TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna menyoroti Pasal 27A ayat (2) rancangan perubahan keempat Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (RUU MK).
Dalam pasal tersebut mengatur terkait keanggotaan MKMK yang terdiri atas, seorang hakim konstitusi, seseorang yang diusulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), seseorang yang diusulkan Mahkamah Agung, seseorang yang diusulkan DPR, dan seseorang yang diusulkan presiden.
Terkait hal itu, Palguna mulanya mengatakan, sejatinya ia merasa berterima kasih jika aturan tersebut jadi disahkan oleh DPR.
Hal itu, katanya, dengan demikian akan mengembalikan Palguna sebagai orang yang merdeka dari jabatan, dalam hal ini Ketua MKMK.
"Tentu tidak etis kalau saya berkomentar tentang hal ini, tetapi andai kata itu terjadi dan kemudian kami harus langsung mengakhiri masa tugas, sejujurnya saya berterima kasih, karena saya akan kembali segera menjadi orang merdeka. Thank you very much kalau itu yang terjadi. Betul," kata Palguna, dalam diskusi publik bertajuk 'Sembunyi-Sembunyi Revisi UU MK Lagi' yang digelar secara daring, pada Kamis (16/5/2024).
Lebih lanjut, menurutnya, menjadi Ketua MKMK adalah tugas yang berat dan menyakitkan. Sebab, ia harus mampu memeriksa dan menjatuhkan hukuman terhadap hakim yang sekaligus merupakan teman-temannya.
"Anda tahu kalau tugas sekarang saya ini adalah tugas yang sangat berat? Anda bayangkan, ketika saya menjadi ketua majelis kehormatan mahkamah konstitusi, kami atau saya khususnya harus memeriksa teman-teman yang setiap hari saya ajak bercanda dan kemudian harus menjatuhkan hukuman apabila itu bersalah," ucap Palguna.
"Mana ada tugas yang lebih menyakitkan dari menjadi Ketua Majelis Kehormatan seperti itu," sambungnya.
Baca juga: DPR Diam-diam Revisi UU MK, Djarot PDIP: Inilah Sisi Gelap Kekuasaan
Namun demikian, Palguna menekankan, persoalan utamanya bukan soal itu. Ia menyoroti, dalam hal revisi UU MK tersebut diatur potensi lembaga negara yang lain dapat mengontrol para hakim konstituai melalui komposisi anggota Majelis Kehormatan MK.
"Tetapi persoalannya bukan di sana. Persoalannya adalah seperti yang disampaikan oleh Yang Mulia Pak Hamdan Zoelva, apakah boleh lembaga negara yang lainnya itu kemudian mengontrol hakim konstitusi lewat yang namanya Majelis Kehormatan dengan komposisi yang seperti itu?" ujarnya.
Terlebih, ia mengingatkan, komposisi Majelis Kehormatan seperti yang diatur dalam Pasal 27A ayat (2) rancangan perubahan keempat Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (RUU MK), sudah dinyatakan inkonstitusional oleh MK.
"Sesuatu yang pernah dinyatakan inkonstitusional kemudian dihidupkan lagi. Tentu itu menjadi pertanyaan tersendiri yang menurut saya itu bentuk ketidakpatuhan," tegasnya.