Keempat, sebagian warga satuan pendidikan menganggap “biasa” praktik kekerasan, "biasa kenakalan anak-anak, karena menurutnya kekerasan adalah salah satu bentuk pengajaran dan pendisiplinan.
Kelima, cenderung menutupi kejadian kekerasan yang terjadi, karena dianggap akan merusak reputasi lembaga atau karir personalia di dalamnya.
Keenam, beban belajar yang masih bertumpu pada transfer pengetahuan, belum menyentuh secara optimal penguatan sikap, karakter, mental, dan adab/akhlak mulia.
"Akibatnya disiplin positif pada diri anak terlambat terbentuk, sehingga tumbuh kembangnya banyak dipengaruhi lingkungan pergaulan dan media sosial, akhirnya sulit membedakan mana perilaku positif atau negatif," katanya.
Ketujuh, situasi anak yang terlibat kekerasan pada satuan pendidikan berasal dari latar belakang pengasuhan keluarga atau pengasuhan alternatif yang kurang positif. Sehingga, masalah yang dialami anak pada ruang pengasuhan, berpengaruh
pada pembentukan sikap, mental, dan pola pergaulan anak pada satuan pendidikan.
Kedelapan, belum optimal implementasi regulasi pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan di tingkat pemerintah daerah dan satuan pendidikan.
Terbukti, kata Aris, masih terjadi miskonsepsi terkait pola koordinasi lintas organisasi pemerintah daerah (OPD), aparat penegak hukum, satuan pendidikan dan lembaga masyarakat terkait teknis pembentukan Satgas Daerah, Tim pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan, teknis penanganan kasus, dan lainnya.
"Atas dasar kondisi tersebut, pada Hari Pendidikan Nasional, Mei 2024, KPAI mengajak agar semua pihak turun tangan, bergerak serentak mewujudkan perlindungan anak pada satuan pendidikan," kata dia.