Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar mantan Kepala Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono terkait transaksi miliaran rupiah yang dilakukan menggunakan rekening atas nama orang lain.
Andhi Pramono merupakan terdakwa kasus dugaan penerimaan gratifikasi di lingkungan Bea dan Cukai.
Jaksa KPK mulanya menanyakan eks Kepala Bea dan Cukai itu soal adanya penerimaan uang Rp 2,7 miliar yang berasal dari pengusaha bernama Ronny Faslah. Andhi mengatakan, hubungan dia dan Ronny merupakan sahabat.
Andhy menyebut, dia dan Ronny sering saling menitipkan uang. Terdakwa beralasan, hal ini dilakukan karena adanya bisnis dengan seseorang bernama Sia Leng Salem.
"Saya sering minta saudara Ronny kalau saya tidak ada di Batam, kadang-kadang Pak Salem titipkan uang baik itu rupiah atau dollar untuk disampaikan ke saya. Jadi penerimaan ini semua bukan dari Ronny itu saya pastikan semua itu dari Pak Salem yang dilewatkan lewat Ronny," kata Andhi, dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (26/2/2024).
Jaksa kemudian mempertanyakan beberapa rekening atas nama orang lain yang dipakai oleh Andhi. Di antaranya, Ronny Faslah dan Istrinya, Nur Kumalasari.
Andhi mengeklaim, penggunaan rekening atas nama orang lain itu bertujuan untuk membedakan penerimaan.
Sebab, menurut Andhi, dia memiliki penerimaan dari pekerjaannya sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan dari usaha lain.
"Tujuan saya pakai rekening orang lain, tidak punya saya atau keluarga saya, saya sebenarnya ingin membedakan penerimaan saya selaku PNS dengan penerimaan saya yang berasal dari hasil mitra atau rekan kerja usaha saya," jelas Andhi.
"Kenapa harus menggunakan nama Ronny Faslah dan Nur Kumalasari?" tanya Jaksa KPK.
Baca juga: Firli Bahuri Dipastikan Absen dari Panggilan Polisi soal Kasus Pemerasan SYL Hari Ini
"Mungkin itu karena saya mau membedakan penerimaan saya dari jabatan di PNS dengan penerimaan lainnya atau penerimaan dari hasil usaha yang saya kelola,” jawab Andhi.
“Terus kenapa kalau saya punya Ronny Faslah karena Ronny Faslah sahabat dekat saya dan saya mohon izin sama dia pakai rekeningnya dan Ronny Faslah membolehkan dan mengizinkan akhirnya saya pakai," tambah terdakwa Andhi.
Lebih lanjut, Andhi menerangkan, rekening Ronny Faslah telah digunakannya sejak tahun 2012. Ia menyebut, rekening tersebut digunakan untuk penerimaan hasil bisnisnya bersama Sia Seng Salem.
"Saudara mendalihkan semua penerimaan dari Ronny Faslah ini terkait usaha saudara dngan Sia Leng Salem. Mengapa ketika saudara meminta kepada Ronny Faslah untuk melakukan setor tunai ke rekening yang saudara tunjuk itu jumlahnya selalu tidak melebihi ambang batas yang ditetapkan?” tanya Jaksa.
“Misalnya tidak melebihi dari Rp 500 juta, misal jumlah uang yang diterima itu ada Rp 1 miliar itu saudara menurut keterangan Ronny Faslah selalu memerintahkan kepada untuk memecah-mecah transaksi ketika akan menyetorkan kembali ke rekening yang saudara tunjuk, kenapa demikian?" tanya jaksa menambahkan.
"Mungkin saya perintahnya kepada Ronny hanya bertahap saja. Jangan terlalu besar," ucap Andhi.
"Keterangan saudara Ronny di persidangan mengatakan supaya tidak dicurigai PPATK?" tanya jaksa kembali.
Merespons hal tersebut, Andhi membantah. Ia menyebut, permintaannya kepada Ronny untuk mengirim uang secara bertahap itu dilakukan lantaran penggunaan uang yang diperlukannya tidak membutuhkan jumlah besar.
"Saya tidak pernah menyampaikan hal itu. Dalam konteks pengiriman saya selalu menyampaikan secara bertahap saja, saya tidak pernah menyampaikan itu masalah PPATK, itu dilarang atau enggak. Jadi saya hanya menyampaikan hanya bertahap saja untuk dikirimkan kepada saya," jelas Andhi.
"Mengapa harus bertahap. Ini kan usaha saudara kemudian atas nama rekening Ronny Faslah. Terlebih lagi ketika ada penerimaan dari Ronny Faslah yang saudara katakan itu dari Sia Leng Salem itu ditarik lagi dan disetor lagi ke rekening lain yang bukan atas nama saudara?" tanya Jaksa.
"Karena kebutuhan dan kepentingannya memang bertahap. Karena kebutuhan dan kepentingannya bertahap seperti itu. Jadi sesuai dengan situasi dan kondisi," jawab terdakwa Andhi.
Sebagai informasi, mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono didakwa menerima gratifikasi dengan total Rp58,9 miliar.
Gratifikasi itu diterima Andhi dalam bentuk mata uang rupiah, dolar Amerika Serikat, dan dolar Singapura.
Tindak pidana ini terjadi sepanjang periode 2012 sampai dengan 2023 saat Andhi menjabat sebagai Pj Kepala Seksi Penindakan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Riau dan Sumatera Barat pada 2009-2012; Kepala Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai V Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean (PMB) B Palembang tahun 2012-2016.
Baca juga: Kasus Korupsi Eks Kepala Bea Cukai Makassar, KPK Sita 14 Ruko dan 2 Rumah
Kemudian Kepala KPPBC TMP B Teluk Bayur 2016-2017; Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai pada Kantor Wilayah Ditjen Bea dan Cukai Jakarta tahun 2017-2021; dan Kepala KPPBC TMP B Makassar 2021-2023.
Dalam perkembangannya, KPK menjerat Andhi Pramono dengan pasal pencucian uang.