lahan gambut berdasarkan Tinggi Muka Air Tanah (TMAT).

Alue Dohong mengatakan, konsep dasar pengusulan metode tersebut, adalah memasukkan upaya restorasi ekosistem gambut yang bertujuan mengembalikan air dengan pembasahan kembali. 

Saat ini, catatan atau data dari aktivitas pembasahan ekosistem gambut belum termasuk dalam metode pengukuran tingkat tiga. 

Hal ini penting, berdasarkan publikasi IPCC, pengukuran tingkat tiga merupakan metode yang lebih akurat dan mempertimbangkan kompleksitas dan persyaratan data yang cukup dominan. 

"Data-data yang hasil pengukuran yang dilakukan dapat membangun faktor emisi khusus untuk Indonesia," ucap dia.

Baca juga: Jakarta Darurat Polusi Udara, Pengamat: BBM Ramah Lingkungan Jangan Sekadar Wacana

Selain itu, lanjut Wamen LHK, upaya pembasahan lahan gambut juga penting untuk menentukan status kerusakan ekosistem ini.

Untuk diektahui bahwa ekosistem gambut terdiri dari 90 persen air, dan peran air di lahan gambut sangat penting untuk mengurangi potensi proses dekomposisi yang merupakan sumber emisi metana dan nitrous oxide, dan karbon dioksida, ketika lahan gambut dikeringkan, terdegradasi dan terbakar. 

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini