TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri atas 20 Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dan lembaga menolak kenaikan pangkat kehormatan Jenderal Tentara Nasional Indonesia (TNI) kepada Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto Letjen (Purn) Prabowo Subianto yang diberikan Presiden Joko Widodo, Rabu (28/2/2024).
Penolakan itu, disampaikan oleh Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), IMPARSIAL, IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia), Asia Justice and Rights (AJAR), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), ELSAM, HRWG, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI), Centra Initiative, Lokataru Foundation, Amnesty International Indonesia, Public Virtue, SETARA Institute, Migrant CARE, The Institute for Ecosoc Rights, Greenpeace Indonesia, Public Interest Lawyer Network (Pil-NET Indonesia), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Banten (LBH Keadilan), dan
Lembaga Pengembangan Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (LPSHAM).
Dalam pernyataan bersama, Koalisi Masyarakat Sipil mengecam pemberian kenaikan pangkat kehormatan Jenderal (HOR) bintang empat untuk Prabowo Subianto.
Hal ini selain tidak tepat, juga melukai perasaan korban dan mengkhianati Reformasi 1998.
"Pemberian gelar jenderal kehormatan kepada Prabowo Subianto merupakan langkah keliru. Gelar ini tidak pantas diberikan mengingat yang bersangkutan memiliki rekam jejak buruk dalam karir militer, khususnya berkaitan dengan keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu. Pemberian gelar tersebut lebih merupakan langkah politis transaksi elektoral dari Presiden Joko Widodo yang menganulir keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu," demikian bunyi pernyataan bersama Koalisi Masyarakat Sipil, pada Rabu (28/2/2024).
Seperti diketahui, Kementerian Pertahanan menyebut alasan pemberian tanda kehormatan tersebut adalah karena dedikasi serta kontribusi Prabowo Subianto telah diakui dalam dunia militer.
Mabes TNI dikabarkan merupakan pengusul pemberian jenderal penuh untuk Prabowo Subianto dan diklaim telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.
Gelar serupa pernah disematkan kepada sejumlah purnawirawan TNI yang sempat menjabat menteri.
Mulai dari Susilo Bambang Yudhoyono, Luhut Binsar Pandjaitan, Agum Gumelar, A.M. Hendropriyono, hingga Sarwo Edhie Wibowo.
Koalisi Masyarakat Sipil mengingatkan bahwa berdasarkan Keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor: KEP/03/VIII/1998/DKP, Prabowo Subianto telah ditetapkan bersalah dan terbukti melakukan beberapa penyimpangan dan kesalahan termasuk melakukan penculikan terhadap beberapa aktivis pro demokrasi pada tahun 1998.
Berdasarkan surat keputusan itu, Prabowo Subianto kemudian dijatuhkan hukuman berupa diberhentikan dari dinas keprajuritan.
Pemberian pangkat kehormatan terhadap seseorang yang telah dipecat secara tidak hormat oleh TNI sejatinya telah mencederai nilai-nilai profesionalisme dan patriotisme dalam tubuh TNI.
"Selain itu, apresiasi berupa pemberian kenaikan pangkat kehormatan inipun justru bertentangan dengan janji Presiden Joko Widodo dalam Nawacitanya untuk menuntaskan berbagai kasus Pelanggaran berat HAM di Indonesia sejak kampanye Pemilu di tahun 2014," kata Azharul Husna, dari Kontras Aceh, atas nama Koalisi Masyarakat Sipil.
Terlebih, pada 11 Januari 2023, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan pidato pengakuan dan penyesalan atas 12 kasus pelanggaran HAM berat salah satunya kasus penculikan dan penghilangan paksa yang telah ditetapkan oleh Komnas HAM sebagai pelanggaran HAM berat sejak tahun 2006.
Dengan demikian, hal ini haruslah beriringan dengan konsistensi, komitmen, dan langkah nyata dari pemerintah untuk mengusut tuntas kasus ini dan mengadili para pelaku alih-alih melindungi mereka dengan tembok impunitas dan memberikan kedudukan istimewa dalam tatanan pemerintahan negara ini.
Koalisi Masyarakat sipil menyampaikan, pemberian gelar kehormatan kepada Prabowo Subianto juga merupakan bentuk pengkhianatan terhadap gerakan Reformasi 1998.
Baca juga: Kisah Haji Isam, Berawal dari Jadi Tukang Ojek yang Kini Jadi Triliuner
"Kebebasan yang kita nikmati hari ini merupakan buah perjuangan para martir dari Gerakan Reformasi 1998. Bagaimana mungkin, mereka yang dulu ditumbangkan oleh Reformasi 1998 justru, pada Rabu (28/2/2024) diberikan penghargaan," sebut pernyataan itu. (*)