Dalam putusan selanya, hakim mempertimbangkan Pasal 18 ayat 1 UU RI Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Agung.
Dia mengatakan surat perintah penunjukan penuntut umum harus diterbitkan lebih dulu sebelum melakukan penuntutan.
"Menimbang bahwa sedangkan surat perintah Jaksa Agung RI sebagaimana dalam pendapat penuntut umum atas keberatan Terdakwa/ Tim penasehat hukum Gazalba Saleh adakah jaksa Agung menunjuk jaksa untuk bertugas di KPK, dan tidak serta merta berwenang sebagai penuntut umum dalam perkara atas nama Gazalba Saleh karena harus terlebih dahulu diterbitkan surat perintah penunjukan penuntut umum untuk menyelesaikan perkara dari Direktur Penuntutan KPK, padahal Direktur Penuntutan KPK belum mendapatkan pendelegasian kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung RI selaku penuntut umum tertinggi berdasarkan Pasal 18 ayat 1 UU RI No 11 tahun 2021," katanya.
Dalam kasusnya, Gazalba sebagai hakim agung dari tahun 2020-2022 disebut telah menerima gratifikasi sebesar 18.000 dolar Singapura sebagaimana dakwaan kesatu dan penerimaan lain berupa 1.128.000 dolar Singapura, 181.100 dolar AS, serta Rp9.429.600.000.
Perbuatan Gazalba tersebut di atas sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65.