TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Sosial menyelenggarakan uji publik terkait mekanisme pelaksanaan musyawarah desa atau musyawarah kelurahan dalam proses verifikasi dan validasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Kepala Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial Kemensos, Agus Zainal Arifin, mengatakan uji publik ini sangat penting sebagai komitmen menjaga transparansi dan akuntabilitas DTKS.
"Harapan kami dengan adanya musyawarah desa atau musyawarah kelurahan minimal sekali dalam tiga bulan, bisa menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk bersama-sama melakukan pengawasan terhadap pemerintah desa atau pemerintah kelurahannya,” kata Agus melalui keterangan tertulis, Jumat (19/4/2024).
Uji publik ini dihadiri oleh perwakilan dari Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Satgasus Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung.
Perwakilan unsur pengawas seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Ombudsman RI.
Para peserta memberikan saran serta masukan yang konstruktif dalam upaya menyempurnakan mekanisme pelaksanaan musyawarah desa atau musyawarah kelurahan atau nama lain dalam proses verifikasi dan validasi DTKS.
DTKS ini bukan data hasil survei melainkan data real yang bersumber dari desa, kelurahan atau nama lain setingkat desa.
Musyawarah desa dan musyawarah kelurahan diperlukan dalam proses perbaikan DTKS di daerah.
Baca juga: Tidak Sesuai Klasifikasi, Kemensos Bekukan 10.249 Data Penerima Bansos di DTKS
Dalam uji publik tersebut dibahas pula ketentuan tentang tata cara penyampaian usulan masuk DTKS, usulan menerima bantuan sosial.
Hingga usulan penghentian atau penonaktifan data yang dilakukan melalui musyawarah desa (musyawarah desa), musyawarah kelurahan (muskel) atau nama lain setingkat pemerintahan desa.
Dibahas pula peran pemerintah daerah dalam penentuan kuota penerima bantuan sosial untuk masing-masing desa atau kelurahan.