Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Gubernur Bangka Belitung (Babel), Erzaldi Rosman Djohan (ERD) mengungkapkan pendapatan dari penambangan timah tak sebanding dengan dampak kerusakan alam yang ditimbulkan.
Hal itu diterangkan Erzaldi dalam pemeriksaan sebagai saksi di hadapan penyidik Kejaksaan Agung, Senin (27/5/2024) kemarin.
"Sepengetahuan saksi kerusakan alam dan lingkungan pasca-penambangan tidak sebanding dengan pendapatan provinsi dari sektor tambang," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangan tertulisnya, Selasa (28/5/2024).
Bahkan menurut Erzaldi, beberapa sektor di Bangka Belitung cenderung mengalami penurunan.
"Begitupun dengan tingkat kecukupan gizi, kesehatan, pendidikan, bahkan pariwisata yang terus mengalami penurunan," kata Ketut.
Baca juga: Kejagung Cegah Tersangka Korupsi Timah Hendry Lie Bepergian ke Luar Negeri, Bagaimana Sandra Dewi?
Erzaldi saat bersaksi disebut Ketut dicecar 22 pertanyaan oleh penyidik.
Dia diperiksa selama tujuh jam sejak pukul 10.00 WIB.
Adapun dalam perkara ini, dia dimintai keterangan terkait:
- Potensi kekayaan alam berupa timah di Provinsi Bangka Belitung;
- Tata kelola komoditas timah yang dilaksanakan oleh PT Timah Tbk;
- Kontribusi pertambangan timah terhadap kemajuan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung; dan
- Tingkat kesehatan dan pendidikan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Sebagai informasi, dalam perkara ini Kejaksaan Agung telah menetapkan 21 tersangka termasuk obstruction of justice (OOJ) atau perintangan penyidikan.
Baca juga: Eks Gubernur Babel Erzaldi Rosman Diperiksa Kejagung, Apa Kaitannya dengan Korupsi Timah Rp271 T?
Di antara para tersangka yang sudah ditetapkan, terdapat penyelenggara negara, yakni: Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2021 sampai 2024, Amir Syahbana; Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015 sampai Maret 2019, Suranto Wibowo; Plt Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019, Rusbani (BN); Mantan Direktur Utama PT Timah, M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT); Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017 sampai dengan 2018, Emil Emindra (EML); dan Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah, Alwin Albar (ALW).
Kemudian selebihnya merupakan pihak swasta, yakni: Pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP), Tamron alias Aon (TN); Manajer Operasional CV VIP, Achmad Albani (AA); Komisaris CV VIP, Kwang Yung alias Buyung (BY); Direktur Utama CV VIP, Hasan Tjhie (HT) alias ASN; General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina (RL); Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) Robert Indarto (RI); Suwito Gunawan (SG) alias Awi selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; Gunawan alias MBG selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta (SP); Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah (RA); Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim (HLN); perwakilan PT RBT, Harvey Moeis (HM); Owner PT TIN, Hendry Lie (HL); dan Marketing PT TIN, Fandy Lingga(FL).
Sedangkan dalam obstruction of justice (OOJ), Kejaksaan Agung telah menetapkan Toni Tamsil alias Akhi, adik Tamron sebagai tersangka.
Kemudian enam di antaranya juga ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni: Harvey Moeis, Helena Lim, Suparta, Tamron alias Aon, Robert Indarto, dan Suwito Gunawan.
Nilai kerugian negara pada kasus ini ditaksir mencapai Rp 271 triliun.
Bahkan menurut Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksan Agung, nilai Rp 271 triliun itu akan terus bertambah. Sebab nilai tersebut baru hasil penghitungan kerugian perekonomian, belum ditambah kerugian keuangan.
"Itu tadi hasil penghitungan kerugian perekonomian. Belum lagi ditambah kerugian keuangan negara. Nampak sebagian besar lahan yang ditambang merupakan area hutan dan tidak ditambal," kata Dirdik Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi dalam konferensi pers Senin (19/2/2024).
Akibat perbuatan yang merugikan negara ini, para tersangka di perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian tersangka OOJ dijerat Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.