Oditur Militer kemudian menyetujui tanggal tersebut.
Pembacaan eksepsi dari tim penasehat hukum terdakwa disepakati dibacakan pada Senin (22/4/2024).
Henri kemudian dibawa ke luar ruang sidang atas perintah Adeng.
Sidang kemudian ditunda hingga Senin (22/4/2024) dengan agenda pembacaan eksepsi terdakwa.
Usai sidang, penasehat hukum Henri, Muhammad Adrian Zulfikar mengatakan sejumlah hal yang akan disampaikan dalam eksepsi di antaranya adalah perihal inkonsistensi dalam surat dakwaan.
Inkonsistensi yang dimaksud adalah perbedaan jumlah uang Dako yang diterima Henri dalam surat dakwaan.
Menurutnya dalam dakwaan pertama yakni pasal 12 a UU RI nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Henri dinyatakan menerima Rp7,8 miliar.
Namun pada dakwaan kedua yakni Pasal 12 b UU RI nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan dakwaan ketiga yaitu Pasal 11 UU RI nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Henri dinyatakan menerima Rp8,6 miliar.
Kedua, lanjut Adrian, pihaknya mempertanyakan proyek sumber Dana Komando yang berbeda-beda di dalam dakwaan.
"Ketiga, kami tidak melihat cara-caranya. Pasal yang didakwakan ini kan pasal yang memang ada hadiah atau janji kemudian pejabat ini bergerak. Itu cara-cara tidak tersurat, tidak kami lihat dalam surat dakwaan tersebut," kata dia.
"Sehingga menurut kami alangkah baiknya jika memang nantinya bisa diperbaiki surat dakwaan. Biar lebih clear persidangan arahnya ke mana," sambung dia.
Sebelumnya, dalam dakwaan yang dibacakan Oditur Militer Laksdya TNI Wensuslaus Kapo, Henri didakwa menerima suap dengan sandi Dana Komando senilai total sekira Rp 8,6 miliar dari dua pengusaha swasta.
Oditur Militer Tinggi mendakwa dia menerima suap tersebut dari (saksi 9) Direktur Utama CV Pandu Aksara dan PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil dan (saksi 10) Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati dan PT Bina Putera Sejati atau Sejati Grup Mulsunadi Gunawan.
Ia didakwa menerima suap tersebut sejak menjabat sebagai Kepala Basarnas pada Februari 2021 sampai tahun 2023 terkait sejumlah proyek di antaranya pengadaan pendeteksi korban reruntuhan hingga pengadaan robot (ROV) untuk KN SAR Ganesha.