TRIBUNNEWS.COM – Gerakan global untuk memboikot produk Israel terus berlanjut di beberapa negara, termasuk Indonesia. Hal ini merupakan bentuk simpati dan sekaligus perlawanan atas genosida Israel di Gaza, Palestina.
Terkait informasi produk yang terafiliasi dengan Israel, Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI), lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, mengimbau agar konsumen di Indonesia tidak perlu bingung karena masyarakat kini bisa mengecek dan menggali sendiri informasi keterkaitan perusahaan global yang memiliki afiliasi dengan Israel pada dua situs gerakan boikot terpercaya, yakni Boycott.Thewitness dan Bdnaash.
“YKMI telah mengidentifikasi sepuluh produk pro genosida dengan sejumlah kriteria. Salah satu yang menjadi acuan adalah data dari situs Boycott.Thewitness dan Bdnaash,” kata Direktur Eksekutif YKMI, Ahmad Himawan, dalam diskusi publik bertema "Ramadhan Tanpa Produk Genosida" di Jakarta, Jumat (15/3/2024).
Dalam dialog itu, Ahmad menyebut bahwa berdasarkan analisa dan kajian internal, YKMI merekomendasikan boikot massal atas sepuluh brand besutan perusahaan multinasional asing. “Kami menyarankan konsumen Muslim menghindari semua produk tersebut sejak Ramadhan 1445, “ katanya. “Konsumen Muslim seharusnya menggunakan produk-produk alternatif sebagai pengganti.”
Dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Ahmad menjelaskan sejumlah kriteria yang menjadikan kesepuluh brand tersebut disebut sebagai produk terafiliasi Israel atau produk genosida, meski beberapa di antaranya diproduksi di Indonesia. Salah satunya adalah sebagian atau sahamnya perusahaan dimiliki oleh perusahaan Israel serta perusahaan secara terbuka atau tersirat memberikan dukungan kepada Israel dan kejahatan Israel di Palestina.
“Kami percaya aksi boikot ini lebih besar manfaatnya bagi kemanusiaan dibandingkan dengan efek negatifnya yang coba dibesar-besarkan untuk menggagalkan gerakan ini. Misalnya saja soal tuduhan bakal munculnya pengangguran karena aksi boikot ini,” kata Ahmad menyebut masih ada beberapa produk genosida lainnya yang sering dikonsumsi masyarakat.
Menurut mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini, semenjak muncul aksi boikot produk terafiliasi Israel, terjadi peralihan penggunaan konsumen atas produk-produk nasional. Dia mengklaim perusahaan nasional yang tidak terafiliasi Israel juga mulai membuka lapangan pekerjaan baru, di mana kebutuhan tersebut terbuka untuk semua level pekerjaan.
“YKMI justru melihat bahwa seiring boikot, produk- produk nasional mengalami peningkatan penjualan yang signifikan serta membuka lapangan pekerjaan baru,” katanya meyakini boikot bisa menghadirkan dampak memukul yang besar bagi perekonomian Israel.
“Kami yakin aksi boikot ini mampu melemahkan ekonomi Israel dan dalam jangka panjang membuat Israel tak punya kekuatan untuk menyerang dan membunuh Bangsa Palestina,” katanya.
Baca juga: Jelang Ramadan, MUI Beri Arahan Khusus untuk Boikot Semua Produk Terafiliasi Israel
Momen Merek Lokal
Sebelumnya, pengajar Komunikasi Pemasaran di London School of Public Relations, Safaruddin Husada, menyebut boikot massal atas produk besutan perusahaan multionasional asing yang menggejala di tengah genosida Israel atas Gaza sebagai "berkah terselubung" bagi industri lokal. Menurutnya, brand lokal kini punya keleluasaan mengkomunikasikan keunggulan produknya sekaligus posisi brand sebagai produk nasional yang berkomitmen pada nilai-nilai kemanusian yang universal.
"Sebenarnya, ini momen yang pas bagi merek lokal untuk menunjukkan ke publik kalau mereka berdiri di sisi yang benar, tidak memiliki keterkaitan apapun yang sifatnya bisa melanggengkan penjajahan Israel atas Palestina," kata Safaruddin ke awak media, Jumat (15/3/2024).
Dia berpendapat kesadaran brand konsumen di Indonesia saat ini berkelindan dengan simpati konsumen atas derita Bangsa Palestina. "Kuncinya brand yang berhasil mengkomunikasikan reputasinya sebagai perusahaan yang bersih dari tindakan tak berperikemanusiaan, seperti yang dengan kasat mata dipraktikkan Israel di Gaza hari-hari ini, yang bakal mendapat tempat khusus di hati konsumen," katanya.
Pandangan senada datang dari pakar komunikasi lainnya, Algooth Putranto. Menurutnya, masalah terbesar sejumlah brand perusahaan multinasional yang tengah didera gelombang boikot adalah ketiadaan keterbukaan terkait nature hubungan induk mereka di luar negeri dengan rezim zionis Israel.
"Berbagai pernyataan dan bahkan penyangkalan dari sejumlah brand asing sejauh ini nampaknya tak berbekas, karena konsumen juga sudah pintar, bisa mencari sendiri informasi yang tersedia secara ekstensif di internet," katanya. "Tak ada jalan lain, mereka harus berani berterus terang terkait relasi induk mereka dengan Israel. Kejujuran seperti itu yang ingin didengar konsumen."
Karena itu, menurut Algooth, brand lokal sejatinya bisa meraup keuntungan dari perubahan preferensi masyarakat atas produk besutan perusahaan multinasional asing.