TRIBUNNEWS.COM - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan bakal kembali mengadakan praperadilan terkait penyidikan kasus hukum yang melibatkan eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, Rabu (13/3/2024) hari ini.
Praperadilan Firli ini terkait dengan kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Praperadilan yang dimohonkan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) ini menyeret Kapolri, Kapolda Metro Jaya, hingga Kajati DKI Jakarta sebagai pihak termohon.
Alasan diajukannya praperadilan ini karena pihak Polda Metro Jaya tak segera melakukan penahanan terhadap Firli.
Padahal yang bersangkutan telah berstatus sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dan korupsi terhadap SYL sejak Rabu, 22 November 2023.
"Nomor Perkara: 33/Pid.Pra/2024PN JKT.SEL. Rabu 13 Maret 2024. 10:00:00 sampai dengan selesai. Sidang Pertama. Ruang Sidang 04," dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, Selasa (12/3/2024).
MAKI sebagai pemohon, dalam petitum permohonannya, meminta supaya Hakim Tunggal yang nantinya bertugas memerintahkan agar para termohon menahan Firli Bahuri sebagai tersangka.
"PARA PEMOHON mengajukan Permohonan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, untuk berkenan memeriksa selanjutnya memutus sebagai berikut: Memerintahkan PARA TERMOHON melakukan penahanan terhadap Firli Bahuri," kata Boyamin dalam dokumen permohonan praperadilan yang diterima Tribunnews.com.
Sebagai informasi, Firli dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman penjara seumur hidup.
Pria berusia 60 tahun itu pernah mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan karena menilai penetapannya sebagai tersangka tidak sah, tetapi gugatan itu diputus tidak dapat diterima.
Berdasarkan putusan itu, Firli kembali mengajukan praperadilan lagi ke PN Jakarta Selatan.
Baca juga: DPR Minta Firli Bahuri Segera Ditindak Usai Selalu Mangkir Pemeriksaan Polisi
Permohonan praperadilan kedua itu disampaikannya pada Senin, 22 Januari 2024. Namun, kembali dicabut dengan alasan teknis dan perlu elaborasi lebih jauh.
Desakan Supaya Firli Ditahan
Desakan agar Firli Bahuri segera ditahan beberapa kali bermunculan. Salah satunya dari mantan Ketua KPK, Abraham Samad.
Di mana ia sempat mendatangi Mabes Polri dan bersurat kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mempertanyakan perkembangan kasus pemerasan dengan tersangka Firli Bahuri, Jumat (1/3/2024).
Abraham datang bersama mantan Wakil Ketua KPK, Saut Sitomorang, M Jasin, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, dan peneliti ICW Kurnia Ramadhana yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi.
Selain itu, terlihat pula eks Penyidik KPK, Novel Baswedan yang ikut mendampingi Abraham Samad cs.
Kala itu, ia mengatakan kegiatan tersebut dilakukan karena melihat kasus Firli yang belum menunjukkan perkembangan setelah kurang lebih 100 hari bergulir usai Firli menjadi tersangka.
"Oleh karena itu kita melihat kasus ini berjalan di tempat, kenapa kita melihatnya berjalan di tempat? Karena sampai hari ini kita lihat tidak ada progres yang menunjukan kemajuan yang signifikan," kata Abraham Samad kepada wartawan di Mabes Polri, Jumat.
Menurutnya, Firli sudah sepantasnya ditahan jika melihat kasus yang tengah menjeratnya tersebut, meski tetap ada alasan-alasan subjektif dari penyidik untuk tidak melakukan penahanan.
"Kalau kita lihat di KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana), pasal-pasal yang dikenakan kepada Firli itu sudah memenuhi syarat untuk dilakukan penahanan, itu yang pertama."
"Kemudian yang kedua, kalau kita berkaca dari asas hukum equality before the law, maka ini menjadi sebuah keharusan Firli harus ditahan."
"Kenapa harus ditahan? Agar masyarakat melihat bahwa equality before the law itu memang diterapkan, semua orang sama kedudukannya di depan hukum," sambungnya.
Ia berpendapat, jika Firli tidak ditahan, hal itu akan menimbulkan persepsi negatif terhadap penegakan hukum yang ada.
"Mereka melihat kalau masyarakat biasa yang disidik oleh kepolisian itu cepat-cepat ditahan, tapi kalau Firli Bahuri dia mantan Ketua KPK itu diberikan privilege, keistimewaan, keistimewaan sehingga beliau tidak dilakukan penahanan, ini bisa menimbulkan keresahan di masyarakat," jelasnya.
Di sisi lain, Abraham menilai Firli wajib ditahan karena menurutnya tindak pidana yang dilakukannya masuk dalam kategori bahaya.
"Kalau kasusnya berjalan maka setidak-tidaknya penyidik dalam hal ini sudah melakukan penahanan agar mencegah tersangka itu bisa melakukan hambatan-hambatan atau bisa suatu ketika mempengaruhi proses jalannya persidangan yang akan dilaksanakan," ungkapnya.
(Tribunnews.com/Deni/Ashri Fadilla/Abdi Ryanda)