TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan terkait intervensi Gubernur nonaktif Maluku Utara (Malut) Abdul Gani Kasuba dalam pengaturan proyek di Pemprov Malut.
Tim penyidik juga mendalami pemberian izin dari Abdul Gani untuk memutasi serta merotasi jabatan ASN di lingkungan Pemprov Maluku Utara.
Materi pemeriksaan itu didalami penyidik KPK saat memeriksa empat saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan dan perizinan proyek di Pemprov Maluku Utara, Senin, 19 Februari 2024.
Empat saksi dimaksud yakni, Samsudin Abdul Kadir, Sekda Maluku Utara; Nirwan M. T. Ali, Inspektorat Maluku Utara; Jufri Salim, PNS; dan Muabdin Hi Radjab, pensiunan PNS.
"Keempat saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain kaitan dengan dugaan adanya peran penuh dan intervensi aktif dari tersangka AGK untuk mengatur berbagai proyek, pemberian izin termasuk mutasi dan rotasi jabatan di lingkungan Pemprov Maluku Utara," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (21/2/2024).
Ali mengatakan, tim penyidik KPK juga mendalami dugaan aliran uang kepada Abdul Gani melalui orang kepercayaannya.
Hal itu didalami KPK lewat tiga saksi swasta, yaitu Olivia Bachmid; Eddy Sanusi, Direktur Utama PT Adidaya Tangguh; dan Silvester Andreas.
"Sedangkan untuk tiga pihak swasta juga hadir, tim penyidik masih terus melanjutkan materi pemeriksaan kaitan dugaan aliran uang yang diterima tersangka AGK melalui beberapa perantara orang kepercayaannya," kata Ali.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan tujuh orang tersangka usai operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Ternate, Malut dan Jakarta pada Senin, 18 Desember 2023.
Ketujuh orang tersangka itu yakni Abdul Gani Kasuba (AGK) selaku Gubernur nonaktif Malut; Adnan Hasanudin (AH) selaku Kadis Perumahan dan Pemukiman Pemprov Malut.
Kemudian, Daud Ismail (DI) selaku Kadis PUPR Pemprov Malut; Ridwan Arsan (RA) selaku Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ); Ramadhan Ibrahim (RI) selaku ajudan Abdul Gani; Direktur Eksternal PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) Stevi Thomas (ST); dan Kristian Wuisan (KW) selaku swasta.
Dalam perkaranya, Abdul Gani ikut serta dalam menentukan siapa saja dari pihak kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek pekerjaan.
Untuk menjalankan misinya tersebut, Abdul Gani kemudian memerintahkan Adnan, Daud, dan Ridwan untuk menyampaikan berbagai proyek di Provinsi Malut.
Adapun besaran berbagai nilai proyek infrastruktur jalan dan jembatan di Pemprov Malut mencapai pagu anggaran lebih dari Rp500 miliar, di antaranya pembangunan jalan dan jembatan ruas Matuting-Rangaranga, pembangunan jalan dan jembatan ruas Saketa-Dehepodo.
Dari proyek-proyek tersebut, Abdul Gani kemudian menentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor.
Selain itu, Abdul Gani juga sepakat dan meminta Adnan, Daud, dan Ridwan untuk memanipulasi progres pekerjaan seolah-olah telah selesai di atas 50 persen agar pencairan anggaran dapat segera dicairkan.
Di antara kontraktor yang dimenangkan dan menyatakan kesanggupan memberikan uang yaitu Kristian.
Selain itu, Abdul Gani Kasuba diduga salah satunya menerima suap dari Stevi Thomas melalui Ramadhan Ibrahim.
Sejauh ini KPK menduga pemberian uang oleh Stevi Thomas itu terkait pengurusan perijinan pembangunan jalan yang melewati perusahannnya.
Abdul Gani selain itu juga diduga menerima uang dari para ASN di Pemprov Malut untuk mendapatkan rekomendasi dan persetujuan menduduki jabatan di Pemprov Malut.
Sebagai bukti permulaan awal, terdapat uang yang masuk ke rekening penampung sejumlah sekitar Rp2,2 miliar.
Uang-uang tersebut kemudian digunakan di antaranya untuk kepentingan pribadi Abdul Gani berupa pembayaran menginap hotel dan pembayaran dokter gigi.
Atas perbuatannya, Abdul Gani Kasuba, Ridwan Arsan, dan Ramadhan Ibrahim yang diduga pihak penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara, Stevi Thomas, Khristian Wuisan, Adnan Hasanudin, dan Daud Ismail yang diduga sebagai pihak pemberi disangkakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.