News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Komisioner KPAI Kawiyan: Kecanduan Game Online Tergantung Pola Asuh Orang Tua

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kawiyan bicara tentang dampak buruk game online pada anak di Studio Tribun Network, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2024).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kawiyan menegaskan anak-anak kecanduan game online menjadi perhatian serius pemerintah saat ini.

Pasalnya, efek yang ditimbulkan dari anak kecanduan game online bisa sangat fatal.

“Menurut saya cukup memprihatinkan misalnya di Jakarta Timur ada anak yang mengakhiri hidupnya karena kecanduan game online,” ucap Kawiyan saat podcast bersama Tribun Network di Studio Gedung Palmerah Jakarta, Rabu (22/5/2024).

Baca juga: KemenPPPA Upayakan Perpres Perlindungan Anak dari Game Online Segera Rampung

Di beberapa daerah lain beberapa anak mencuri karena dia ketagihan bermain game online.

Sementara bermain game online ini memerlukan pulsa, data dan sebagainya.

Di kelompok masyarakat bawah, pulsa ataupun paket data bukan barang murah sehingga berimbas ke perilaku yang merugikan orang lain.

“Maka jalan keluarnya agar mereka dapat tambahan uang menempuh jalan yang tidak sebagaimana mestinya,” imbuh Kawiyan.

Oleh karenanya pola asuh orang tua menjadi kunci gerbang terdepan.

Hanya masalahnya seberapa banyak orang tua yang mau melakukan pengawasan terhadap anaknya.

Berikut Petikan Wawancara Eksklusif Tribun Network dengan Komisioner KPAI Kawiyan:

Saat ini ada kasus di mana terjadi kekerasan dalam anak-anak akibat game online. Seberapa besar efek kekerasan akibat game online mungkin di paruh lima bulan pertama tahun 2024 ini Pak Kawiyan?

Di tahun 2024 itu ada beberapa kasus yang terkait dengan anak kecanduan game online yang menurut saya cukup memprihatinkan. Misalnya di Jakarta Timur ada anak yang mengakhiri hidupnya karena kecanduan game online.

Di beberapa daerah lain ada anak yang mencuri karena dia ada ketagihan game online, kecanduannya. Karena game online itu memerlukan pulsa, data dan sebagainya.

Jadi kalau misalnya dari keluarga terbatas dia jatah pulsanya terbatas sementara dia sudah kecanduan, ingin main dan main lagi. Maka jalan keluarnya agar mereka dapat tambahan uang menempuh jalan yang tidak sebagaimana mestinya.

Baca juga: Bikin Anak Berbahasa Kasar hingga Kekerasan, Kominfo: Game Online Tak Taat Aturan Diblokir

Bicara soal kekerasan di tahun 2023 lalu itu KPAI melakukan pendataan ada 2.656 kasus anak. Dari 2.600 kasus anak itu terdiri dari 1.833 kasus yang berkaitan dengan pemenuhan hak anak. Pemenuhan hak anak ini misalnya masalah pendidikan, kesehatan dan sebagainya.

Misalnya anak yang pendidikannya terlantar, putus sekolah dan sebagainya. Kemudian ada 823 yang perlindungan khusus anak. Perlindungan khusus anak itu misalnya kekerasan seksual, kekerasan fisik dan sebagainya.

Di sub klaster kekerasan perlindungan khusus anak itu yang paling banyak adalah anak korban kekerasan seksual. Itu paling banyak dan kita kalau lihat datanya di KPAI, hubungan antara korban dengan pelaku yang banyak adalah orang terdekat.

Orang terdekat itu di dalamnya adalah orang tua, ayah, ibu, ayah kandung, ayah tiri, ibu kandung atau ibu tiri dan yang masih hubungan dekat dalam keluarga. Jadi itu harus merupakan perhatian untuk kita semua, kita harus meningkatkan perhatian dan kepedulian kita terhadap anak-anak Indonesia, anak-anak kita.

Jadi anak-anak ini menjadi korban karena addictive atau sifaf ketagihannya dari game online-nya ya Pak?

Bicara mengenai game online ini saya kira pemerintah juga hari-hari ini sedang serius menggodok sejumlah undang-undang. Misalnya yang sudah keluar adalah peraturan Menteri Kominfo nomor 1 tahun 2024 tentang klasifikasi game.

Juga pemerintah sedang menyusun peraturan pemerintah tentang tata kelola perlindungan anak dalam penyelenggaraan sistem elektronik. Jadi nanti apakah itu media masa, media sosial, dan sebagainya.

Kalau dia akan menciptakan, membuat produk, layanan, dan fitur harus mempertimbangkan mengenai keamanan dan perlindungan anak. Kaitannya dengan game itu ada yang tadi sudah saya sebutkan ada peraturan Menteri Kominfo nomor 1 tahun 2024 tentang klasifikasi game. Jadi kalau ditanya game bermanfaat atau tidak? Ya tentu ada manfaatnya.

