TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Letnan Jenderal TNI Muhammad Saleh Mustafa pernah bertugas pindah-pindah di daerah konflik dari Poso, Aceh hingga Papua.
Menurutnya, pengalaman itu menjadi kesan untuk membangun kedekatan dengan prajurit.
“Yang pertama, ya saya merasa bersyukur. Ada beberapa kali ancaman yang mungkin Tuhan masih cinta sama saya, saya diselamatkan. Ya, itulah kejadiannya,” kata Saleh di Kantor Makostrad, Jakarta, Senin (13/5/2024).
Tidak dipungkiri ada kontak tembak, kejadian di pos diserang.
“Nah, itu yang pertama yang kesannya buat Tuhan ternyata masih melindungi saya. Yang kedua, saya merasakan bahwa kesan itu saya ingin keselamatan atau keberhasilan saya itu bukan keberhasilan saya pribadi,” urainya.
Sehingga Saleh mengajak kepada prajuritnya dalam setiap penugasan itu adalah membangun kebersamaan.
Jadi, saling melindungi. Kadang-kadang, misalnya di hutan itu, nah kita berdua, saya tidur sama prada,” ungkapnyaz
Pengalaman kedekatan itu lah yang dirasakan sekarang, selalu melekat.
Ikatan batin dengan prajurit, baginya merupakan kesan tersendiri baik di satuan Kopassus, satuan Kostrad.
Simak wawancara eksklusif Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Pangkostrad Letjen Muhammad Saleh Mustafa:
Tema Kostrad pada ulang tahun yang lalu adalah Petarung Militan Penjaga NKRI. Bisa dijelaskan Pak Panglima, maksud tema ini apa?
Ya, tadi sebagian sudah Mas Febby itu, sampaikan itu. Nah kita dalamnya, setiap ulang tahun ini kan kita melakukan suatu refleksi ya, mungkin suatu kegajian dan evaluasi sejauh mana apa yang sudah kita Kostrad lakukan.
Dan memang, seperti tadi Mas Febby sampaikan, memang Kostrad ini menjadi tumpuan ya. Batalyon saya ini, setiap tahun itu ada 5 sampai 6 batalyon, kadang-kadang itu bertugas di perbatasan di Papua. Nah, kalau seandainya rutinitas ini terus berjalan, kan berarti saya sangat tergantung berhasil dan tugas Kostrad ini sangat tergantung oleh prajuritnya.
Sehingga saya katakan prajurit kalian adalah petarung.
Jadi karena petarung itu ya maknanya ya?
Petarung itu ya berarti dia punya jiwa untuk fight gitu ya. Kemudian dia juga harus menyiapkan dirinya sebelum bertanding, kan petarung ini kan juga mentalnya harus ya, dan tidak ada kata lain, harus menang.
Petarung itu kalau tampil harus menang. Harus menang. Walaupun mungkin ada hal-hal yang lainnya itu nanti sebab akibat lah.
Nah, dari kata petarung lain tuh, prajurit saya berharap dia punya satu kebanggaan, dia merasa dihargai, dia merasa dihormati. Apa yang telah dia sumbangsikan kepada bangsa dan negara, tenaga, pikiran, waktu yang dia korbankan, itu dia merasa dihargai. Dan itulah memang dia sadari bahwa itu tugasnya dia.
Saya sampaikan kalau adalah petarung. Nah, militan di sini menegaskan kembali bahwa militansi, militan ini kan selain petarung, itu kan harus ada jiwa-jiwa militansi. Seperti rela berkorban.
Mungkin kalau dia ya, bilang lah, tentara wis kerjanya ini. Wis tentara kan manusia juga mas. Dia meninggalkan keluarganya, meninggalkan semua-semuanya.
Mungkin ada temannya yang korban. Tapi di situ dia tidak boleh menyerah. Dia harus berjalan terus.
