TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua KPK non-aktif, Firli Bahuri dipastikan tidak hadir dalam pemanggilan pemeriksaan kasus pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), Kamis (21/12/2023).
Kuasa Hukum Firli, Ian Iskandar mengatakan kliennya saat ini sedang ada agenda penting sehingga tidak dapat hadir dalam pemeriksaaan tersebut.
"Iya (ada agenda penting). Itu kan kita Minta tunda itu karena ada agenda," kata Ian saat dihubungi, Kamis.
Ian mengatakan ketidakhadiran kliennya itu sudah diinformasikan kepada penyidik sehingga meminta penundaan pemeriksaan.
"Sebenarnya sudah ada permohonan (penundaan) kami ke Polda (Metro Jaya)" ungkapnya.
Ian mengaku tidak mengetahui agenda pemeriksaan hari ini terkait apa.
Dia hanya mengatakan kliennya diagendakan untuk memberikan keterangan tambahan.
Padahal, berkas perkara tahap I sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.
"Kami nggak tau ya. Agenda yang dimaksud seperti apa tapi yang jelas berkas perkara kan sudah dikirimkan ke kejaksaan tahap 1. Terkait apa keterangan tambahan kami tidak tahu tapi yang jelas kami minta penundaan," jelasnya.
"Karena kami minta supaya diselesaikan dulu yang terkait dengan pasal 65 KUHAP itu. Terkait menghadirkan saksi yang meringankan," sambungnya.
Firli Bahuri Jadi Tersangka
Polisi menetapkan Ketua KPK, Firli Bahuri sebagai tersangka di kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK ke eks Mentan, Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Penetapan tersangka ini setelah penyidik melakukan gelar perkara setelah melakukan langkah-langkah dalam proses penyidikan.
"Telah dilaksanakan gelar perkara dengan hasil ditemukan nya bukti yang cukup untuk menetapkan saudara FB selaku Ketua KPK RI sebagai tersangka," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Rabu (22/11/2023) malam.
Baca juga: Firli Bahuri Belum Ditahan, Eks Mentan SYL Lelah Diborgol KPK: Capek Banget
Adapun Firli terbukti melakukan pemerasan dalam kasus korupsi di Kementerian Pertanian.
"Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan, atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya, terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian RI 2020-2023," jelasnya.
Adapun dalam kasus ini pasal yang dipersangkakan yakni Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP.
"Dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar," ungkap Ade.