“Kami berharap Komnas Perempuan dapat memberikan disclaimer/informasi tambahan dalam Catahu 2018 pada website Komnas Perempuan pada bagian tentang klien kami,” ujarnya.
Disclaimer tersebut terkait pernyataan yang dikeluarkan Komnas Perempuan, yaitu bahwa informasi yang diterima oleh Komnas Perempuan yang dicatatkan dalam Catahu 2018 adalah berdasarkan laporan dari pengadu saja.
“Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Komnas Perempuan dan semua pihak yang terkait atas kerja sama yang baik dengan dikeluarkannya pernyataan ini sebagai bentuk penyelesaian permasalahan,” katanya.
Ia menjelaskan, masuknya nama kliennya dalam Catahu 2018 yang dirilis pada Mei tahu itu menjadi perbincangan publik, khususnya di beberapa kalangan tertentu dan berbagai media sosial beberapa bulan terakhir.
Menurutnya, karena telah menyedot perhatian publik, maka teknik penyelesaiannya pun harus sangat hati-hati, apalagi klien dan keluarganya menerima berbagai perundungan di sosial media.
“Ada juga beberapa kejadian yang terjadi dalam aktivitas keseharian mereka, baik kepada Pak Gideon, Ibu Amanda bahkan ancaman kepada anak mereka pun ada,” katanya.
Sejak awal Januari 2024, lanjut dia, kantor hukum pihaknya sudah berupaya mengadvokasi terhadap permasalahan klien ke Komnas Perempuan. Ini bukanlah suatu perkara yang mudah dalam mengadvokasi permasalahan yang sudah terstigma di masyarakat.
“Ini membutuhkan ketelitian, pengalaman, kedewasaan, hikmat, dan maupun kematangan berpikir dalam penyelesaiannya,” ujar dia.
Ia mengungkapkan, Kantor Hukum Johanes Aritonang & Partners kebetulan memiliki beberapa pengalaman dalam mengadvokasi gereja maupun pendeta seperti gereja di Sleman dan Semarang bahkan sudah sampai pada putusan pengadilan tingkat banding yang kemudian inkracht atau berkekuatan hukum tetap