Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut bahwa pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tahun 2012 fiktif.
Akibatnya, proyek yang dulu ada di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) tersebut tidak dimanfaatkan sama sekali.
Baca juga: KPK Tetapkan Politikus PKB dan Pejabat Kemnaker Tersangka Korupsi Sistem Proteksi TKI
Dari total nilai proyek Rp20 miliar, sebesar Rp17,6 miliar di antaranya disinyalir dikorupsi.
Diduga masuk ke kantong mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Reyna Usman cs.
Baca juga: Timnas AMIN dan Cak Imin Buka Suara soal Reyna Usman Ditangkap KPK Imbas Dugaan Korupsi Proteksi TKI
“Iya (bisa disebut fiktif),” ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (30/1/2024).
"Terkait dengan proyek ini kan kemudian dugaannya tidak bisa dimanfaatkan. Sehingga hampir total loss kan dari Rp20 miliar ke (kerugian) Rp17,6 miliar," imbuhnya.
KPK memang sedang mengusut perkara dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi TKI di Kemnaker.
Satu tersangka baru dilakukan penahanan pada Senin, 29 Januari. Dia adalah Karunia selaku Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM).
"Tim penyidik melakukan penahanan untuk 1 orang tersangka yaitu KRN (Karunia) selaku Direktur PT AIM untuk 20 hari pertama di Rutan cabang KPK. Penahanan dimulai tanggal 29 Januari 2024 hingga 17 Februari 2024," kata Ali.
Ada tiga tersangka yang dijerat KPK pada kasus ini. Reyna Usman dan I Nyoman Darmanta selaku ASN Kemnaker dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan sistem proteksi TKI sudah ditahan lebih dahulu.
Baca juga: KPK Periksa 2 Tersangka Kasus Korupsi Sistem Proteksi TKI di Kemnaker
Reyna Usman dalam jabatannya selaku Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, mengajukan anggaran untuk tahun anggaran 2012 sebesar Rp20 miliar ke Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja.
Selanjutnya, I Nyoman Darmanta dipilih dan diangkat sebagai PPK dalam pengadaan tersebut.
"Sekitar Maret 2012, atas inisiatif dari RE (Reyna Usman) dilakukan pertemuan pembahasan awal yang dihadiri IND (I Nyoman Darmanta) dan KRN selaku Direktur PT AIM yang kemudian atas perintah RU terkait penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) disepakati sepenuhnya menggunakan data tunggal dari PT AIM," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis (25/1/2024).
Untuk proses lelang yang sejak awal telah dikondisikan pihak pemenangnya adalah perusahaan milik Karunia, di mana Karunia sebelumnya telah menyiapkan dua perusahaan lain seolah-olah ikut serta dalam proses penawaran dengan tidak melengkapi syarat-syarat lelang, sehingga nantinya PT AIM dinyatakan sebagai pemenang lelang.
"Pengondisian pemenang lelang, diketahui sepenuhnya oleh IND dan RU," kata Alex.
Ketika kontrak pekerjaan dilaksanakan, lanjut Alex, setelah dilakukan pemeriksaan dari Tim Panitia Penerima Hasil Pekerjaan didapati adanya item-item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang disebutkan dalam surat perintah mulai kerja, di antaranya komposisi hardware dan software.
Selain itu, atas persetujuan Darmanta selaku PPK, dilakukan pembayaran 100 persen ke PT AIM walaupun fakta di lapangan untuk hasil pekerjaan belum sepenuhnya mencapai 100 persen.
"Kondisi faktual dimaksud di antaranya belum dilakukan instalasi pemasangan hardware dan software sama sekali untuk yang menjadi basis utama penempatan TKI di negara Malaysia dan Saudi Arabia," ujar Alex.
"Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan RI, dugaan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dalam pengadaan ini sejumlah sekitar Rp17,6 miliar," imbuhnya.
Ketiga tersangka dimaksud disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.