Karena apa yang dia lakukan itu dia yakini bahwa itu adalah pengatian terbaik bagi bangsa-bangsa. Itu adalah pilihan. Yang ingin jadi tentara, ya memang berkorban, pantang menyerah.
Dan, sering saya katakan, willing sacrifice, never surrender, do the best. Nah, do the best itu bagian dari militan. Do the best tuh ya, militan ya.
Lalu penjagaan karya tentu saja ya. Ya, itu adalah bagian tugas dan wajiban kita sebagai petarung.
Pak, Kostrad ikut dalam 3 program unggulan dalam menjaga pemerintah dan masyarakat di antaranya TNI, manunggal Air, pelestarian hutan, dan seterusnya bakti sosial. Pak Panglima, bisa dijelaskan apa program-program ini sebenarnya?
Jadi, sebenarnya saya akan melanjutkan ya program-program ini dari para Panglima-Panglima sebelumnya. Memang karena salah satu filosofi yang tidak bisa kita lupakan bahwa sejatinya prajurit TNI Angkatan Darat atau prajurit TNI lah yang berasal dari rakyat.
Oleh karena itu, kedekatan TNI dan rakyat itu juga harus tetap kita pertahankan, kita jaga. Nah, melalui kegiatan sosial inilah, selain dia punya tugas di bidang militer, ketika dia di basis, atau di home base, kewajiban dialah untuk bersama-sama dengan masyarakat, menyelesaikan persoalan-persoalan militer masyarakat. Salah satunya, kita ada program air bersih.
Sampai dengan saat ini, Kostrad khususnya, kalau Angkatan Darat mungkin target itu sampai dengan seribu ya. Mungkin ada tahun ini kita mau seribu sampai dua ribu.
Kalau Kostrad sendiri udah sembilan ratus, sembilan ratus titik air yang dari Sabang sampai Malauke, dari mulanya KSAD Pak Maruli sampai dengan saya melanjutkan, kita sudah kemudian kegiatan ketangan pangan, saya sampaikan juga ke diskusi dengan beliau, air itu sumber kehidupan.
Nah, sumber kehidupan ini, kalau orang sudah hidup, orang kan butuh tenaga.
Terus mangan lah. Kebetulan program pemerintahan dengan ketahanan pangan ini kan menjadi prioritas juga bagi kita, sehingga kita mendapat fasilitas dari beberapa BUMN, khususnya dari penduduk tani, kemudian dari pertumbuhan, kita dapat tanah, kita kelola bersama masyarakat.
Alhamdulillah, kita sudah beberapa sektor bisa di Sukabumi kita ada. Ada ketangan pangan kosrat, kemudian di Subang juga.
Di Subang juga ketahanan pangan?
Ketahanan pangan, tengah sawah, kemudian ada juga buah-buahan. Kurang lebih hampir sekitar 4.000 sampai 5.000 hektare.
Pak, kalau boleh dijelaskan di antara ketahanan pangan itu yang dikelola kostrad itu yang bisa jadi percontohan di mana?
Nanti di Ciemas (Sukabumi). Kemarin Pak KSAD sudah mengundang teman-teman wartawan kita tanggal 4 Juni nanti kita ada panen raya. Juni nanti kita ada panen, nanti mungkin TribunNews bisa ikut, saya rasa sudah pernah ikut.
Kita kurang lebih ada panen kurang lebih sekitar 200 hektare jagung dan 300 hektare singkong.
Oh itu nanti panen raya ya? Itu yang dikelola Kostrad tadi?
Kostrad bersama masyarakat dan ada pihak ketiga itu secara profesional kita mengelola ini juga dibantu oleh Kementerian Pertanian hingga lahan-lahan yang tadinya kurang produktif. Kita belajar secara modern lah.
Pak Panglima, selain tugas di dalam negeri, Prajurit Kostrad juga melakukan misi k eluar negeri. Itu apa saja yang diikuti oleh Prajurit Kostrad?
Diskeeping operation kita ini memang di Libanon kemudian ada di Komo yang dulu pernah ada di Kamboja tapi sekarang kita lebih fokus ke Komo dan Libanon.
Para Prajurit yang ditugaskan di sana sebenarnya mereka melalui seleksi jadi dia adalah satuan yang terbaik di daerah pengugasan dalam negeri dulu.
Setelah itu dia dipilih padahal kita pun akan mendapat hadiah lah untuk beberapa tugas ke luar negeri. Jadi itu misi itu menjadi penting untuk menjaga perdamaian dunia.
Pak, ini saya ingin Pak Panglima cerita mengenai peran dari Prajurit Kostrad untuk menjaga perbatasan-perbatasan kita Tadi Pak Panglima sudah sebutkan bahwa batalyon-batalyon kita ada di perbatasan-perbatasan. Bisa cerita sedikit?
Perbatasan yang kita jaga kebetulan ada yang di Kalimantan yang pertamanya dalam daerah yang tidak begitu konflik, yang aman.
Tapi di sana kita juga berhasil mendapatkan narkoba. Narkoba, bagaimana banyak sekali kita dapatkan sehingga dari hal tersebut kita berharap prajurit yang ditugas di perbatasan Kalimantan, khususnya ke depan ini kita akan melengkapi dengan perlengkapan-perlengkapan yang memadai.
Untuk deteksi-deteksi?
Deteksi, seperti anjing pelacak sehingga itu sangat bermanfaat. Jadi mungkin ya kita berharap nanti temuannya lebih banyak lagi. Kemudian kalau yang perbatasan yang selanjutnya yang di daerah Rawan. Di daerah Rawan ini seperti di Papua.
Memang ada perbatasan yang sifatnya satgas perbatasan yang mobile. Artinya dibergerak kemana-mana. Kemudian ada yang statis yang ada di pos-pos perbatasan.
Kebetulan Kostrad ini ada yang mobile. Ini maksudnya dilaksanakan satgas perbatasan mobile ini supaya manuver pergerakan dari satgas ini bisa mudah dipindah-pindahkan. Jadi dia tidak stay di satu tempat.
Tapi dia bisa berpindah-pindah ke satu wilayah yang memang dibutuhkan. Karena memang secara gangguan-angkaman yang ada di Papua ini kan dia dinamis. Tidak hanya satu titik.
Sehingga kemudian harus tercipta satu mobile. Itu rata-rata kita bisa ngapain.
Pak, kalau prajurit yang bertugas di Pangkas itu, di perbatasan itu rotasinya gimana Pak? Berapa bulan sekali?
Sekarang kita ada sembilan bulan.
Ganti-ganti supaya tidak bosan kita ya?
Ya.. Tidak bosan Pak. Ganti-ganti, contoh kita misalnya Satuan Infantri yang sering di Papua ini mereka bertugas tahun ini berangkat, tahun depan dia istirahat, tahun depannya lagi mungkin dia sekolah, tahun depannya lagi berangkat lagi.
Jadi muter gitu. Ini kan moral prajurit harus kita jaga. Jadi sempat suatu saat saya tanya prajuritnya, Prajurit, kamu mau berangkat? Siap berangkat katanya.
Saya tuh ada istri kebetulan. Coba kamu tanya ke istrimu tuh, Ma, mau berangkat nggak? Mas, jaga anak dulu lah Pak. Tapi itu kan kehidupan yang kita harus disampaikan ya.
Jadi memang mungkin kita para suami, para prajurit ini kan, siap-siap aja, kan petarung gitu ya. Tapi saya ingatkan juga bahwa memang keluarga itu juga perlu juga dia apa namanya, mereka bina. Karena anak-anak dan istrinya kan merupakan masa depan, mereka bina.
Pak Panglima kan juga pernah bertugas di Papua kan ya Pak ya?
Saya alhamdulillah, Papua, Aceh, Timor, saya sudah lengkap. Poso juga. Tapi kebetulan dalam nilai penugasan saya, selalu ditempatkan di daerah-daerah konflik.
Pak Panglima, kalau boleh ceritain pengalaman selama bertugas pindah-pindah dari Poso, Aceh, Papua, apa pengalaman yang nggak pernah dilupakan?
Yang pertama, ya saya merasa bersyukur. Ada beberapa kali ancaman yang mungkin Tuhan masih cinta sama saya, saya diselamatkan. Ya, itulah kejadiannya.
Mungkin ada kontak tembak, ya ada mungkin kejadian di pos diserang. Biasanya setelah saya pindah, tiba-tiba posnya diserang. Nah, itu yang pertama yang kesannya buat Tuhan ternyata masih melindungi saya.
Yang kedua, saya merasakan bahwa kesan itu saya ingin keselamatan atau keberhasilan saya itu bukan keberhasilan saya pribadi. Sehingga saya mengajak kepada prajurit saya dalam setiap penugasan itu yang pertama kita adalah membangun kebersamaan. Jadi, saling melindungi.
Kadang-kadang, misalnya di hutan itu, nah kita berdua, dua-dua-dua-dua, ya saya tidur sama prada saya. Oh iya, iya. Kamu jaga ya.
Pengalaman kedekatan itu lah. Kedekatan itu yang saya rasakan sekarang, selalu melekat. Selalu melekat.
Jadi, ikatan batin itu lah yang merupakan kesan bagi saya. Khususnya kita satuan Kopassus, satuan Kostrad bersama prajurit itu lah. Kita berangkat itu, kita kembali.
Itu prinsipnya. Ya, kesannya. Ya, kalau masalah terjadi kontak tembak musuh, ya itulah. Risiko lah itu. Risiko tugas.
Bapak Panglima sebagai perwira yang pernah berdinas di Komando Pasukan Khusus di Kopasus. Apa yang ingin Bapak sampaikan dalam hal HUT ke-72 Kopasus 30 April 2024 yang lalu?
Ya, memang saya akui bahwa saya hampir 20 tahun lebih di Kopassus. Sampai kolonel baru saya keluar. Dan saya memang dibesarkan di sana bahwa saya berpesan agar satuan Kopasus ini tetap eksis dan tetap menjaga kualitas.
Kualitas dari individunya dulu karena kalau kualitas secara universal itu mungkin ya kata itu hanya nama saja. Tapi nama dari satuan Kopasus ini itu kalau kita lihat sejarahnya ini kan dibangun dari individu-individu yang yang hebat lah, katakan.
Yang punya catatan, yang punya peristiwa-peristiwa heroik sehingga saya berharap satuan Kopasus ini tetap menjadi profesional menjadi ujung tombak dari TNI kita. Nah seharusnya ini memang kemarin lagi saya akui contoh misalnya kalau latihan itu kalau dilatih Kopasus itu prajurit yang dari luar itu merasa lebih bangga.
Nah itu tetap dipertahankan. Jadi jangan sampai sombong gitu ya. Jangan juga terlalu apa namanya berbangga yang berlebihan.
Tapi tetap lah rendah hati tetapi tetap pendukung profesionalitas karena saya pikir Kopasus itu punya andalan kita.
Tadi Pak Panglima kan sempat mengatakan pernah bertugas di Poso dan pernah meluncurkan buku berjudul Menuai Damai di Tanah Poso. Ini bisa dijelaskan?
Jadi sebenarnya saya tugas di Poso itu jadi ada ceritanya. Jadi saya berangkat tugas ke Poso itu karena ada peristiwanya yang jatuh.
Yang jatuh senior saya waktu itu yang di sana Almarhum Saiful Anwar ketika pemakaman ketemu di lapangan ketemu Panglima TNI, pejabat-pejabat TNI langsung nunjuk, ah ini yang cocok ganti Almarhum di Poso.