Asal game itu diciptakan untuk hal-hal yang edukatif dan dimainkan sesuai dengan umurnya. Yang ada di peraturan Menteri Kominfo itu game dibagi menjadi beberapa klasifikasi. Untuk 3 tahun atau lebih, untuk 5 tahun atau lebih, untuk 7 tahun atau lebih, 30 tahun atau lebih, dan 18 tahun atau lebih.

Game yang diperuntukkan untuk anak game online itu harus jauh dari misalnya konten-konten rokok, konten-konten alkohol, pornografi, aksi kekerasan, kata-kata kasar, hal-hal yang mengerikan, dan sebagainya.

Tapi gini, walaupun sudah ada peraturan yang mengatur klasifikasi game, kunci utama dan terpenting adalah orang tua. Bagaimana orang tua melakukan pengawasan, pembimbingan, pengarahan, dan sebagainya.

Karena kita tahu sendiri, handphone begitu mudah dipegang ya, dan waktu anak sebagian besar bersama orang tua. Jadi orang tua harus benar-benar membimbing, mengarahkan, dan mengawasi.

Sebenarnya sudah ada batasannya, tapi yang terjadi sekarang mungkin anak-anak main game yang seharusnya bukan untuk umurnya. Dari KPI sendiri, bagaimana Pak terkait dengan peraturan yang ada dan peraturan perpres yang sedang dibahas, keterlibatannya dan desakan kepada pemerintah seperti apa?

Ya, pemerintah juga harus melakukan pengawasan ya, terutama memberikan kewajiban-kewajiban bagi penerbit. Jadi di peraturan Menteri Kominfo itu, pembuat game disebutnya dengan penerbit.

Penerbit harus benar-benar menyampaikan kepada masyarakat, terutama pengguna, kalau itu game untuk 3 tahun, ya harus disebutkan 3 tahun. Kalau itu game untuk dewasa, ya harus disebutkan bahwa game itu untuk dewasa dan tidak boleh dimainkan oleh anak-anak.

Kalau dalam teknisnya mendownload game itu sebenarnya mudah sekarang. Dan kadang-kadang yang dipakai adalah diakses untuk mendownload game itu adalah akun orang tua. Jadi walaupun dibatasi sama usia-usia, tapi tetap ada celah-celah dimana anak ini mengakses game-game yang memang bukan untuk umurnya. Nah itu seperti apa Pak?

Ya kembali lagi ke orang tua ya, memang orang tua kan kunci gerbang terdepan. Hanya memang masalahnya seberapa banyak orang tua yang mau melakukan pengawasan kan begitu.

Seberapa banyak orang tua yang juga menguasai digital untuk bisa memberikan bimbingan kepada orang tua. Selama ini yang terjadi ya, sementara orang tua lebih banyak memberikan kesempatan atau bahkan membiarkan anak-anak bermain gadget ya, asal tidak rewel dan sebagainya.

Akhirnya ya, anak kalau dibiarkan seperti itu bisa menjadi korban, korban teknologi karena memang pemakaiannya tidak tepat.

Mungkin bisa dijabarkan efek negatif dari game online yang sampai adiktif, sampai melakukan yang seharusnya tidak anak-anak lakukan ini seperti apa?

Saya kira memang game kan seperti alkohol dan maaf seperti rokok juga, dia bisa menimbulkan ketergantungan atau adiksi ya. Kalau anak memainkan game tidak sesuai dengan porsinya itu bisa ketergantungan.

Sementara kecenderungan anak adalah meniru apa yang dia lihat. Kalau yang dia lihat game itu misalnya perang-perangan ya, kekerasan, kata-kata kosor, kotor, maka yang akan terjadi adalah anak meniru ya, kata-kata yang terucap dalam game itu, aksi-aksi yang terlihat dalam game itu.

Jadi ya, jadi sekali lagi bahwa orang tua harus menjadi pengawal, pembimbing, pengawas untuk anak-anak.

Tadi Pak Kawiyan di awal-awal juga sempat bilang kalau di awal-awal tahun ini ada kasus di Jakarta Timur atau beberapa kasus. Apakah ada pendampingan dari KPAI membantu anak-anak keluar dari adiktif game online ini?

Kalau ada anak menjadi korban game online tentu saja itu harus menjadi tanggung jawab kita semua ya. KPAI tentu harus memastikan bahwa anak tersebut harus mendapatkan pelayanan, pendampingan sebagaimana mestinya. Kalau ada anak menjadi korban kecanduan game online maka iya harus didamping oleh psikolog ya.

Bagaimana agar menjalani pemulihan, agar kesadarannya kembali normal, juga ada peksos atau pekerja sosial. Kalau ada anak korban atau kecanduan game online maka pemerintah daerah harus turun.

Harus turun menurunkan aparatnya, dinas pemerempuan dan perlindungan anak harus turun. Berkoordinasi dengan orang tua untuk memberikan pelayanan sebaik-baiknya. Dilakukan pendampingan, pemulihan dan sebagainya.

Dan kalau misalnya dari anak atau keluarga tidak mampu maka pemerintah dalam hal ini, pemerintah daerah wajib memberikan pelayanan secara Cuma-Cuma. (Tribun Nerwork/Reynas Abdila)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini