Kemudian yang ketiga, sebut Boyamin, berkaitan dengan klaster kerugian lingkungan hidup.
Di mana bekas tambang tersebut dibiarkan tak terurus.
"Bekas tambang dibiarkan berlubang-lubang, tanaman yang tergusur enggak ada yang mengganti, sungai yang hancur juga enggak ada yang ganti. Jadi itu yang kemudian nanti klaster ketiga itu yang kerugian lingkungan hidupnya," sebutnya.
Berikutnya, klaster keempat terkait dengan aliran uang.
"Dan klaster yang keempat adalah aliran uang. Tadi saya sudah saya contohkan, ada yang menerima 1,6 sekarang menjadi tersangka, ada orang yang kira-kira punya money changer dan diminta untuk juga menyalurkan uang dengan CSR, Helena Lim itu jadi tersangka. Dan kemudian lebih besar lagi, ini kepala dan badannya itu," katanya.
Seperti diketahui, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung telah menetapkan 16 orang sebagai tersangka, yakni SW alias AW dan MBG, keduanya selaku pengusaha tambang di Kota Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Tersangka HT alias ASN selaku Direktur Utama CV VIP (perusahaan milik Tersangka TN alias AN), MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk 2016-2021, EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk 2017-2018.
Selanjutnya, BY selaku Mantan Komisaris CV VIP; RI selaku Direktur Utama PT SBS, TN selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN, AA selaku Manajer Operasional tambang CV VIP.
Lalu RL selaku General Manager PT TIN; SP selaku Direktur Utama PT RBT, RA selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, ALW selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 dan Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah Tbk.
Kemudian, dua tersangka yang menarik perhatian publik, yakni crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim selaku Manajer PT QSE dan Harvey Moeis, selaku perpanjangan tangan PT RBT.
Dalam perkara ini, penyidik juga menetapkan satu tersangka terkait perintangan penyidikan berinisial TT.