Waduh, saya waktu itu kaget juga loh belum ada persiapan saya hanya berangkat lah. Sampai di sana saya ditugaskan sama Pangdam waktu itu bagus juga mengatakan tugasnya pertama ya kemudian saya datang ke Korem 132 di Palu, Sulawesi Tengah memulai dengan Brigjen Ilyas nah sekarang Kaskostrad saya dia sementara menggantikan sementara Almarhum itu kemudian di sanalah kita bagi tugas.
Perintah dari Panglima TNI waktu itu Pak Ilyas bagian tempurnya saya bagian teritorialnya nah pada saat itulah saya mulai memanfaatkan tugas itu untuk saya mengenal lebih dekat apa yang ada di Poso ini persoalan-persoalan Poso.
Kita akui bahwa memang mayoritas Poso itu Nasrani hampir dari 80 sampai 75 sampai 80 persen itu masyarakat Nasrani tapi terjadi konflik di situ mungkin mas juga tau kan.
Sehingga saya mencoba mendekati, saya dekati yang Nasrani saya dekati yang Jawa, saya dekati saya lihat ini masalah komunikasi masalah komunikasi masalah bagaimana dia berinteraksi sehingga suatu saat saya ketemu lah di satu gereja saya ketemu sama pendeta gerejanya dibakar saya tanya, ini mau dibangun lagi gak?
Mau pak tapi gerejanya ada di umat muslim saya tanya umat muslim jangan dibangun pak katanya biar aja nanti cukup kita yang menyaksikan bahwa dulu kita pernah berkelahi dan jangan gitu kita harus hidup damai.
Jadi saya sering menyuarakan kata-kata damai itu nah disitulah saya terinspirasi bahwa di Poso ini pun bisa damai karena dia punya potensi punya keanekaragaman, punya budaya, punya apa namanya, pariwisata punya, di sana ada sekolah agama yang terkenal juga, dia punya danau punya ini.
Saya ingin angkat mereka semua, sehingga saya menjadikanlah Poso ini sebagai pusat miniaturnya Indonesia dari kebhinekaan itu menjadi satu dalam ikatan damai saya bikinlah kegiatan namanya Pemuda Poso atau Pemuda Sultan Damai Bersatu disitulah saya luncurkan buku Menuai Damai.
Jadi itu cerita pengalamannya?
Saya angkat dari cerita itu sehingga kemudian terciptalah kekejaman disitu. Alhamdulillah sudah oke.
Kemudian tim bapak ini juga berhasil mengembang duka betul cari Santoso itu Alhamdulillah kita dapat kemudian habis itu ada lagi namanya Mbak Sri, Mbak Rok ada beberapa tokoh.
Pak ini saya tertarik ini sebenarnya lead by action?
Kalau orang Jawa bilangnya itu apa ya ingarso sung tulodo tut wuri handayani tapi waktu saya dengan waktu saya latihan Letnan itu kan kebetulan Komandan Pusat Pendidikan dengan latihan prosesnya Pak Prabowo dia kan sering memenangkan dialect bahasa Inggris try hard, fight easy apabila kamu sudah berpikir kalah, maka sesungguhnya kamu sudah kalah, bahasa Inggrisnya kan saya cari karena Inggris saya kurang.
Saya cari yang sederhana aja lead by example jadi ngomongin dengan contoh sampai sekarang saya selalu karena merasa responsif jadi tanggung jawab saya untuk selalu memberikan contoh sehingga salah satunya saya menjaga kualitas kemampuan militer.
Saya harus berada pada standar ya kalau seperti saya Pangkostrad, Bintang Tiga minimal saya masih bisa jogging, masih bisa lari, masih bisa nembak, masih bisa bela diri, masih bisa lempar pisau, masih bisa turun tebing, masih bisa. Jadi itulah hal-hal yang ingin saya lakukan. (Tribun Network/Reynas Abdila)