TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penambahan Kementerian dinilai dapat dilakukan jika memang sesuai dengan kebutuhan dan efisiensi pengelolaan negara.
Dan tentu saja harus dilakukan sesuai dengan mekanisme aturan hukum yang berlaku di Indonesia.
Anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono, menilai adanya wacana untuk menambah jumlah kementerian bisa saja dilakukan jika memang ada kebutuhan dan didasarkan pada efektivitas.
"Kursi menteri ini menurut saya didasarkan pada kebutuhan. Indonesia ini kan negara besar yang memiliki banyak tantangan kompleks dalam pengelolaannya. Mulai dari devisa hingga pengembangan sumber daya untuk kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia," kata BHS, sapaan akrab Bambang Haryo Soekartono, Kamis (16/5/2024).
Ia menilai bukan suatu hal yang berlebihan jika memang Presiden terpilih Prabowo Subianto ingin menambah jumlah menteri.
"Selama itu sesuai dengan aturan mekanisme. Artinya diajukan ke DPR lalu dibawa ke Mahkamah Konstitusi. Bisa tidaknya, ya tergantung dari persetujuan dari DPR dan MK itu. Tak perlu diperdebatkan sebenarnya," ungkapnya.
Baca juga: Panja Baleg Sampaikan 3 Poin Perubahan Revisi UU Kementerian Negara, Jumlah Menteri Bakal Bertambah?
Namun jika memang diperdebatkan, ia mengajukan perbandingan dengan jumlah menteri di negara tetangga.
"Malaysia itu memiliki 27 menteri dan 25 wakil menteri atau menteri muda dengan luasan wilayah (Malaysia) yang lebih kecil dan jumlah penduduk yang lebih sedikit dibandingkan Indonesia," urainya.
BHS juga membandingkan dengan Myanmar yang memiliki 25 menteri dan 19 wakil menteri (wamen).
Atau Singapura yang memiliki 21 menteri dan 26 wamen atau menteri muda.
"Jadi kalau kita dibandingkan, jumlah menteri mereka lebih banyak dibandingkan Indonesia saat ini. Padahal permasalahan dan tantangan yang dihadapi Indonesia itu lebih kompleks dibandingkan mereka. Misalnya posisi Indonesia yang merupakan titik strategis, baik untuk logistik maupun penerbangan," urainya lagi.
Ia juga mengungkapkan adanya wacana pemisahan Kemendikbudristek menjadi Kementerian Pendidikan dan Kementerian Kebudayaan, itu merupakan langkah yang baik.
"Karena apa? Karena pendidikan kita saat ini bisa dikatakan sangat kurang sehingga dibutuhkan pembenahan dan membutuhkan fokus yang mungkin akan memberikan efek baik jika menjadi Kementerian terpisah," ujarnya.
Di sisi lain, BHS mengatakan kebudayaan Indonesia juga harus menjadi fokus.